Millenial dan Rumput Laut: Solusi Ekonomis Atasi Perubahan Iklim

Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui 

Perubahan iklim dan pemanasan global telah memberikan dampak serius terhadap kehidupan masyarakat pesisir. Meningkatnya emisi karbon dan gas lainnya membuat efek rumah kaca, yang menjadikan suhu, intensitas cahaya matahari, dan sirkulasi air laut menjadi berubah-ubah.

Alhasil, ekosistem laut menjadi terganggu dan produktivitas masyarakat pesisir menjadi menurun. Berdasarkan data dari Bappenas, kerugian ekonomi Indonesia akibat perubahan iklim diperkirakan mencapai Rp544 triliun pada tahun 2020-2024. Kerugian ini berasal dari 4 sektor, dengan sektor kelautan diperkirakan mengalami kerugian paling besar.

Indonesia memiliki luas lautan sebesar 3.257.483 km2. Sayang apabila sumber daya laut menurun begitu saja, akibat masalah perubahan iklim. Terlebih, banyak masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan bekerja mengandalkan hasil laut.

Jika masalah perubahan iklim tidak segera teratasi, tentu perekonomian dan kehidupan masyarakat pesisir akan ikut terancam, dan memberikan dampak negatif pada perekonomian negeri.

Tercatat, ada lima komoditas ekspor unggulan Indonesia dari sektor kelautan: udang, kelompok cumi, sotong, dan gurita, ikan tuna, rumput laut, dan ikan beku. Dari lima komoditas ekspor unggulan tersebut, rumput laut memiliki potensi tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk membantu menangani masalah perubahan iklim, sekaligus meningkatkan nilai ekonomi negeri dari segi ekspor dan juga pariwisata.

Rumput laut memiliki peranan penting bagi ekosistem laut. Sama halnya dengan tumbuhan darat lainnya, rumput laut mampu melakukan fotosintesis, menyerap emisi karbon dalam jumlah banyak dan menghasilkan oksigen dengan baik.

Memanfaatkan rumput laut dapat membantu Indonesia mengatasi masalah perubahan iklim dengan lebih ekonomis, dengan kata lain, membantu petani dan pedagang rumput laut dapat menjadi salah satu solusi penanganan perubahan iklim yang tepat, sekaligus menjadi cara sederhana dalam memulihkan perekonomian Indonesia pasca COVID-19.

 

Petani rumput laut, millenial, dan teknologi

Teknologi membawa banyak perubahan dan kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Millenial sebagai generasi pertama yang mengenal teknologi, tidak pernah absen untuk ikut mengenal trend teknologi yang diciptakan dunia.

Hasil data survei Kominfo tahun 2021 mengatakan bahwa literasi digital di Indonesia mulai membaik ketimbang tahun sebelumnya, dengan indeks literasi digital mencapai 3.49. Namun, kita tidak boleh terlena, karena pada kenyataanya masih banyak masyarakat Indonesia yang belum sadar teknologi digital. Masyarakat pesisir dan petani rumput laut adalah salah satu contohnya.

Turunnya permintaan, keterbatasan infrastruktur, harga pasar yang terus berubah, ditambah dengan pandemik COVID-19 menjadikan petani dan pedagang rumput laut menjadi semakin terpuruk. Mereka harus banyak merugi. Kondisi cuaca yang tidak stabil dan laut yang pasang surut, sering kali membuat bibit rumput laut yang ditanam hilang terbawa ombak.

Kegagalan panen juga terjadi akibat cuaca panas dan hujan yang tidak menentu. Rumput laut rusak, muncul penyakit ice-ice yang membuat rumput berubah menjadi putih. Belum lagi turunnya permintaan pasar mengakibatkan munculnya permainan harga.

Alhasil, demi memenuhi kebutuhan hidup, petani dan pedagang memilih untuk melakukan panen rumput laut lebih awal dan langsung menjual hasil produksi rumput laut mentah keluar daerah.

Keterbatasan infrastruktur dan ilmu pengetahuan membuat petani rumput laut tidak mampu melakukan pengolahan rumput laut sendiri menjadi hasil produk daerah. Padahal, jika dijual dalam bentuk olahan, harga produk rumput laut bisa saja lebih tinggi dari harga rumput laut mentah. 

Menangani hal ini, pemerintah bisa membuat kebijakan terkait budidaya rumput laut guna mengatasi masalah perubahan iklim sekaligus memperbaiki nilai ekonomi masyarakat pesisir yang ada di setiap daerah Indonesia.

Pemerintah juga bisa membuat kebijakan untuk membangun dan mengajak generasi millenial yang ada di setiap stakeholder, mulai dari akademisi, komunitas, sektor bisnis dan UMKM, media massa, hingga masyarakat dan pemerintah daerah untuk berkolaborasi dalam satu wadah atau organisasi yang sama, guna membantu petani rumput laut lebih cepat beradaptasi terhadap perubahan iklim dan kemajuan teknologi.

Melalui organisasi tersebut, generasi millenial memiliki kesempatan yang sama untuk berdiskusi dan membantu petani rumput laut dalam melakukan budidaya, pengolahan, dan penjualan digital produk rumput laut, sehingga masalah perubahan iklim dan percepatan pemulihan ekonomi Indonesia bisa terlaksana lebih cepat dengan cara yang lebih ekonomis.

Agenda perubahan iklim di KTT G20

Pada kegiatan KTT G20 tahun 2022 ini, Indonesia sebagai tuan rumah memiliki kesempatan penuh untuk dapat memimpin beberapa pembahasan terkait arsitektur kesehatan global, transformasi digital, serta transisi energi berkelanjutan untuk mencapai pertumbuhan global yang kuat dan pemulihan ekonomi pasca COVID-19.

Mengusung tema Recover Together, Recover Stronger, agenda perubahan iklim berfokus pada tiga pembahasan, yaitu mendukung pemulihan berkelanjutan, peningkatan aksi berbasis darat dan lautan, dan peningkatan mobilisasi sumber daya untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim. 

Pembahasan agenda perubahan iklim di KTT G20 ini mendukung 4 kebijakan penanganan perubahan iklim yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam konferensi Perubahan Iklim tahun 2021 lalu, yaitu: Climate Change Fiscal Framework (CCFF), carbon pricing, Energy Transition Mechanism (ETM), dan pooling fund bencana, guna mengidentifikasi dan membangun strategi, serta menghitung berapa besar dana yang dibutuhkan dalam mengatasi masalah perubahan iklim.

Menuju Indonesia yang lebih baik

Melalui agenda penanganan perubahan iklim tersebut, 1000 Aspirasi Indonesia Muda mengharapkan pemerintah Indonesia dapat membuat kebijakan, membentuk wadah atau organisasi yang terdiri dari generasi millenial yang dapat membentuk aksi nyata.

Pemerintah perlu melakukan investasi besar dalam mengatasi masalah perubahan iklim. Tidak hanya dengan memberikan infrastruktur yang memadai, namun memberikan edukasi dan bantuan, keseragaman pemahaman budidaya dan produksi produk rumput laut yang mampu berkembang di era digital, sehingga petani dan pedagang rumput dapat menjadi tonggak dalam penanganan masalah perubahan iklim dengan cara yang lebih ekonomis dan sederhana, yaitu memanfaatkan komoditas dan sumberdaya dalam negeri dengan lebih maksimal. 

Memanfaatkan kegiatan Presidensi G20 Indonesia, pemerintah dapat mengajak generasi millenial ikut membantu mewujudkan dan meningkatkan aksi pemulihan berkelanjutan, perlindungan lingkungan hidup dan mobilisasi sumber daya, dalam mengatasi masalah perubahan iklim, sehingga dapat terwujud Indonesia yang lebih maju dan sehat, mampu menjadi contoh di kancah global dalam penanganan isu perubahan iklim.

Baca Juga: 5 Tips Menjaga Kesehatan Kulit di Tengah Perubahan Iklim, Yuk Terapkan

Rosalia Dhea Puspitasari Photo Writer Rosalia Dhea Puspitasari

Hobinya membaca dan menulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura

Berita Terkini Lainnya