[OPINI] Childfree: Pilihan yang Sering Dianggap Egois

Menurutmu, apakah childfree adalah keputusan yang egois? 

Ada anggapan yang menyatakan jika hidup memiliki tahapan yaitu sekolah, kerja, menikah kemudian memiliki anak dan membangun keluarga yang bahagia adalah jalan menuju hidup yang ideal. Namun, saat ini dengan dengan adanya kemudahan alat komunikasi membuat banyak sekali orang yang berbagi pendapat dan pemikirannya lewat sosial media. Salah satunya adalah tentang childfree.

Childfree sekarang sudah tidak asing lagi karena influencer Gita Savitri dan sang suami menyatakan dengan berani jika mereka memilih childfree. Masyarakat Indonesia masih menganggap jika anak adalah bentuk rezeki serta karunia dari Tuhan dan rezeki tidak boleh ditolak. Maka, ada anggapan jika melakukan childfree sama saja dengan menolak rezeki yang diberikan Tuhan.

Pada dasarnya ada banyak sekali hal yang dipertimbangkan oleh orang-orang sebelum memilih childfree mulai dari masalah kesehatan, finansial, mental, hingga trauma masa kecil. Argumen tentang childfree ini menimbulkan banyak sekali pro dan kontra di masyarakat. Salah satu stigma yang diberikan kepada pasangan childfree adalah dianggap egois karena dianggap sebagai penolakan terhadap rezeki yang diberikan Tuhan dan tindakan menentang kodrat sebagai manusia yang sejatinya harus meneruskan keturunan lewat pernikahan.

Umumnya alasan pasangan yang melakukan childfree adalah karena faktor eksternal seperti adanya trauma yang disebabkan oleh lingkungan keluarga yang toksik hingga berpikir jika memiliki anak akan membutuhkan banyak sekali pengorbanan. Pasangan yang melakukan childfree menganggap jika keputusan dalam memilih childfree adalah pilihan yang realistis mengingat kondisi yang akan dialami.

Childfree di Indonesia

[OPINI] Childfree: Pilihan yang Sering Dianggap Egoisilustrasi ibu dan anak. (pexels.com/Daria Obymaha)

Menikah kemudian memiliki anak dan membangun keluarga yang bahagia adalah hal yang lazim dilakukan di Indonesia sehingga akan dianggap aneh jika tidak melakukan hal tersebut. Namun, saat ini mulai banyak yang merasa jika menikah tidak harus memiliki anak yang ramai disebut childfree.

Keputusan childfree ini masih dianggap sebagai keputusan yang tidak umum di Indonesia. Anggapan yang mengaitkan rezeki dan anak dalam budaya Indonesia membuat childfree masih tidak bisa diterima oleh generasi tua.

Masyarakat yang menentang childfree berpikir jika tujuan menikah adalah untuk ibadah dan memiliki keturunan. Jika tidak memiliki anak maka tujuan utama dari menikah akan hilang dan dianggap sebagai pribadi yang egois karena memiliki kemampuan dan kesempatan untuk memiliki anak malah memilih untuk tidak memiliki anak.

Di Indonesia dengan masyarakat yang masih sangat konservatif dan pola pikir yang menganalogikan antara anak dan rezeki membuat childfree masih sangat sulit diterima di Indonesia.

Anak adalah investasi jangka panjang(?)

[OPINI] Childfree: Pilihan yang Sering Dianggap Egoisilustrasi investasi. (pexels.com/Carlos Pernalete Tua)

Masyarakat Indonesia belum akrab dengan istilah childfree apalagi dengan adanya konsep anak adalah rezeki yang nantinya akan berguna bagi orangtua dimasa mendatang. Menjadikan orang yang memilih childfree dirasa tidak wajar karena menolak tradisi. Pihak yang memiliki kontra terkait childfree tersebut merasa jika tujuan utama dari menikah adalah memiliki anak dan melanjutkan keturunan.

Masyarakat Indonesia menganggap jika memiliki anak akan mendapatkan banyak sekali keuntungan seperti ada yang merawat ketika sudah tua atau jika nantinya mereka sudah tua serta tidak sanggup bekerja lagi akan ada anak yang bisa menghidupi. Jika suatu hari anak menolak merawat orangtua atau hanya memberikan sedikit penghasilannya orangtua merasa kecewa akan anak akan dianggap sebagai anak durhaka yang tidak tahu balas budi.

Argumen tersebut secara tidak langsung menganggap jika anak adalah objek yang bisa dimanfaatkan oleh orangtua dengan dalih balas budi. Masyarakat Indonesia berpikir jika anak harus menerima jika dijadikan orangtuanya sebagai objek investasi sebagai upaya untuk membalas jasa orangtua dan jika menolak maka akan disebut sebagai anak durhaka.

Realistis dalam childfree

[OPINI] Childfree: Pilihan yang Sering Dianggap Egoisilustrasi pasangan di pantai. (pexels.com/Asad Photo Maldives)

Baca Juga: 5 Pertimbangan sebelum Memutuskan Childfree, Pikirkan secara Matang

Banyak anak banyak rezeki adalah kepercayaan yang saat ini masih dipercaya oleh sebagian orang. Nyatanya, hal tersebut tidak dapat dibenarkan pada saat ini dengan kondisi biaya hidup yang semakin tinggi membuat biaya yang harus dikeluarkan untuk melahirkan dan membesarkan anak pun semakin tinggi

Karena hal tersebut yang membuat banyak sekali pasangan muda memilih untuk menunda memiliki anak dan lebih fokus mempersiapkan diri dan kecukupan finansial terlebih dahulu guna memberikan lingkungan yang layak bagi anaknya daripada terburu-buru memiliki anak dengan kondisi finansial yang belum siap. Namun, hal tersebut justru dianggap aneh bagi sebagian masyarakat Indonesia yang berpikir jika anak membawa rezeki yang jika orangtua mengalami kesulitan finansial dengan hadirnya anak diharapkan kesulitan finansial tersebut bisa diatasi.

Tirto.id pernah membuat perhitungan estimasi biaya membesarkan anak yang jika dihitung anak tersebut lahir pada tahun 2016 dan diperkirakan pada usia 21 tahun anak tersebut sudah lulus kuliah dan bekerja sehingga mampu menghidupi dirinya sendiri maka biaya yang dikeluarkan oleh orangtua mencapai lebih dari 2 miliar rupiah hanya untuk satu anak yang mencakup makanan, pakaian, pendidikan, tempat tinggal, transportasi, kesehatan, dan lainnya sebagainya

Biaya yang sangat mahal untuk pasangan muda yang kemudian menjadi pertimbangan bagi banyak pasangan muda sebelum memiliki anak. Anak tidak hanya membutuhkan kasih sayang dari orangtuanya saja. Namun, anak juga membutuhkan kebutuhan lainnya yang perlu dipersiapkan oleh orangtua.

Egois dalam memilih childfree

[OPINI] Childfree: Pilihan yang Sering Dianggap Egoisilustrasi pasangan bergandengan tangan di pantai. (pexels.com/Anastasiya Lobanovskaya)

Untuk masyarakat Indonesia childfree masih dianggap hal yang aneh. Karena bagi masyarakat Indonesia ada tahapan hidup yang harus dilewati semua orang yaitu sekolah, bekerja, menikah, kemudian memiliki anak dan membangun keluarga yang bahagia dan penuh cinta. Sehingga jika ada yang menolak melakukan tahapan tersebut maka akan dianggap aneh dan menyimpang dari tradisi dan norma masyarakat maupun norma agama.

Pasangan yang memilih childfree mereka memiliki banyak sekali pertimbangan sebelum melakukan. Dalam buku karya Victoria Tunggono yang berjudul ¨Childfree and Happy¨ mengungkapkan banyak sekali latar belakang yang membuat beberapa orang memilih childfree. Victoria mengatakan jika alasan orang memilih childfree adalah karena alasan psikologis hingga alasan genetik. Hal yang melatarbelakangi banyak orang melakukan childfree yang menurut Victoria justru timbul dari faktor luar seperti garis keturunan, ekonomi keluarga, hingga kondisi lingkungan.

Keputusan childfree jika dilakukan atas dasar keputusan bersama dengan memahami konsekuensi yang ditimbulkan dari keputusan tersebut maka childfree tidak bisa dianggap egois. Jika memilih childfree dianggap sebagai keputusan yang egois karena tradisi dan norma, maka memiliki anak tanpa kesiapan yang menjadikan anak menderita juga termasuk pilihan yang egois.

Childfree adalah pilihan, tak ada yang bisa memaksamu untuk childfree atau tidak

[OPINI] Childfree: Pilihan yang Sering Dianggap Egoisilustrasi keluarga. (pexels.com/Pixabay)

Memilih untuk childfree maupun memiliki anak adalah keputusan masing-masing yang dipilih dengan banyak sekali pertimbangan. Hal ini tidak dapat dikatakan egois jika ada yang melatarbelakangi keputusan tersebut.

Beberapa orang mungkin akan merasa jika childfree tidak dapat diterima karena sejatinya bagi beberapa orang menikah kemudian memiliki anak adalah kewajiban yang harus dijalani. Namun, saat ini ada yang lebih memilih untuk memprioritaskan kebahagiaan diri sendiri daripada menikah dan memiliki anak. Karena melahirkan, merawat, dan membesarkan anak tidak mudah. Maka, setiap orang dapat memiliki pilihan hidupnya sendiri dengan memahami resiko dan konsekuensi yang akan ditanggung.

Anak tidak meminta untuk dilahirkan dan anak tidak dapat memilih siapa orangtuanya. Namun, sebagai orangtua kita dapat memilih akan menjadi orangtua seperti apa bagi anak kita nanti.

Baca Juga: 5 Alasan Pasangan Memilih Childfree, Salah Satunya Trauma Masa Kecil 

Dyah Puspita Photo Writer Dyah Puspita

Mahasiswa akuntansi yang memiliki hobi membaca. Punya banyak ide dan pemikiran yang kemudian disalurkan lewat menulis. DM untuk kritik dan saran terkait tulisan yang saya buat. Instagram @ohfylfy (Dyah Puspita)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya