Pembayaran Digital, Antara Cashback dan Kemudahan Transaksi 

Kemajuan teknologi untuk kemajuan bangsa

Di tahun 2022 ini, Indonesia memegang Presidensi G-20 dimana momentum presidensi ini terjadi satu kali setiap generasi atau kurang lebih 20 tahun sekali. Dalam Presidensi G-20 kali ini, mengambil tema 'Recover Together, Recover Stronger', dimana melalui tema ini, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bangkit, tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan dengan cara saling bahu-membahu dan saling mendukung.

Salah satu agenda dalam Presidensi G-20 ini adalah pengembangan dan peningkatan sistem pembayaran digital di setiap negara. Lalu, bagaimanakah dengan sistem pembayaran digital di Indonesia?

Sebelum tahun 2016, mungkin pembayaran digital atau yang lebih populer disebut dengan istilah e-payment tidaklah terlalu dikenal masyarakat secara luas seperti saat ini. Saat itu pembayaran digital masih sebatas pembayaran melalui sistem e-commerce atau perdagangan online.

Pembayaran digital dengan menggunakan uang elektronik atau e-money mulai dikenal pada tahun 2016, tatkala sebuah perusahaan raksasa Indonesia, Gojek memperkenalkan sistem pembayaran digital mereka yang diberi nama Gopay yang dikelola oleh anak perusahaan Gojek yang bernama PT Dompet Anak Bangsa.

Gopay sendiri merupakan layanan financial technology atau fintech yang berupa dompet elektronik yang bisa menyimpan sejumlah uang elektronik dimana nantinya bisa digunakan untuk berbagai pembayaran digital. Hadirnya Gopay ini seperti membuka mata masyarakat Indonesia, bahwa ada suatu metode yang sangat mudah dalam transaksi keuangan tanpa perlu membawa uang atau cash money, kartu debet, atau kredit, dimana cukup hanya memerlukan sebuah handphone saja.

Namun apakah hal ini bisa berjalan dengan lancar? Di awal kemunculan sistem pembayaran digital ini, kendala yang muncul adalah, masih rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap penggunaan telpon selular untuk keperluan ini. Masyarakat awam masih lebih mudah memahami penggunaan telpon selular untuk kebutuhan eksis di media sosial seperti update status atau foto di Facebook, Instagram, Twitter dan lain sebagainya.

Pemilik dompet digital harus 'bakar uang' sebuah istilah untuk mengeluarkan uang untuk kepentingan promosi agar masyarakat mau menggunakan produknya. Beragam promo 'Cashback' dimana jika seseorang berbelanja dengan menggunakan uang dari dompet digital mereka, maka ia akan mendapatkan bonus dalam jumlah tertentu ke dompet digitalnya.

Cashback yang diberikanpun tidaklah sedikit, bahkan ada beberapa kali promo memberikan cashback hingga 100%. Dengan promo cashback ini, akan 'memaksa' masyarakat untuk menggunakan dompet digital tersebut.

Namun apakah hal tersebut akan meningkatkan jumlah pengguna dan jumlah transaksi? Menurut Made Astri, seorang warga yang ditemui di suatu gerai menyebutkan, bahwa dirinya menggunakan dompet digital saat awal kemunculan dompet digital tersebut karena tergiur akan promo cashback yang ditawarkan, namun setelah promo berakhir tidak lagi menggunakannya. "Saya saat itu memiliki beberapa akun dari dompet digital yang berbeda, dompet digital yang memberikan cashback menarik, itu yang saya gunakan dalam bertransaksi," ujar perempuan yang bekerja di suatu perusaahaan rekayasa perangkat lunak ini.

Namun kebiasaan ini perlahan-lahan mulai berubah terutama saat pandemik COVID-19. Karena adanya beberapa pembatasaan saat pandemik COVID-19 masih mengganas, memaksa masyarakat untuk menggunakan pembayaran digital. Pemerintahpun mendorong gerai-gerai untuk menyediakan sistem pembayaran digital salah satunya dengan menggunakan Qucik Response Code atau QR Code, sistem identifikasi yang merupakan evolusi dari penggunaan barcode. Dalam QR Code ini tersimpan data mengenai gerai secara digital dimana nantinya pembeli cukup memindai atau melakukan scan QR Code ini melalui aplikasi di ponselnya untuk melalukan pembayaran.

Pemerintahpun meluncurkan sistem QR Code bersama di Indonesia yang bernama Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS, dimana memudahkan gerai-gerai atau toko-toko memiliki satu QR Code yang bisa digunakan untuk semua dompet digital atau pembayaran digital. Selain itu, seperti dikutip dari lama Bi.go.id, bahwa pada Februari tahun 2021 pemerintah meluncurkan program #AyoPakai QRIS Road to 15 juta pengguna baru. Program ini merupakan salah satu progam yang diluncurkan pemerintah untuk mendukung salah satu agenda dalam Presidensi G-20 Indonesia 2022.

Saat ini, hampir sebagian besar gerai-gerai atau toko-toko sudah memiliki QRIS untuk keperluan transaksi digital ini. Selain digunakan untuk gera-gerai atau toko, sistem pembayaran digital sudah terintegrasi di hampir seluruh situs-situs e-commerce yang ada saat ini.

Selain itu, bank-bank yang ada pun sudah mulai beralih ke teknologi pembayaran digital menggunakan QRIS. Nasabah saat ini sudah bisa bertransaksi tanpa menggunakan kartu debit atau kredit lagi. Cukup instal aplikasi dari pihak bank di ponsel nasabah, nasabah sudah bisa melakukan pembayaran di gerai atau toko dengan cara scan QR Code pada toko tersebut.

Saat di sisi gerai atau toko sudah banyak yang menggunakan QRIS, harusnya di sisi pengguna atau masyarakat juga sudah mulai banyak yang menggunakannya. Masyarakat sendiri saat ini masih 'dibayang-bayangi' oleh promo cashback dalam penggunaan pembayaran digital ini. Didi Budiana, salah satu pengguna dompet digital mengungkapkan kalau dirinya hingga saat ini masih menggunakan dompet digital jika ada promo-promo cashback yang menarik saja. "Kalau tidak ada promo, saya masih memilih menggunakan transaksi konvensional baik dengan kartu debit, kredit, maupun uang. Nanti, kalau sudah 90 persen gerai atau toko menggunakan QRIS, mungkin saat itu saya lebih sering menggunakannya," ujar pria yang bekerja di salah satu kontraktor swasta di Denpasar ini.

Penggunaan QRIS seharusnya sudah bisa tersebar hingga warung-warung kecil baik di perkotaan maupun pedesaan. Selain itu juga, pemerintah bisa mempercepat penggunaan QRIS ini di pasar-pasar tradisional yang memang pengunjungnya sangat banyak. Sosialisasi kemudahan penggunaan sistem ini juga bisa lebih digencarkan terutama kepada para pedagang tradisional yang sebagian besar sudah berumur.

Langkah lain yang bisa diambil adalah, pemerintah bisa mendorong pihak bank untuk memberikan kemudahan kepada nasabahnya jika mau menggunakan sistem pembayaran digital ini. Salah satunya adalah memberikan biaya bulanan yang jauh lebih murah kepada nasabah yang mau menggunakan sistem pembayaran digital dibandingkan dengan yang memilih untuk tetap menggunakan kartu atm, debit atau kredit.

Dengan cara ini, nasabah pasti akan lebih memilih untuk menginstall aplikasi digital milik bank daripada tetap menggunakan kartu dalam bertransaksi. Toh, saat ini, sudah hampir semua bank menyediakan layanan tarik tunai tanpa kartu. Hal ini diperlukan jika memang harus memerlukan uang tunai untuk kebutuhan tertentu.

Sistem pembayaran digital ini memang sudah harus lebih dikembangkan lagi baik dari segi pengguna maupun teknologinya. Jika Indonesia tidak bisa mengikuti kemajuan teknologi di bidang ini, otomatis akan jauh tertinggal dengan negara-negara lain yang memang sudah lebih dahulu menerapkan sistem ini. Masyarakat, salah satunya melalui 1000 Aspirasi Indonesia Muda juga bisa bersuara lebih banyak lagi agar kebutuhan akan hal ini bisa didengarkan oleh pemerintah maupun pihak terkait.

Baca Juga: Lakukan Aksi Unjuk Rasa, Bupati Kediri Terima Aspirasi Mahasiswa 

Ari Budiadnyana Photo Verified Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Dimas Bowo
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya