[OPINI] Perempuan Hebat di PAMSIMAS 

Best practice partisipasi perempuan pada PAMSIMAS

Program Pamsimas telah melahirkan perempuan - perempuan hebat di sejumlah desa. Mereka adalah para pahlawan bagi masyarakat desanya, dalam hal pengadaan air minum dan sanitasi. Salah satunya yang ada Di Desa Cirebon Baru, Kecamatan Seberang Musi, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu misalnya, keberhasilan pembangunan sarana air minum tidak bisa dilepaskan dari sosok perempuan bernama Nur Aini, 30 tahun. 

Desa Cirebon Baru menerima Program Pamsimas pada 2018. Nur Aini tidak pantang untuk memanjat bangunan menara air buat mengontrol bak penampungan. Ia juga tidak segan menguras dan membersihkan bak penampungan. Mana kala ia lihat airnya kotor. Ia juga rajin mengunjungi rumah warga untuk mengumpulkan iuran air. 

Ia mencatat setiap iuran yang masuk dan kemudian mempertanggungjawabkan setiap penggunaannya. Ibu rumah tangga ini pun tidak segan menegur dan memberikan pemahaman kepada warga masyarakat yang terlambat membayar iuran. Hal ini dilakukan karena pengadaan air minum di Desa Cirebon Baru dijalankan dengan pompa listrik. Jika masyarakat banyak yang terlambat membayar iuran, pompa tidak bisa dioperasikan karena tidak cukup uang untuk membeli token listrik

Keterlibatan Nur Aini dalam pengadaan dan perawatan sarana air minum Program Pamsimas ini menyimpan cerita. Sebelum mengikuti program Pamsimas, masyarakat di Desa Cirebon Baru sangat susah mendapatkan air bersih. Bahkan air sungai pun jauh dari pemukiman. Sebagai ibu rumah tangga ia pun sangat resah, lantaran banyak hal yang ia lakukan terkait dengan air. 

Itulah sebabnya ketika program Pamsimas masuk ke desanya, ia pun langsung aktif ikut ambil bagian dalam setiap proses tahapan kegiatan pengadaan air minum dan sanitasi itu. Termasuk mengikuti setiap kegiatan pelatihan, baik pelatihan teknis maupun pengelolaan keuangan sistem pengelolaan air minum. Apalagi ia juga terpilih menjadi salah seorang pengurus KPSPAMS

Lain lagi cerita perempuan hebat di Belitung Timur, tepatnya di Desa Dendang, Kecamatan Dendang, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bahkan dalam sosialisasi program Pamsimas di tingkat desa pada 2016, yang hadir kebanyakan adalah perempuan. Empat perempuan pun dengan senang hati ketika ditunjuk menjadi anggota Kelompok Keswadayaan Masyarakat (KKM) dan seorang lagi, Zulfatun Lailiyah, sebagai ketua Satuan Pelaksana Desa Dendang. 

Para perempuan itu pula yang menyusun Rencana Kerja Masyarakat (RKM) serta menggalang dana kontribusi masyarakat, berupa dana tunai dan non-tunai dalam bentuk kerja bakti masyarakat, misalnya dalam pemasangan jaringan pipa. Dana kontribusi masyarakat ini merupakan keharusan bagi desa yang mengikuti Program Pamsimas, baik tunai atau tenaga. 

Sarana air minum yang dibangun di Desa Dendang bersumber dari air permukaan, yang kemudian disaring dan didistribusikan secara gravitasi dengan jaringan pipa sepanjang 3 kilometer. Kini ketika kemarau tiba, para warga masyarakat Desa Dendang yang umumnya petani tidak perlu lagi berjalan hingga 1-2 jam menuju sumber air. Air minum sudah mengucur ke keran di rumah mereka

Tidak kalah hebat kisah peran kaum perempuan di Desa Widit, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, juga sangat menonjol dalam Program Pamsimas. Adalah dua perempuan, Rahayu Sangaji dan Eminarwati, bahu membahu berbagi peran dalam menyukseskan pembangunan sarana air minum dan sanitasi ketika desanya mengikuti Program Pamsimas pada 2017. 

Rahayu, 41 tahun, ibu rumah tangga, memiliki 5 orang anak. Sehari-hari bekerja sebagai petani untuk membantu suaminya mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Eminarwati, 39 tahun, juga ibu rumah tangga. Ia juga petani. Bedanya, ia ibu 6 orang anak. Rahayu sangat aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Masyarakat mempercayainya sebagai ketua Tim Pengadaan Barang dan Jasa Program Pamsimas. Ia sudah terlibat aktif dari awal proses tahapan Program Pamsimas hingga selesai, dan kemudian mengawal keberlangsungan air minum di desanya itu. 

Ia bahkan tak segan turun terlibat langsung membantu proses pengecatan infrastruktur, penggalian jalur pipa, sampai dengan proses pemasangan pipa. Sementara itu, Eminarwati lebih fokus pada masalah keuangan dan administrasi. Dalam Kelompok Keswadayaan Masyarakat, ia dipercaya sebagai bendahara. Salah satu tugasnya adalah mengawal, mengelola, dan melaporkan keuangan secara terbuka kepada masyarakat. 

Namun, hal ini tidak menghalanginya untuk turun ke lapangan, ikut mengecat bangunan, menggali jalur pipa, dan memasang pipa. Itulah sosok dua perempuan hebat dari Desa Widit, yang mengawal program Pamsimas agar air bisa dinikmati para warga desanya. Statusnya sebagai ibu rumah tangga dan pekerjaan sehari-harinya sebagai petani, tidak menghalanginya untuk berbuat baik mengabdi kepada masyarakat desanya

Tiga kisah di atas mewakili banyak cerita dan kisah perempuan-perempuan hebat Pamsimas yang dengan tenaga dan jerih payah tanpa pamrih ikut berjuang menghadirkan layanan air untuk masyarakat desanya. Kaum perempuan adalah kelompok yang paling banyak memanfaatkan air untuk kebutuhan sehari-hari. Dalam kondisi bagaimanapun kaum perempuan akan tetap berjuang untuk mendapatkan air. Kondisi ini memposisikan perempuan menjadi pihak yang paling menyadari dampak buruk kuantitas dan kualitas air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 

Baca Juga: Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) 

Strategi tepat untuk mendengar suara perempuan

[OPINI] Perempuan Hebat di PAMSIMAS Melibatkan perempuan dalam pertemuan PAMSIMAS (Dok. PUPR)

Alasan klasik yang selalu disampaikan sebagai salah satu kendala untuk menghadirkan perempuan pada setiap diskusi adalah minimnya ketersediaan waktu perempuan dimana waktunya banyak termakan untuk melaksanakan kegiatan domestik di rumah masing-masing. Alasan ini yang sering kali disampaikan oleh tenaga fasilitator masyarakat saat kondisi yang terjadi adalah partisipasi perempuan yang minimalis pada setiap rembug dan pertemuan diskusi yang dilaksanakan. Dominasi laki-laki banyak terlihat pada pertemuan, yang akhirnya keputusan yang diambil pun adalah keputusan dari “sudut pandang” laki-laki. 

Banyak cara, upaya dan strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan pada setiap pertemuan yang dilaksanakan. Harapannya adalah dengan banyaknya perempuan yang hadir, maka kesempatan perempuan untuk memberikan pendapat dan suara juga semua terbuka. 

Strategi pertama adalah menghadirkan perempuan dalam pertemuan. Di sejumlah wilayah, perempuan sering tidak hadir di dalam pertemuan karena merasa tidak diundang, mengabaikan atau melupakan undangan pertemuan. Hal ini dikarenakan undangan yang disebarkan Tidak menyebutkan dengan jelas siapa yang harus hadir, hanya ditujukan kepada kepala keluarga yang menurut pandangan umum identik dengan para suami, hanya disampaikan secara informal (dari mulut ke mulut) dalam lingkungan laki-laki saja. 

Permasalahan ini dapat diatasi dengan upaya-upaya undangan kepada keluarga ditujukan kepada bapak dan ibu, misalnya Kepada Yth: Bapak dan Ibu Abdullah, kepala keluarga perempuan diberi undangan yang secara jelas menyebutkan namanya, apabila disampaikan secara informal dapat menggunakan pengeras suara dari mushola, sehingga dapat didengar langsung oleh kaum perempuan serta undangan disampaikan secara lisan pada waktu pertemuan pengajian, kelompok doa khusus perempuan atau perempuan adat melalui ketua adat. 

Strategi kedua adalah menetapkan target jumlah peserta perempuan dan menjadwal pertemuan dan kegiatan mobilisasi. Seringkali jumlah peserta perempuan yang hadir dalam pertemuan hanya sedikit, namun penyelenggara pertemuan sudah merasa puas. Berdasarkan hasil pengalaman, pertemuan-pertemuan yang dilakukan sering kali tidak sesuai dengan waktu luang yang dimiliki perempuan dan laki-laki. 

Waktu pertemuan hanya disesuaikan dengan kesibukan fasilitator masyarakat. Seringkali fasilitator tidak melakukan pengenalan terlebih dahulu terhadap kegiatan dan aktivitas masyarakat baik perempuan maupun laki-laki dari desa yang akan difasilitasi. Penilaian terhadap PKG (Pembagian Kerja berdasarkan Gender) adalah salah salah cara untuk mendapatkan informasi waktu sibuk dan luang kelompok perempuan dan laki-laki. 

Dengan PKG informasi tentang jenis, lokasi dan waktu kegiatan serta aktivitas perempuan dan laki-laki dapat dijadikan sebagai dasar dalam menjadwalkan pertemuan. Hal penting lainnya dalam penjadwalan pertemuan dan kegiatan mobilisasi adalah dilihat dari karakteristik pekerjaan masyarakat. Masyarakat dengan karakteristik sebagai nelayan (masyarakat nelayan) penjadwalan pertemuan dan kegiatan dapat  dilakukan pada saat suami pergi melaut sedangkan untuk laki-laki dilakukan pada saat tidak melaut atau siang hari atau musim barat dimana mereka tidak pergi ke laut. 

Untuk masyarakat dengan karakteristik perkebunan, sebaiknya dilakukan pada saat tidak sibuk dengan beban kerja untuk perkebunan dan keluarga. Sementara masyarakat persawahan dapat dilakukan tidak pada saat kondisi beban puncak seperti tanam atau panen.

Strategi ketiga adalah menetapkan lokasi dan tempat pertemuan. Dengan alasan demi kemudahan dalam mobilisasi masyarakat, fasilitator masyarakat seringkali menetapkan lokasi pertemuan di lokasi yang berada di tengah-tengah desa, seperti balai desa atau serambi masjid desa. Untuk pertemuan-pertemuan yang bersifat pleno, yang mengharuskan dihadiri oleh perwakilan setiap dusun, Balai Desa adalah lokasi yang tepat. Namun untuk diskusi-diskusi yang sifatnya kelompok terfokus  (FGD), pertemuan sebaiknya dilakukan di masing-masing lokasi FGD. 

Seperti di tiap dusun atau di tiap lokasi FGD yang mewakili kelompok FGD menengah atas/kaya dan FGD menengah bawah/miskin. Hal ini bertujuan untuk mendengarkan suara dan pendapat dari masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari balai desa, seperti di perbatasan desa atau terpisah oleh lembah. Metode “jemput bola” atau mendatangi dan melakukan pertemuan di lokasi masyarakat yang dituju adalah strategi yang tepat untuk mendapatkan suara dan pendapat dari masyarakat “terpencil”. 

Selain lokasi, tempat pertemuan juga sangat mempengaruhi partisipasi perempuan dalam berpendapat. Pertemuan yang dilakukan di lokasi yang tidak biasa didatangi perempuan dapat menghambat perempuan dalam berpartisipasi. Lakukan pertemuan-pertemuan di tempat dimana perempuan biasa berkumpul. Misalnya : balai pertemuan posyandu, mushola tempat pengajian yasinan, dan tempat lainnya.  

Strategi keempat yaitu membatasi lamanya pertemuan. Perlu diingat bahwa perempuan mempunyai fungsi dalam kegiatan reproduktif, yaitu pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, memasak, mengurus rumah tangga, dan pekerjaan rumah lainnya. Selain itu, tidak sedikit perempuan yang juga mempunyai kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menghasilkan uang. Oleh sebab itu dalam melakukan kegiatan pertemuan perlu kiranya kita membatasi waktu pertemuan. 

Seringkali fasilitator masyarakat memaksakan pertemuan berlangsung secara “marathon” tanpa memperdulikan kondisi peserta pertemuan. Akibatnya informasi yang didapat tidak akan lengkap, karena masyarakat sudah lelah dan tidak peduli lagi dengan isi pertemuan. 

Strategi kelima yaitu memperhatikan sosial budaya masyarakat setempat. Untuk masyarakat yang adatnya sangat strategi meningkatkan partisipasi perempuan dapat dilakukan dengan pendekatan terhadap laki-laki sehingga mengizinkan perempuan untuk terlibat dalam kegiatan.  Misalnya Suku Semendo dimana adatnya sangat kuat, pendekatan dilakukan terhadap “Meraje” supaya memberikan izin “tugu tubang” (yang biasanya perempuan) untuk bisa terlibat dalam kegiatan.  

Bahkan dengan cara seperti ini, “tugu tubang” telah memikirkan biaya untuk operasional dan pemeliharaan.  Perlu diketahui bahwa dalam Suku Semendo ini ada tiga hal yang sangat penting yaitu: “meraje” biasanya laki-laki yang memberikan semua keputusan. Sedangkan “tugu tubang” adalah perempuan yang menjaga harga dan “besan”. Tugu tubang hanya dapat dilibatkan apabila “meraje” mengijinkan. 

Untuk masyarakat sangat patuh terhadap tokoh agama dapat dilakukan dengan strategi memanfaatkan pengaruh ustad sehingga perempuan diijinkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat Banjar atau Serang yang sangat patuh terhadap tuan guru. Pertemuan dilakukan dengan memanfaatkan pengajian/tahlilan. Untuk masyarakat yang patuh terhadap birokrat dapat dilakukan dengan cara menggunakan kekuasaan birokrat, misalnya Kepala Desa.  Oleh sebab itu, undangan pertemuan lebih baik dilakukan oleh birokrat.  

Hal lain yang perlu dicermati berkaitan dengan peningkatan partisipasi adalah dari aspek kemampuan baca tulis. Ada beberapa strategi yang perlu dilakukan, diantaranya untuk perempuan dan laki-laki yang buta huruf Sebaiknya undangan dilakukan melalui pengumuman di masjid atau gereja atau melalui undangan secara lisan dari rumah ke rumah, media yang digunakan adalah pengajian, PKK, posyandu, arisan atau hajatan, metoda dilakukan secara partisipatif bila menggunakan media bantu, perbanyak menggunakan media gambar daripada media tulisan, waktu disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan agama. 

Juga memperhatikan kapan waktu luang bagi perempuan disesuaikan dengan kesibukannya, Tempat dilakukan pertemuan sebaiknya diusahakan di tempat yang memungkinkan perempuan mengeluarkan pendapatnya. Sementara untuk perempuan dan laki-laki yang bisa baca tulis undangan dilakukan secara tertulis bahkan di beberapa tempat undangan sebaiknya atas nama ibu tersebut, media yang digunakan adalah pengajian, PKK, posyandu, arisan atau hajatan, metode yang digunakan lebih banyak bersifat dialog langsung secara partisipatif ataupun cara lain yang memerlukan baca tulis, tempat dilakukan pertemuan sebaiknya di tempat yang memungkinkan perempuan dapat mengeluarkan pendapatnya. Melakukan pertemuan secara terpisah untuk ibu-ibu dan bapak-bapak sehingga aspirasi perempuan bisa diperoleh.

Dengan melakukan berbagai upaya dan strategi, upaya untuk memberdayakan kaum perempuan dapat lebih berkualitas sehingga tetap bisa berkarya dan beraktivitas, termasuk berpartisipasi menyumbangkan pikiran dengan ide dan gagasan serta tenaga dalam pelaksanaan program. (WEB)

Oleh : Novi Rindani, S.T., M.T.

Jafung Teknik Penyehatan Lingkungan Madya, Subdit Wilayah II, Dit. Air Minum, Ditjen Cipta Karya

Baca Juga: Pengalaman Pelaksanaan Inklusif Disabilitas pada Pamsimas 

Topik:

  • Evan Yulian Philaret
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya