[OPINI] Citraan Maskulinitas 'Balada Si Roy'

Laki-laki dianggap lebih rasional, penakluk 

Di dalam novel Balada Si Roy serial Joe, tokoh Roy dalam waktu yang hampir bersamaan,  menebar benih asmara kepada empat perempuan sekaligus: Ani Sang Dewi Venus, Si Seksi Wiwik, Dewi Si Tomboy, dan Onky si Dark Sweet Lady. Bahkan sebelum Roy tiba di Serang, ia juga menjalin cinta dengan perempuan Bandung. Siti Aisyah namanya. (Sayang, tokoh ini tidak dikembangkan di dalam novel).

Dari sini saja kita bisa merasakan penyajian konflik berlapis dikemas. Pertanyaannya, mengapa tokoh Roy dikonstruksi sebagai sosok yang senang bertualang dari perempuan satu ke perempuan lainnya?  Terlalu mudah jatuh cinta? Sebuah tarikan magnet yang takterhindarkan bagi anak muda yang sedang mencari identitas.

Maskulinitas, laki banget?

[OPINI] Citraan Maskulinitas 'Balada Si Roy'Ilustrasi Touring (IDN Times/Dwi Agustiar)

Jika membaca novel ini di permukaan, tokoh Roy seperti menjebakkan diri pada hegemoni maskulinitas yang cenderung memposisikan laki-laki lebih superior dibandingkan perempuan. Konsep dikotomi semacam ini dianggap wajar mengingat kebudayaan patriarki masih sangat lekat sehingga stereotip maskulinitas dengan mudah terlihat dalam berbagai segmen penceritaan. Dalam hal ini, Moose (1996) menjelaskan bahwa citraan laki-laki pada masyarakat dominan memiliki stereotip yang jelas. Real man don’t cry. Menangis dan hal-hal sensitif hanya dilakukan oleh perempuan.  

Dengan begitu, maka laki-laki dianggap lebih rasional, penakluk dan menguasai teritori di luar ruang-ruang domestik—yang sebetulnya dianggap kurang tepat. Connel (2002) mengingatkan bahwa konsep maskulinitas tidak bersifat tunggal. Seperti halnya feminitas, Ia dipengaruhi oleh banyak faktor seperti ekonomi dan pola kebudayaan setempat (culture bond). Maskulinitas adalah sebuah konsep yang kompleks dan selalu berubah.

Pertanyaan kritisnya, apakah ketika tokoh Roy dikonstruksi sebagai laki-laki yang mudah berinteraksi dengan lawan jenis lantas dianggap memiliki sisi maskulinitas yang kuat? Jika merujuk pada teori feminisme, sebetulnya maskulinitas juga tidak langsung terafiliasi dengan gender tetapi konstruk sosial. Konstruk sosial inilah yang sejak awal memposisikan bahwa laki-laki dianggap dominan dan memiliki hak melakukan hal-hal besar, sementara perempuan sejak kecil dianggap hanya mengurusi urusan-urusan domestik.   

Di dalam teori maskulinitas tradisional, seperti yang diungkapkan oleh Chafetz (1999), ada tujuh area yang muncul di masyarakat yaitu, fisik (jantan, atletis, kuat, berani. Tidak peduli dengan penampilan dan proses penuaan), fungsional (pencari nafkah, penyedia), seksual (agresif, berpengalaman. Status lajang tidak dipersoalkan), emosional (tidak emosional, selalu tenang) intelektual (logikal, intelektual, rasional, objektif, patrialkal), interpersonal (pemimpin, mendominasi, disiplin, mandiri, individualis) karakter personal lainnya (berorientasi sukses, ambisius, bangga, egois).

Dari ketujuh area maskulinitas tersebut, jika dikaitkan dengan tokoh Si Roy, maka hampir semua area bisa ditemukan dalam diri Roy. Dari gambaran fisik, Roy diposisikan sebagai tokoh yang jantan, bad boy, tetapi mudah disukai lawan jenis. Ketika diceritakan pertama kali ia hendak masuk sekolah, setidaknya sudah ada beberapa fragmen maskulinitas yang muncul mulai gayanya yang ingin tampil beda, interaksi dengan perempuan yang cukup agresif, hingga keberanian yang dimunculkan ketika bergesekan dengan geng Borsalino yang menjadi penguasa sekolah. Dari area fungsional, ia diposisikan sebagai remaja yang mendapatkan uang dari hasil tulisannya yang dimuat di media. Dari area interpersonal, ia selalu mencoba menjadi pemimpin dan cenderung dominan (geng RAT dan RM) dan dihormati teman-temannya.  Ia memiliki ambisi untuk mengalahkan saingannya, Borsalino.

Dua area yang agak sulit untuk ditaklukkan dari tokoh Roy yaitu emosional dan intelektual. Pada area emosional, Roy sangat labil, mudah tersulut dan cenderung demonstratif ketika menghadapi masalah. Ketika dalam kondisi tersudut, ia mencari jalan singkat sebagai pelarian; obat-obatan. Dari area intelektual, secara formal, Roy bukan siswa yang berprestasi. Bahkan di dalam novel, ia tidak naik kelas. Ia memilih melawan hegemoni sosial dengan caranya. Ia lebih memilih menjadi intelektual jalanan yang mendapatkan ilmu pengetahuan secara otodidak, terutama melalui konflik-konflik yang dibangun dari kehidupan yang dijalaninya. Dengan kata lain, jika kita berusaha membaca pada lapis makna berikutnya pada novel Balada Si Roy, maka akan terlihat bahwa novel ini berusaha mempertanyakan tatanan hegemoni masyarakat tradisional dengan menawarkan jawaban-jawaban alternatif dari representasi identitas yang sedang dibangun.

Di sisi lain, pada pengembangan tokoh dan dikaitkan dengan perkembangan usia serta psikologis, Roy masih pada tahap emosi yang belum stabil. Kehilangan seorang figur ayah yang harusnya menjadi penyeimbang kelabilannya, hilang. Ia digantikan oleh tokoh Edi Sang Ketua OSIS yang selalu berusaha menjaga keseimbangan kehidupan Roy walaupun nyaris tidak imbang. Maka pencarian jati diri Roy menjadi substansi dari penceritaan ini. Walaupun diposisikan sebagai tokoh utama, Roy tidak dikonstruksi sebagai tokoh yang ideal. Dengan karakteristik yang abu-abu seperti inilah, ia menjadi tokoh yang sangat manusiawi sehingga menjadi “laki banget” adalah belajar menjadi manusia yang sewajarnya.

Penyeimbang maskulinitas

[OPINI] Citraan Maskulinitas 'Balada Si Roy'Dok. IDN Pictures

Hegemoni maskulinitas dicirikan dengan vitalnya peran penguasaan sumber daya ekonomi, seperti pekerjaan dan pentingnya kontrol laki-laki terhadap perempuan, ketertarikan yang besar untuk menaklukan perempuan khususnya di sektor domestik, dalam pembentukan identitas kelaki-lakian (Connel, 2002). Di dalam cerita ini, hegemoni maskulinitas begitu dipertontonkan seperti perkelahian hingga adegan balapan.

Biasanya ketika hegemoni maskulinitas menyeruak, maka perempuan dianggap sebagai objek seksualitas dan dianggap takberdaya. Dalam paradigma patriarki, kecenderungan ini sangat mungkin terjadi.  Bagi tokoh Ani, bisa jadi. Ia diposisikan sebagai tokoh yang tidak memiliki daya ketika Roy datang ke rumahnya. Roy harus berhadapan dengan ayahnya untuk main catur. Ani diposisikan lemah. Bahkan pada novel seri berikutnya, Ani terpaksa menikah di usia muda karena dijodohkan oleh orang tuanya.  Ani hanya menjadi tokoh seksualitas yang agung dan sulit digapai. Ani menjadi semacam trofi yang harus diperebutkan antara Roy dan Dullah, sehingga Joe menjadi “korban.” Namun bagi tokoh perempuan lainnya seperti Wiwik, Dewi dan Onky tidak demikian. Novel ini memberikan ruang yang cukup emansipatif. Wiwik justru sangat agresif dan melakukan apapun untuk mendapatkan cinta Roy, termasuk melakukan hal-hal irasional dengan cara alternatif. Dewi dikonstruksi sebagai perempuan tomboy yang bercita-cita menjadi diplomat. Ia diperlihatkan sebagai perempuan yang cerdas, pembaca ulung dan memiliki pikiran yang cukup terbuka. Sementara Onky adalah seorang atlet bulutangkis yang sering memenangkan perlombaan.

Di antara semua itu, tentu perempuan bernama Astuti, Ibu yang melahirkan Roy, yang sangat dominan mewarnai kehidupan Roy. Sepeninggal sang suami, ia seorang diri membesarkan anak semata wayangnya. Ia menghidupi keluarganya dengan menjadi penjahit. Astuti dikonstruksi sebagai tokoh yang lembut, tabah sekaligus tangguh. Bahkan ketika Roy memutuskan untuk pergi menjadi avonturir, ia merelakan kepergian anaknya.

Seiring pergumulan zaman yang terus berubah, konstruk sosial pun pada akhirnya menyesuaikan. Novel ini kendati mengusul maskulintas yang kental, juga tak mengabaikan sisi feminisme sesuai dengan takaran kebutuhan dan keutuhan penceritaan.

Tanah Air, 2021

Baca Juga: Balada Si Roy Segera Tayang! 9 Fakta Abidzar Al-ghifari, Pemeran Roy

Firman Venayaksa Photo Writer Firman Venayaksa

Pengamat Youth Culture, dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya