[OPINI] Agar Teman Tuli Juga Bisa Menikmati Film Indonesia

Tapi, bagaimana caranya Teman Tuli menikmati sebuah film?

Tuhan menciptakan manusia sangat beragam. Ada yang diberi tubuh lengkap dan berfungsi secara sempurna, namun juga ada yang Dia ciptakan spesial seperti Tuli, Netra, Daksa, Cerebral Palsy, dan lainnya. Bagaimana pun kondisi fisik mereka, kita semua tetaplah sama. Kita semua setara dan mereka pun berhak mendapatkan fasilitas hidup yang sama seperti kita, namun tetap harus disesuaikan dengan kebutuhannya.

Di Indonesia, terdapat undang-undang yang khusus mengatur para penyandang disabilitas. Dalam UU No. 8 tahun 2016, ternyata perhatian pemerintah kepada penyandang disabilitas sangat besar. Tertulis juga bahwa penyandang disabilitas berhak mendapat kesetaraan dan aksesibilitas dalam seluruh lingkup kehidupan, termasuk komunikasi. Bahkan, pemerintah juga melindungi mereka dari tindakan stigma dan pelecehan. Pertanyaannya, apakah semua yang tertulis di dalam UU No. 8 tahun 2016 benar-benar dilaksanakan oleh pemerintah?

Ternyata tidak!

Mari kita fokus kepada penyandang disabilitas Tuli. Eits, Tuli atau tunarungu ya? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tunarungu artinya rusak pendengaran dan dianggap lebih baik, halus, sopan, dan formal sedangkan Tuli tidak dapat mendengar karena rusak pendengarannya dan terkesan lebih kasar.

Namun, secara penulisan, Tuli dengan huruf kapital (T) menurut komunitas Tuli sendiri dipandang lebih sopan dan  mereka lebih nyaman dipanggil dengan sapaan Tuli dibandingkan dengan tunarungu.

Mengapa? Karena penulisan Tuli dengan huruf kapital (T) sekaligus sapaan Tuli menunjukkan identitas orang Tuli sebagai sebuah kelompok masyarakat yang mempunyai identitas, memiliki bahasa, dan budayanya tersendiri.

Sedangkan tunarungu dianggap sebagai sebuah keharusan untuk mengoptimalkan kemampuan pendengarannya dengan berbagai cara agar menyerupai orang-orang yang dapat mendengar.

Kebanyakan orang menganggap bahwa Tuli dan tunarungu memiliki kesamaan makna. Padahal pada kenyataannya kedua istilah tersebut memiliki perbedaan. Mereka menjadikan bahasa isyarat sebagai bahasa ibu.

Meskipun demikian, tidak semua orang Tuli memiliki kemampuan berkomunikasi yang sama. Ada yang hanya bisa menggunakan oral saja untuk berkomunikasi, ada yang hanya bisa menggunakan isyarat saja, ada pula yang bisa kedua-duanya, bahkan ada juga yang tidak bisa kedua-duanya (karena mereka tidak pernah sekolah). 

Setelah banyak berinteraksi dengan Teman Tuli, kita bisa mengetahui bahwa mereka memang punya karakteristik dan budaya sendiri yang unik. Selain itu, salah satu hobi teman Tuli adalah menonton film di bioskop!

Hmm, mungkin kita berpikir, mana bisa teman Tuli memahami film?

Yap, itu dia masalahnya! Teman Tuli atau HoH (Hard of Hearing) mengalami kesulitan dalam menikmati film. Mereka mau tidak mau harus bisa membaca gerak bibir para aktor. Tapi, hanya sedikit teman Tuli yang lancar membaca gerak bibir. Lalu apa solusinya? Solusinya adalah setiap film bioskop harus menyediakan sulih teks atau subtitle dengan Terjemahan Teman Tuli (TT).

Penting untuk diketahui bahwa wawasan kosakata yang dimiliki Teman Tuli tidak sebanyak Teman Dengar. Bahasa yang mereka gunakan cenderung lebih sederhana dan tidak berbelit-belit. Mereka tidak begitu paham dengan bahasa-bahasa ilmiah, kecuali jika mereka rajin membaca buku dan memperbanyak kosakata. Tapi nyatanya, belum banyak Teman Tuli yang melakukan demikian.

Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya, mengapa dengan sulih teks dan bukan dengan bahasa isyarat? Ternyata, ragam bahasa Isyarat tiap daerah di Indonesia itu berbeda. Juru Bahasa Isyarat (JBI) pun terkadang lambat dan tidak sesuai dengan adegan di layar. Maka dari itu, subtitle berbahasa Indonesia lah yang seharusnya ada di setiap film Indonesia.

Tugas kita sekarang adalah mengkampanyekan kepada masyarakat luas atau film production house bahwa Teman Tuli berhak menonton film. Eits, kalau kita membuat film pendek juga jangan lupa untuk mencantumkan Terjemahan Teman Tuli (TT) untuk mereka, siapa tahu konten yang kita buat pun bisa menginspirasi mereka. Semoga ke depannya seluruh konten bergerak (video, film, siaran televisi) di Indonesia sudah dilengkapi dengan Terjemahan Teman Tuli (TT) agar Teman Tuli juga dapat menikmati konten di dalamnya!

Ingat, kita semua setara!

Faizah Amhar Photo Writer Faizah Amhar

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya