[OPINI] Period Poverty: Soal Perempuan yang Belum Kamu Tahu

Kata siapa jadi perempuan itu enak?

Siapa sih yang nggak suka dengan perempuan? Yang paras ayunya membuat hari berwarna, yang lembut hatinya sanggup membolak-balikkan dunia, yang hadirnya mampu mengisi kosong hati yang luka?

Yah, ngomongin soal perempuan sepertinya memang  tiada habisnya. Makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini memang dikonstruksikan dengan kompleksitasnya yang terkadang bikin kagum, prihatin, bahkan speechless. Apapun itu, pada dasarnya kita sepakat bahwa perempuan adalah entitas yang kuat dan hebat. Secara fisik mungkin bisa dikatakan bahwa struktur tubuh perempuan tidak lebih kuat daripada laki-laki, namun dalam hal lain seperti ketahanan imun, kontrol emosi, perempuan tak terkalahkan.

Namun di luar itu, ada beberapa hal eksternal atau berasal dari luar perempuan yang menempatkan perempuan pada posisi tidak menyenangkan. Budaya patriarki, misalnya sebagai pola sistemik yang telah mengakar dalam konstruksi sosial masyarakat dengan sub problemnya yang kompleks. Di antara permasalahan yang timbul antara lain diskriminasi, seksisme dan opresi terhadap perempuan yang terjadi dalam waktu lama dengan dampak yang serius. Namun di sini kita tidak akan memperluas bahasan tentang patriarki, karena saya yakin sudah ada pembahasan yang lebih mantap tentangnya.

Ada satu masalah tentang perempuan yang menurut saya masih jauh dari diskusi-diskusi panjang. Istilahnya period poverty, atau kemiskinan menstruasi. Period poverty diartikan sebagai kondisi dimana perempuan mengalami kesulitan akses untuk memperoleh produk kebutuhan menstruasi yang aman dan higienis dan akses pengetahuan tentang menstruasi. Adanya kondisi semacam ini disebabkan oleh faktor ekonomi dan stigma masyarakat terhadap menstruasi sendiri. contoh sederhananya, banyak loh perempuan-perempuan yang mengalami menstruasi tidak bisa menggunakan pembalut karena harganya yang mahal atau sulit untuk didapatkan.

Tapi sebenarnya, permasalahannya lebih dari itu. Karena produk kebutuhan menstruasi tidak hanya pembalut saja, tapi juga meliputi beberapa kebutuhan lain seperti tampon, obat nyeri, bahkan kebutuhan akan air bersih. Dan semua kebutuhan tersebut seharusnya tersedia terus-menerus mengingat menstruasi dialami oleh perempuan setiap sebulan sekali. Padahal, realitanya tidak semua perempuan di dunia mempunyai kemampuan untuk mendapatkannya dengan mudah. Bagi banyak perempuan, harga pembalut (atau sejenisnya) dan obat nyeri menstruasi tergolong mahal, sementara mereka harus mencukupi kebutuhan dasar seperti makanan. Di beberapa daerah bahkan produk-produk tersebut sulit untuk ditemukan karena letaknya yang mungkin jauh dari jangkauan industri. Selain itu, selama menstruasi perempuan juga  membutuhkan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik. Namun faktanya kita tahu bahwa masih banyak penduduk yang yang tidak memperoleh akses tersebut.

Kondisi ini diperparah dengan sulitnya akses untuk mendapatkan pengetahuan atau informasi mengenai menstruasi. Menstruasi bagi beberapa kalangan memang masih dianggap sebagai hal yang tabu sehingga cenderung dihindari sebagai pembicaraan. Akibatnya, perempuan terutama yang baru pertama kali mengalami menstruasi justru malu, bingung, bahkan ketakutan menghadapinya. Hal itu terus berlanjut sampai seiring berjalannya waktu, perempuan menjadi tidak menyadari tentang pemahaman siklus menstruasi dan apa saja yang harus dilakukan selama periode menstruasi agar tidak membahayakan bagi kesehatan.

Stigmatisasi dalam masyarakat juga tak kalah kronisnya. Selama bertahun-tahun perempuan diajarkan untuk tidak membicarakan soal menstruasi kepada yang tidak mengalaminya. Bahkan pada beberapa kasus, perempuan mengalami perundungan akibat menstruasi yang ia jalani. Contoh lainnya ketika perempuan merasa risih dan canggung ketika membeli pembalut apabila yang melayani adalah laki-laki. Hal-hal tersebut bisa terjadi karena pemikiran seperti menstruasi adalah hal yang sangat privat atau menstruasi berkaitan dengan pornografi.

Kompleks memang. Yang paling penting sekarang adalah bagaimana agar period poverty ini sedikit demi sedikit dapat dihilangkan.

Lantas, apa sih yang seharusnya kita lakukan?

Well, karena ini permasalahan yang kompleks, saya kira butuh kontribusi dari banyak pihak untuk mengupayakan agar period poverty tidak terus-terusan terjadi. Namun menurut saya, simpelnya bisa kita bagi menjadi dua langkah strategis yang harus diusahakan bersamaan, yakni bagaimana untuk memudahkan akses perempuan terhadap produk menstruasi dan bagaimana untuk mengurangi stigma menstruasi yang berkembang dalam masyarakat.

Dalam mengupayakan akses terhadap produk menstruasi, perlu didorong juga agar pemegang otoritas seperti pemerintah, institusi pendidikan, dan korporasi dapat membuat kebijakan penyediaan pembalut atau tampon gratis bagi yang mengalami menstruasi. Langkah ini sangat penting karena tentunya pemegang otoritas terutama pemerintah mempunyai kewenangan dan kekuasaan yang dapat membantu mengurangi period poverty terhadap kebutuhan produk. Di lain sisi, masyarakat juga tentunya dapat berkontribusi besar misalnya dengan gerakan pemberian pembalut kepada perempuan yang aksesnya sulit melalui komunitas. Selain itu juga dapat memperdalam lingkup penelitian tentang hal ini agar basis secara ilmiah kuat. Penelitian nantinya juga bisa dijadikan sebagai bahan policy brief yang ditujukan untuk pembuat kebijakan.

Sedangkan untuk menekan stigma, di sini peran komunitas atau organisasi sangat penting untuk mengupayakan edukasi dan advokasi bagi masyarakat. Bukan berarti harus secara masif dan luas, kegiatan tersebut bisa dilakukan mulai dari lingkup yang paling kecil yaitu diri sendiri melalui usaha pendalaman informasi. Setelah itu bisa dilakukan terhadap orang-orang dekat, agar semakin mudah stigma bisa dihilangkan. Edukasi juga sebaiknya disertai materi mengenai pengelolaan menstruasi dengan baik, mulai dari peningkatan kesadaran akan siklus menstruasi, sampai edukasi hal-hal yang dapat membahayakan kesehatan selama menstruasi berlangsung.

Akhir kata, mari kita doakan untuk seluruh perempuan di penjuru dunia dan orang-orang yang mengalami menstruasi agar senantiasa diberkati kebaikan, kebahagiaan dan kesehatan.

Bagaimanapun, tidak semua perempuan mengalami menstruasi dan tidak semua yang mengalami menstruasi adalah perempuan. Beberapa pihak menggunakan terminologi “menstruators” untuk menyebut orang-orang yang mengalami menstruasi.

Baca Juga: [OPINI] Eksploitasi Kemiskinan, Masalah Praktik Poverty Porn

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya