[OPINI] Meiliana: Putusan Hakim Subjektif Vs Revisi UU Penodaan Agama

Tanggapanmu?

Menyoal sikap toleransi dan penistaan agama sudah menjadi isu yang tiada habisnya. Indonesia dengan berbagai macam agama, suku, ras, keturunan dan sebagainya, apakah masih pantas mempermasalahkan sikap toleransi dikalangan masyarakat? Indonesia dengan mayoritas masyarakat beragama muslim sangat sensitif dengan hal yang berbau agama dan penistaan agama.

Tidak jarang hal yang mungkin awalnya dianggap sepele malah sebaliknya menjadi masalah yang dibesar-besarkan oleh media dan ujaran kebencian kepada tersangka? Dalam kurun waktu belakangan ini, sudah terdapat beberapa kasus yang menyinggung tentang penistaan/penodaan agama. Seperti kasus Meiliana yang divonis penjara 18 bulan oleh hakim Pengadilan Negeri Medan.

Ada dua hal yang menjadi sorotan dari isu Meiliana terhadap pengeras suara azan di Tanjung Balai:

1. Putusan hakim dianggap putusan yang berdasarkan sentimen mayoritas

[OPINI] Meiliana: Putusan Hakim Subjektif Vs Revisi UU Penodaan AgamaANTARA FOTO/Septianda Perdana

Perkataan Meiliana dianggap telah diperkeruh dengan menambahkan opini masyarakat yang membuat Meiliana menjadi terpojokkan. Dengan opini ‘tambahan’ masyarakat yang memperkeruh dan membuat masalah ini semakin besar, dan pemanfaatan sosial media yang menyoroti masalah ini dari berbagai sudut pandang.

Ditambah lagi desakan dan protes yang ditunjukkan oleh masyarakat sekitar membuat putusan hakim dianggap mengambil posisi aman dari desakan masyarakat, serta berdasarkan keputusan masyarakat mayoritas. Sejak awal proses penodaan agama dalam perkara ini sudah berjalan diluar jalur fair trail dan dipicu oleh sentimen SARA.

Sudah seharusnya sebagai pemerintah yang menjadi acuan dan “tempat meminta keadilan” berlaku seadil-adilnya tanpa bersifat subjektif terhadap suatu pihak, harus mengabaikan faktor-faktor yang menghalangi pengambilan keputusan secara adil bagi orang-orang yang terlibat, dan tidak berlindung di balik masyarakat mayoritas tanpa mengetahui fakta-fakta yang sebenarnya terjadi. Sehingga pada akhirnya dihasilkan keputusan yang terkesan ‘cari aman’.

2. Mempertimbangkan kembali UU Hukum Pidana (KUHP) Pasal 156 tentang penodaan agama yang harus di revisi

[OPINI] Meiliana: Putusan Hakim Subjektif Vs Revisi UU Penodaan Agamaourlawyer.co.za

Dari banyaknya kasus penistaan agama, sudah saatnya pemerintah berkaca ulang mengenai Undang Undang Hukum Pidana tentang penodaan agama, yang sering disalahgunakan untuk memenjarakan dan menindas kaum-kaum minoritas yang belum tentu bersalah pada kasus terkait.

Pemerintah harus menegakkan dan memperjelas secara detail batasan-batasan yang menjadi bagian dari pelanggaran atas Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 156, dan tidak melupakan pertimbangan hak asasi manusia (HAM). bukan sekadar pertimbangan hukum dalam pengambilan keputusan.

Namun pada akhirnya, mari sama-sama berkaca dan mengevaluasi diri atas peran yang diemban masing-masing. Pertanyaannya, apakah kita telah menjalankan peran semaksimal mungkin dan sebaik mungkin tanpa merugikan orang lain? Mari jadikan setiap kejadian yang terjadi di Indonesia sebagai titik refleksi atas semua yang sudah kita kerjakan, baik sebagai orang yang dipimpin maupun orang yang memimpin di negara kita, Indonesia tercinta.

Teruntuk generasi millennial, bergeraklah, berjuanglah pada posisi yang benar dan tegakkan keadilan dengan tidak menjadi pemuda yang menjadi sampah masyarakat. Semoga menjadi Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Dinda Shezaria Hardy Lubis Photo Writer Dinda Shezaria Hardy Lubis

Spoken words blow with the wind, but what is written will remain.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya