[OPINI] Menguak Prostitusi Terselubung Dalam Tinder di Bali

Hanya di Bali, atau di kotamu juga ada?

Gemerlap dunia malam Bali dengan segala sisi magnetnya masih sukses menarik wisatawan mancanegara. Namun wisata birahi pun menjadi salah satu opsi jawara. Lelah menjajakan diri di jalan, para pekerja seks memilih aplikasi online sebagai perantara. Dari perempuan hingga waria, mereka berbagi malam dan kisah dengan penggembira, memilih Tinder menjadi muara.

Seperti inilah pengalaman penulis sebagai pengguna Tinder aktif sejak tahun 2016:

1. Berdiri tahun 2012, Tinder melaporkan pendapatannya sudah mencapai Rp6,5 triliun tahun 2018

[OPINI] Menguak Prostitusi Terselubung Dalam Tinder di BaliEdited by Writer via Canva

Aplikasi Tinder pertama kali diluncurkan tahun 2012 oleh Sean Rad dan Jonathan Badeen. Tinder menuai sukses yang cukup signifikan sejak debutnya. Hanya butuh satu tahun, Tinder berhasil menyabet penghargaan pertama pada 2013, dengan sukses memenangkan TechCrunch's Crunchie Award untuk kategori "Best New Startup of 2013". Di Indonesia, Tinder mulai ramai diunggah sejak tahun 2016.

Aplikasi berlogo dominan merah dengan api putih ini telah diunduh sebanyak 11 juta kali di App Store dan memiliki lebih dari 50 juta pengguna aktif setiap bulannya. Pada November 2018, Tinder secara resmi melaporkan jumlah pengguna berbayarnya atau yang juga disebut Tinder Gold yang telah mencapai 4,1 juta orang pada kuartal ketiga (Q3) 2018. Pada kuartal ketiga 2018, Match Group juga melaporkan pendapatan Tinder sudah mencapai USD444 juta (Rp6,5 triliun) atau naik 29 persen jika dibandingan dengan kuartal yang sama tahun lalu.

Baca Juga: Frontal! Englishbusters Kritik Bahasa Inggris Influencer Indonesia

2. Para pengguna Tinder di Bali. Siapa saja mereka?

[OPINI] Menguak Prostitusi Terselubung Dalam Tinder di BaliPexels.com/Lino Khim Medrina, diedit di Canva

Penetrasi Tinder dalam kondisi sosial budaya touristic Bali menghadirkan pola yang menarik. Penulis yang telah mengamati dan menjadi pengguna aktif Tinder sejak tahun 2016 menemukan, bahwa hampir 70 persen pengguna baik laki-laki dan perempuan, didominasi oleh pendatang (Ekspatriat atau wisatawan).

Selain terdeteksi dari paras, pendatang tersebut kerap menyatakan deskripsi dirinya pada bagian About Me. Sedangkan 20 pesen dari pengguna Tinder merupakan pribumi. Baik warga asli Bali, maupun warga di luar Bali yang sedang singgah atau menetap di Bali.
 
Mekanisme penggunaan Tinder, dilengkapi dengan pola unik sosial di Bali telah membuka peluang yang lebih lebar untuk timbulnya interaksi antara pribumi dengan warga pendatang tersebut. Faktanya, interaksi tersebut memang tidak bisa dipungkiri.

Bali yang kental dengan dunia pariwisata telah memberi ruang luas untuk terjadinya interaksi antar dua pihak berbeda warga negara, baik antara pekerja pariwisata dengan 'tamu' (Istilah untuk menyebut Turis Asing), pertemanan yang terjalin melalui klub sosial, dan beberapa kesempatan lainnya.
 
Di balik terbuka lebarnya gerbang sosial, tidak bisa dipungkiri bahwa ada satu atau dua motif yang tidak lumrah dalam penggunaan Tinder di Bali. Mulai dari mencari teman, Travel Buddy , mempromosikan bisnis (Guide, driver, agen properti), hooking up, dan juga menawarkan 'jasa layanan' yang lain.

Setelah sebelumnya para pekerja seks dengan jelas menjajakan diri di jalan seputaran jantung kota Pariwisata di Bali, ataupun di klub–klub malam dan kafe di lokasi yang sama, para 'kupu-kupu malam' tersebut kini melihat Tinder sebagai kesempatan bisnis yang baru.

Fitur aplikasi Tinder yang memungkinkan pengguna untuk mengunggah 10 foto, mendeskripsikan dirinya dalam 500 karakter About Me, dan mengatur match sesuai lokasi, dinilai pas dengan lingkungan bisnis para penghibur tersebut.

3. Prostitusi dalam Tinder. Pernah membayar Rp750 ribu untuk satu ronde

[OPINI] Menguak Prostitusi Terselubung Dalam Tinder di BaliPixabay.com/Peter Kraayvanger, diedit di Canva

Ya, pekerja seks ada di antara 'tinderella; – sebutan bagi perempuan yang sering bermain Tinder dan menggunakan dating application ini sebagai medianya. Beberapa dari mereka menyebutkan identitas dalam About me secara jelas. Contoh: Here for escort, PM for
short time, DM for massage plus plus, dan sebagainya. Ada pula yang memilih tidak menyebutkan, statement tersebut diperjelas dengan foto syur nan menggoda.

Mekanisme prostitusi dalam Tinder cukup normal. Kedua belah pihak tentu harus match terlebih dahulu. Dari match terbuka chat room, dilanjutkan dengan dealing harga dan layanan, kemudian bertemu dalam suatu tempat yang sudah ditentukan.

Salah satu narasumber yang tidak bisa disebutkan namanya mengatakan, ia pernah menggunakan jasa layanan seksual ini. Wisatawan dari salah satu negara di Asia tersebut mengaku membayar Rp750 ribu untuk satu ronde (Satu ronde = satu ejakulasi). Sang perempuan datang ke hotel yang sudah disepakati, dan segera pulang setelah pelayanan dilakukan.

Situasi ini jelas menguntungkan apabila kedua belah pihak memiliki tujuan yang sama, namun akan sedikit mengganggu apabila tidak datang dengan misi yang sama. Layanan yang ditawarkan pun tidak melulu menjurus kepada seks. Ada dari mereka yang menawarkan jasa massage plus plus, pendamping pesta, ‘teman jalan–jalan ’ dan sebagainya.

4. Banyak lady boy dalam aplikasi Tinder di Bali

[OPINI] Menguak Prostitusi Terselubung Dalam Tinder di BaliPixabay.com/Geralt

Dalam satu tahun pengamatan, penulis bertemu dengan beberapa narasumber penguna Tinder. Satu hal yang diamini oleh narasumber, adalah terlalu banyak escort dan lady boy dalam aplikasi ini di Bali. Umumnya, para lady boy akan dengan jelas mencantumkan title lady boy, atau mencantumkan pada bagian About Me tentang identitas tersebut.

Keberadaan mereka memang tidak perlu dipersalahkan. Namun, foto yang menggoda, deskripsi diri yang mengundang, serta penekanan dari titel lady boy tersebut mengundang tanda tanya, apakah di balik itu mereka menawarkan jasa yang menjurus pada prostitusi?

5. Tinder gandeng Ogilvy untuk mengubah citra hook up

[OPINI] Menguak Prostitusi Terselubung Dalam Tinder di BaliPexels.com/Tofros.com, diedit di Canva

Citra Tinder sebagai aplikasi kencan dan selipan modus prostitusi
sepertinya sudah sampai ke telinga perusahaan. Pada akhir tahun 2018, Tinder resmi menggandeng Ogilvy, salah satu agensi Marketing, Communication, dan Branding di Indonesia. Kerja sama ini bertujuan untuk mengubah image dan persepsi Tinder di Indonesia, yang sebelumnya sebagai aplikasi kencan dan hook up, menjadi sarana untuk bertemu orang-orang dengan minat yang sama.

Inisiasi ini dinilai bahwa budaya hook up kurang sesuai dengan budaya Indonesia. Untuk mengubah persepsi ini memang tidak mudah. Oleh karenanya dibutuhkan strategi komunikasi dan marketing yang komprehensif untuk mengubah citra tersebut.

Prostitusi online belakangan mulai merebak. Tak dinyana, pekerjaan yang rumornya sudah ada dari abad ke-17 ini bisa menghasilkan uang ataupun melicinkan urusan dalam waktu yang singkat. Tinder, salah satu aplikasi yang dinilai sebagai sarananya. Brand Image bisa saja diubah, namun apa perilaku penggunanya akan ikut bertransformasi?

Baca Juga: 7 Artis Indonesia yang Bahasa Inggrisnya Dikoreksi Englishbusters

AYU WULANDARI Photo Writer AYU WULANDARI

Ayputriw@gmail.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya