Corona Mengubah Prosedur di Rumah Sakit

#SatuTahunPandemik COVID-19

Surabaya, IDN Times - Pandemik COVID-19 mengubah tatanan kehidupan manusia.
Termasuk soal aturan berkunjung ke rumah sakit. Ketika berkunjung ke sebuah rumah sakit, kita harus menaati beberapa protokol kesehatan seperti, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Bahkan, di beberapa rumah sakit pasien dan pengantar, harus menjalani tes usap (swab) antigen sebelum boleh masuk ke lobi rumah sakit.

Protokol kesehatan itu tak hanya berlaku bagi pasien rawat jalan dan rawat inap saja, tapi
juga bagi pegawai yang kesehariannya bekerja di rumah sakit. Ketatnya protokol kesehatan di rumah sakit juga aku alami. Aku kebetulan menjadi pasien rawat jalan di salah satu rumah sakit swasta di Surabaya. Yups, sejak habis operasi penyambungan tulang pada akhir bulan Desember 2019 karena kecelakaan, aku harus rutin ke rumah sakit untuk kontrol. Awalnya, aku kontrol seminggu sekali dari bulan Januari 2020 hingga bulan Mei 2020. Tapi, memasuki bulan Juni 2020 hingga saat ini kontrolnya menjadi sebulan sekali.

Jujur, meski harus pergi kontrol ke rumah sakit secara rutin, aku bersyukur dan merasa beruntung karena saat operasi penyambungan tulang pada bulan Desember 2019, virus corona belum menyerang Indonesia. Jika pada bulan Desember 2019 virus corona sudah sampai ke Indonesia, aku tak bisa membayangkan bagaimana ribetnya prosedur yang harus aku jalani sebelum naik ke meja operasi.

Empat hari usai Presiden Jokowi mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia, aku harus menjalani kontrol minggu pertama di bulan Maret 2020. Dugaanku saat masuk rumah sakit tempatku kontrol bakalan diperketat terbukti. Aku tak bisa lagi masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang letak ruangannya di sisi depan rumah sakit. Sebelum corona, aku biasa masuk melalui IGD, tujuannya agar cepat sampai ke poli tempatku periksa. Saat pandemik, ruang IGD tak boleh lagi dilewati oleh sembarang orang. Hanya pasien tertentu yang bisa lewat sana. Bahkan, keluarga pasien juga tak diizinkan berada di IGD.

Karena tak boleh masuk melalui IGD, aku harus menuju ke tempat parkir mobil untuk masuk ke lobi rumah sakit. Sebelum masuk ke dalam rumah sakit, suhu badanku diperiksa terlebih dahulu. Aku juga harus cuci tangan dengan hand sanitizer yang telah disediakan rumah sakit di pintu masuk lobi. Beberapa petugas keamanan rumah sakit juga menanyakan keperluanku datang ke rumah sakit. Mereka juga memastikan bahwa aku telah memakai masker standar tiga lapis.

Setelah itu, aku harus ke bagian pendaftaran. Selain mendaftar untuk kontrol, pihak rumah sakit juga memberikan secarik kertas yang isinya pertanyaan-pertanyaan tentang kondisiku. Terutama apakah aku memiliki gejala-gejala terinveksi corona, seperti demam, batuk, pilek, dan sesak napas. Juga ada pertanyaan apakah sebelum datang ke rumah sakit, aku pernah pergi ke luar kota hingga apakah aku memiliki kontak dengan pasien positif corona atau tidak. Tak hanya itu, loket pendaftaran yang biasanya tak ada mikanya, sejak pandemik dipasang pelindung plastik mika. Tujuannya, sebagai pembatas antara pasien atau keluarga pasien dengan petugas loket.

Setelah mengisi formulir dan mendaftar, aku lalu masuk ke ruang tunggu poli tempatku kontrol. Sambil menunggu panggilan masuk poli, aku memperhatikan sekelilingku. Ternyata di rumah sakit banyak yang berubah sejak pandemik corona. Tampak tempat duduk pasien maupun pengantar diberi tanda silang. Tujuannya, agar pasien atau keluarga pasien yang menunggu panggilan masuk poli, duduknya tak berdekatan, istilahnya menerapkan social distancing. Hand sanitizer disediakan di beberapa sudut ruangan. Meja tempat suster menerima formulir pendaftaran pun diberi plastik mika tebal yang bening. Pembatas mika itu juga ada di apotek yang letaknya di sisi sebelah kanan ruang tunggu poli.

Seluruh tenaga kesehatan mulai dari perawat hingga dokter memakai faceshield dan masker. Bahkan, dokter dan perawat yang bertugas memeriksa pasien, selain memakai masker dan faceshield, mereka juga mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Ketika namaku dipanggil salah seorang perawat, aku bergegas masuk ke dalam poli orthopedi. Di sana, aku bertemu dengan dr. Totot Mudjiono, Sp.OT. Sama seperti dokter lainnya di rumah sakit, dr. Totot pun memakai APD lengkap dengan faceshield dan maskernya. Saat kontrol itulah dr. Totot berkata kepadaku, jika jadwal kontrolnya diganti dari yang semula seminggu sekali menjadi sebulan sekali. Alasannya, agar tidak sering-sering ke rumah sakit saat pandemik.

Pandemik COVID-19 mengubah prosedur saat berkunjung ke rumah sakit. Semoga pandemik ini segera berakhir, agar kehidupan manusia kembali seperti sedia kala.

#SatuTahunPandemik adalah refleksi dari personel IDN Times soal satu tahun virus corona menghantam kehidupan di Indonesia. Baca semua opini mereka di sini.

Baca Juga: Ditinggal Ibu yang Meninggal Dunia di Era Corona

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya