Beradaptasi dengan Dunia yang Berubah

#SatuTahunPandemik COVID-19

Jakarta, IDN Times - Dunia sebelum dan sesudah pandemik COVID-19 terasa sebagai dunia yang berbeda. Itu yang aku rasakan dalam satu tahun ini. Hingga awal 2020, kegiatan seperti liputan fisik untuk meliput screening fllm dan event geek rutin aku lakukan sebagai editor Duniaku.com. Bahkan, kalau sedang ramai, bisa tiap pekan.

Bekerja di kantor jadi rutinitas harian. Makan bareng teman di luar, nonton bioskop, dan cuci mata di mal adalah pilihan yang selalu ada untuk menghibur diri di saat penat. Begitu pandemik mulai, awal Maret 2020, semua berubah. Kami harus bekerja
dari rumah (work from home, WFH).

Setahun pandemik, jujur saya masih paranoid untuk keluar rumah dan mengunjungi tempat ramai. Hampir satu tahun aku tidak mengunjungi tempat seperti mal, atau makan di restoran.

Alasannya, aku masih tinggal di rumah bersama orangtua yang dua-duanya usianya sudah di atas 50 tahun. Situasi di mana aku tanpa sadar terkena virus corona, lalu menularkan ke semua orang di rumah, adalah kondisi terburuk yang aku cegah, jangan sampai terjadi.

Jadi aktivitas-aktivitas penting pun aku lakukan di rumah. Termasuk kerja. Hal sederhana seperti keluar rumah dan ketemu langsung dengan teman jadi hal yang benar-benar menakutkan dan gak bisa aku lakukan kecuali memang terpaksa.

Bekerja di rumah bukan hal yang baru bagiku. Sebelum Duniaku.com resmi bergabung dengan IDN Times, ada masa di mana kru Duniaku hanya perlu ke kantor selama satu-dua hari dalam satu pekan, sisanya kami bekerja dari rumah masing-masing. Komunikasi tim dilakukan via Discord, WhatsApp, atau Facebook Messenger bila diperlukan. Jadi untuk transisi kerja dari kantor ke rumah ini bisa kami jalankan tanpa masalah berarti. 

Hambatan utama yang awalnya aku rasakan adalah masalah yang juga aku rasakan saat bekerja di rumah selama periode 2018-2019: memisahkan waktu antara kerja dan istirahat. Saat aku kerja di kantor, aku bisa memusatkan semua energi saya untuk kerja
di sana, lalu ketika di rumah, aku bisa stop dulu kecuali ada breaking news dari dunia geek. Sejak awal kerja di rumah, entah bagaimana aku jadi tidak tahu kapan sebaiknya stop.

Setelah satu tahun, aku mulai terbiasa membagi waktu antara kerja dan istirahat. Untuk masalah lain, cukup menakjubkan kalau sekarang internet benar-benar menjadi solusi  terhadap berbagai persoalan. Yang menarik perhatianku adalah betapa banyaknya jasa layanan daring yang tersedia sekarang, hingga meski saya jarang keluar rumah, saya tetap bisa mendapat yang saya mau.

Film? Dulu, setiap Rabu selalu ada film baru yang rilis dan bisa dibahas. Namun sekarang mengunjungi bioskop tetap terasa menakutkan, meski aku lihat jaringan bioskop di Indonesia menerapkan protokol-protokol yang bisa membantu mengurangi kemungkinan terkena virus. Tapi sebagai gantinya, sekarang tersedia banyak pilihan resmi untuk nonton film via online. Netflix, Disney+ Hotstar, misalnya. Dua contoh itu bahkan memiliki judul-judul eksklusif yang bisa membantu memberi sensasi nonton film baru dari bioskop. 

Sebelum pandemik mengganggu, aku tergolong orang yang menggunakan jasa perdagangan elektronik murni untuk produk-produk yang memang sudah didapat di toko. Setahun ini aku rutin menggunakan jasa seperti itu bahkan untuk memperoleh perlengkapan seperti pisau pemotong daging, kursi, dan lain- lain.

Berbagai pilihan kuliner tersedia untuk bisa dipesan dari rumah, tanpa harus ke restoran. Bahkan tempat makan yang awalnya tidak membuka order via daring sebelum pandemik kini menjual produknya lewat pesan antar. Ngobrol bareng teman, rapat, dan juga liputan acara pun kini bisa dilakukan secara daring, termasuk dengan layanan seperti Zoom.

Hiburan yang awalnya tidak terlalu terdengar sebelum pandemik menghantui, seperti Virtual YouTuber, kini jadi industri yang meledak dengan banyak nama mendadak tembus 1-2 juta subscriber.

Jadi, ya, dunia memang terasa berbeda antara sebelum dan sesudah pandemik. And it’s here to stay. Aku pribadi merasa bahkan dengan vaksin pun, bisa jadi dunia lama yang kita kenal sebelum 2020 mungkin tidak akan kembali. Hal yang kini rutin karena efek pandemik, seperti senantiasa mengenakan masker saat harus ke luar, minimalisir sentuhan dan berdekatan, kebijakan WFH, bisa jadi akan tetap menjadi bagian dari kehidupan hingga jauh ke masa depan.

Sebagai seorang pesimis, aku pun khawatir kalau bahkan hingga satu dekade ke depan pun rasa takut dan gelisah soal situasi pandemik ini bisa jadi akan terus menghinggapi.  Tapi sebagai manusia, hal terbaik yang bisa aku lakukan adalah beradaptasi dan mencoba untuk terus bertahan, meski di tengah perubahan konstan gaya hidup.

#SatuTahunPandemik adalah refleksi dari personel IDN Times soal satu tahun virus corona menghantam kehidupan di Indonesia. Baca semua opini mereka di sini.

Baca Juga: Setahun Pandemik: Sulit Adaptasi, Stres, sampai Menjadi Lebih Kreatif

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya