[OPINI] Rasanya Jadi Millennial yang Gak (Harus) Nonton Film G30S/PKI

Kami dewasa saat masa reformasi...

Pengepungan dan intimidasi pada para peserta acara #AsikAsikAksi di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia, Minggu (17/9) kemarin menjadi sorotan publik. Bahkan, dalam laporan IDN Times, massa menuding sekumpulan pemuda, aktivis, selebriti sampai orang tua ini menyelenggarakan kegiatan terkait komunisme.

Namun, acara tersebut ternyata hanya pembacaan puisi sampai sharing cerita terkait bagaimana nasib demokrasi di zaman kabinet Kerja milik Joko Widodo. Sayangnya ada saja orang-orang, yang hari Senin (18/9) gak kerja itu, terpancing provaksi, tanpa verifikasi. Alhasil, cekam, menakutkan, sampai-sampai polisi mengeluarkan tembakan gas air mata pun memenuhi headline media nasional.

Namun, siapa, apa dan masih adakah komunisme atau PKI di Indonesia?

Film G30S/PKI

Tahun 1984, artis-artis kawakan seperti Ade Irawan, Amoroso Katamsi, sampai Kies Slamet mendapat sorotan publik usai beradu peran dalam film bertajuk "G30S/PKI".  Meski film ini booming dan jadi sebuah hal yang wajib dalam pemerintahan Soeharto, sayangnya saya gak dapat kesempatan untuk duduk depan TV untuk saksikan film sama setiap tahunnya pada 30 September.

Sembilan tahun kemudian, saya lahir. Pada masa itu pun, sehari setelah hari kelahiran saya, orangtua saya harus menyaksikan film ini pada malam hari dan saat itu saya masih bayi. Memori masa lalu saya dimulai tahun 1998. Ketika itu saya sekitar 5-6 tahun. Saya hanya ingat kejatuhan dan chaos tahun 1998. 

Saya gak punya pengalaman atau cerita seru dengan kawan-kawan sejawat yang bisa saya bagi ketika nonton film ini. Saya gak bisa bikin vlog atau movie review dengan bumbu-bumbu "wajib atau harus" nonton Pengkhianatan G30S/PKI. 

Gimana rasanya?

Ada sisi menyesal, tetapi tetap bersyukur. Kenapa menyesal? Seperti yang saya ungkapkan di atas, saya nggak bisa bikin review film dengan bumbu pengalaman masa lalu agar hit blog saya lebih tinggi. Saya bahkan gak bisa bikin vlog yang mengisahkan saya nonton film itu dan dapat saya unggah setiap tanggal 30 September, biar viral.

Saya tumbuh dewasa di masa reformasi. Saya tumbuh di masa di mana orang-orang sudah mulai melupakan pemerintahan yang begitu lama oleh Soeharto. Saya tumbuh di masa demokrasi dan perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi yang berkembang begitu pesat.

Saya tumbuh di masa di mana alur informasi begitu deras, saya harus bisa menampung itu dan mulai menyaringnya. Inilah yang saya syukuri. Saya gak tahu apakah film begini penuh dengan kebenaran atau sebaliknya. Saya hanya menonton versi HD yang gak tajam-tajam amat di YouTube.

Jelang 30 September 2017

Ya, Sabtu pekan depan, 30 September kembali tiba. Pro-kontra apakah film tersebut akan ditayangkan lagi atau tidak kembali mencuat. Kasus dan kecurigaan penuh kerugiaan begitu kencang mengalir di media sosial saya. Jujur saja, saya gak menyangka akan punya rekan atau teman Facebook yang dengan mudahnya menyebarkan informasi dari media abal-abal, bahkan masih dalam format blogspot.com. Seriously? Saya selalu ingin komentar ke mereka, "Jangan terlalu bodoh sampai harus share artikel dari blog-blog itu. Ya itu blog, bukan media".

Saya kini hanya bisa sharing bagaimana menjadi millennial tanpa harus nonton Pengkhianatan G30S/PKI itu adalah kebingungan. Saya gak ada di masa Soeharto. Saya gak ada juga pada tahun 1965 itu. Gak enak, karena kita harus lebih selektif memilih informasi yang masuk dalam lini masa saya. Begitu membingungkan. Itu yang rasanya terjadi pada para demonstran atau warga yang sedang "kumpul-kumpul" itu. 

Bingung, tapi sayangnya salah langkah dalam menerima informasi tentang PKI. Memangnya dari mana kita tahu PKI masih hidup? Memang ada blog inipki.blogspot.com? atau infopki.wordpress.com? Pertanyaan demi pertanyaan muncul. Sejarah negara ini memang banyak di buku-buku cetak sekolah. Namun, mana yang harus saya percaya? 

Jadi gak usah pusing-pusing mengurus hal-hal seperti ini. Ya, kita harus aware akan hal-hal terkait "ancaman" pada bangsa kita. Namun, tidakkah lebih baik itikad kita jangan keburu terbakar dulu sebelum benar-benar verifikasi segala hal?

Erwanto Photo Writer Erwanto

Hi~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indra Zakaria

Berita Terkini Lainnya