Menghapus Bosan Saat Harus Berkenalan dengan Virus Corona

#SatuTahunPandemik COVID-19

Tidak terasa sudah satu tahun menjalani kehidupan di tengah pandemik virus bernama Sars-Cov-2 atau kerap kali disebut COVID-19. Virus yang dapat menyebar dengan cepat, tidak terlihat, tidak berbau, memasuki tubuh manusia melalui mata, hidung, dan mulut dengan senyap lalu dalam beberapa hari dapat merusak sistem kerja hampir seluruh organ tubuh manusia.

Ada yang bisa selamat, ada yang kehilangan sebagian kerja tubuhnya, bahkan ada pula yang berujung kematian karena tidak bisa bertahan diserang virus ini. COVID-19 tidak mengenal jenis kelamin, usia, kebiasaan, apalagi harta dan kekayaan. Ia bisa menyerang semua manusia.

Siapa sangka, aku yang baru saja meniti karier dan membayangkan kehidupan dunia kerja yang diidam-idamkan para fresh graduate harus mengubur khayalan tersebut karena pandemik. Aku kehilangan momen kebersamaan bersama rekan kerja yang sering kutonton di film serial, seperti bekerja sama dalam sebuah proyek, mengobrol antar kubikel, mengikuti acara di kantor, kumpul selepas pulang kerja di sebuah kafe dan membicarakan betapa beratnya pekerjaan yang dilalui hari tersebut, serta momen kebersamaan lainnya. Kita dipaksa harus menekan keinginan tersebut karena pandemik, yang memaksa harus bekerja dari rumah (work from home).

Kita terpaksa melakukan pekerjaan secara virtual selama setahun dan belum tahu kapan pandemik berakhir. Sebagai seorang yang ekstrovert yang melakukan healing dengan bertemu banyak orang, keharusan dari berdiam diri di rumah terasa seperti penjara, amat berat dilakukan sejak hari pertama stay at home dilakukan.

Untuk mengobati kebosanan berada di dalam rumah, aku melakukan berbagai macam kegiatan. Mulai dari kegiatan yang menghabiskan banyak energi seperti workout mengikuti Chloe Ting, belajar memasak seperti membuat corn dog, pie susu teflon, kopi dalgona, mengikuti tren membuat perhiasan dari beads warna-warni, membeli berbagai cat warna untuk belajar melukis, dekorasi kamar, belajar make-up, mengikuti berbagai webinar, belajar bahasa asing baru, bertemu dengan teman-teman lama secara daring, belajar berbisnis, sampai kegiatan malas-malasan seperti menonton segala macam film, serial drama Korea, acara ragam, atau mengunduh game di ponsel dan memainkannya sambil rebahan seharian di kamar. Namun, tetap saja berbagai kegiatan tersebut tidak bisa mengobati kerinduan dari kehidupan normal sebelum pandemik.

Ditambah lagi, tahun lalu, setelah lima bulan menjalani kehidupan dengan cara baru di tengah pandemik, dengan segala usaha dan cara agar terhindar dari virus tersebut, tak disangka justru tiba saatnya aku berkenalan secara langsung dengan virus corona.

Merasakan virus tersebut mulai memporak-porandakan beberapa sistem kerja organ tubuh saya. Demam, flu, sempat merasakan buang air yang tidak nyaman, sakit di tulang punggung, sulit fokus, dan kehilangan penciuman dan indera perasa. Aku cukup terpukul saat itu, karena kalau dipikir-pikir, aku adalah salah satu orang yang lumayan ‘lebay’ menghadapi virus corona, saat di kendaraan umum menuju kantor selalu memakai jaket, dua masker kain dan face shield.

Aku juga selalu mandi dan mencuci baju yang kupakai sehabis keluar rumah, menyemprot barang dan ruangan dengan disinfektan setiap hari dan cara lainnya agar aku bisa melindungi diri dan keluarga dari virus corona. Namun, tak disangka-sangka virus tersebut menyerang ketika aku berada di tempat yang menurut ku saat itu aman.

Sebagai pasien COVID-19 saat itu, aku tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan dan pengandaian yang hanya membuat imunitas memburuk.

Supaya segera sembuh, aku mengonsumsi vitamin, obat, sayur, buah, serta berjemur dan berolahraga. Penting juga agar tidak stres tidak boleh terlalu banyak pikiran. Aku berusaha untuk tidak menyalahkan keadaan. Aku memilih untuk melakukan kegiatan menyenangkan. Aku bersyukur memiliki teman-teman dan keluarga yang suportif dan akhirnya bisa diajak untuk kooperatif mematuhi protokol kesehatan.

Setelah melakukan isolasi mandiri di rumah, aku menyandang status sebagai penyintas dan dinyatakan negatif virus corona pada hari ke-13. Rasanya pengumuman mendapat peringkat, lolos masuk kuliah, wisuda, dan dapat kerja tidak lagi begitu mengharukan dibandingkan pengumuman bahwa sudah dinyatakan sembuh dari COVID-19.

Kebahagiaan yang didapat amat sangat tak terhingga, pun setelah sembuh aku merasa menjadi manusia yang lebih baik, lebih sabar, bisa lebih tahan untuk tidak keluar dan berada di rumah dengan lebih ikhlas, dan bisa lebih banyak bersyukur. Sepertinya tanpa pandemik, aku tidak bisa merasakan momen agar aku bisa lebih mengenal diri sendiri dan bisa lebih bersabar menghadapi keadaan. Satu tahun pandemik sangat berat dijalankan, tapi juga menjadi satu tahun yang cukup berkesan.

#SatuTahunPandemik adalah refleksi dari personel IDN Times soal satu tahun virus corona menghantam kehidupan di Indonesia. Baca semua opini mereka di sini.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya