[OPINI] Nasib Figuran

Di balik layar film Balada Si Roy

Berbeda dengan pemain-pemain penting di dalam Film Balada Si Roy seperti Abidzar yang memerankan Roy, Febby Rastanty yang memerankan Ani, atau Bio One yang menjadi Dullah; para figuran lepas dari pemberitaan dan hiruk pikuk selebritas.  Mereka adalah para pemain yang nyaris tidak dianggap penting dan dengan mudah digantikan oleh siapa saja. Tugas mereka meramaikan suasana layar segi empat di belakang para pemain. Pertanyaannya, mengapa selalu banyak orang yang antri ingin jadi figuran?

Hingga saat ini, dunia perfilman adalah magnet bagi banyak orang di dunia ini. Tampil di layar lebar, populer dan dielu-elukan oleh masyarakat, mendapatkan previllage dalam tiap kesempatan, menjadi harapan yang takterhindarkan.  Seiring menggeliatnya industri perfilman, kian lekat pula imaji-imaji masyarakat yang hendak melibatkan diri, sehingga menjadi figuran baik mendapatkan dialog atau hanya sekadar ekstras, adalah pintu gerbang harapan dalam mewujudkan imaji populis itu.

Sudah takterhitung aktris dan aktor yang memuai dari sekadar figuran atau bahkan hanya coba-coba. Ada yang berusaha keras dengan mengikuti setiap audisi, masuk ke agensi bahkan mengikuti sanggar teater untuk meningkatkan skill performansi sekaligus membuat jaringan. Ada juga yang ingin mendapatkan pengalaman saja, menjadi track record bahwa ia pernah  terlibat dalam sebuah proses film; ada juga yang tiba-tiba jadi figuran dadakan karena secara kebetulan, lokasi yang dipakai untuk syuting film tidak jauh dari lingkungan rumahnya.

Figuran dan Punakawan 

[OPINI] Nasib FiguranDok. Pribadi/Firman Venayaksa

Adul, salah seorang Coordinator Talent menjelaskan bahwa kurang lebih ada 500 figuran yang terlibat di dalam film Balada Si Roy yang tersebar di Rangkasbitung, Lampung dan Serang. Sementara Wicun, yang menjadi Casting Director memiliki personil yang sangat terbatas. Maka relasi tim lokal yang membantu tim ini menjadi kunci bagi pencarian figuran, baik yang mendapatkan dialog ataupun ekstras. Kadang, mereka juga dibantu oleh komunitas atau agensi sehingga bisa lebih cepat mendapatkan figuran yang diharapkan.

Adul mengakui bahwa berada di sebuah tim yang mengurusi figuran bukan persoalan mudah. Dia harus bisa menjaga emosi. Jika emosi tidak stabil, maka bisa mengganggu mood para pemain. “Yang kami hadapi adalah manusia yang juga punya keinginan. Berbeda dengan kru lain yang mengurusi benda-benda. Kita harus pandai-pandai berkomunikasi, apa lagi jika yang kita hadapi talent senior,” ucapnya. Kendati demikian, Adul selalu berusaha untuk mengenal figuran melalui casting atau mempelajari CV dan video.

Figuran sering dianggap tidak penting, tetapi jika tidak ada figuran, tidak akan hadir suasana yang diharapkan di dalam film. Di dalam seni pewayangan, kita bisa membandingkan fungsi figuran dengan punakawan seperti Semar, Togog, bahkan raksasa. Seorang Arjuna memang diposisikan sebagai ksatria yang siap melawan siapapun tetapi sebuah cerita menjadi hampa dan tidak menarik tanpa kehadiran punakawan. Justru, di dalam pertunjukan tradisional tersebut, punakawan bisa menjadi ruang rehat penonton dengan melepaskan diri dari cerita awal yang serius. Hal tersebut pernah dibahas  Sapardi di dalam esai yang cukup menarik dengan pembahasan yang lumayan dalam, berjudul “Ksatria Kita Memerlukan Punakawan.”

Begitupun dalam teater modern. Meskipun fungsinya tidak terlalu sama, di dalam pertunjukannya, William Shakespeare selalu menyelipkan badut (clown). Seperti Hamlet, Othello, Titus Andronicus, dan Anthony and Cleopatra, untuk menyebutkan sejumlah karyanya.  Artinya, figuran sebetulnya memiliki posisi yang sama pentingnya dengan pemain utama, walaupun dengan fungsi yang berbeda.

Baca Juga: [OPINI] Seni Peran(g) Film 'Balada Si Roy'

Meneropong figuran

[OPINI] Nasib FiguranDok. Pribadi/Firman Venayaksa

Sepasang  figuran dadakan yang pagi hari sudah berada di lokasi adalah Maisaroh (63 tahun) dan Cecep Dadang (65 tahun). Mereka adalah sepasang suami-istri. Mereka tahu bahwa beberapa hari ini di kampungnya sedang dipakai menjadi lokasi syuting film, tetapi mereka sama sekali tidak menyangka jika diminta menjadi figuran. Sehari-hari, Maisaroh jualan beras di rumahnya, sementara sang suami menjadi pemungut sampah.

Ketika ditawari menjadi ekstras, mereka malu-malu, tetapi bersemangat. “Saya mau coba. Soalnya dulu waktu saya masih di Jakarta, saya pernah jadi figuran Roy Marten tahun 1973,” kenang Cecep Dadang yang mengaku sebagai buaya Monas. Ketika mengetahui bahwa film Balada Si Roy ada unsur percintaan, Maisaroh menjelaskan pertama kali ia digodai suami tercintanya itu.

“Dulu di mah aneh (menunjuk suaminya). Saya kan lagi jalan. Mau pergi kerja ke Glodok. Eh, tiba-tiba dilempar kacang. Niatnya sih mau kenalan, tapi iseng caranya,” ungkap Maisaroh sambil terkekeh mengenang masa lalu.  Bersama Cecep, ia dikaruniai sembilan cucu dan satu cicit. Ketika ditanya tentang film Balada Si Roy, mereka memiliki harapan film ini terkenal seperti film Rano Karno atau Roy Marten yang sempat melegenda pada zamannya.

Figuran lain yang menjadi ekstras di film ini adalah Dzikri. Ia adalah sarjana dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Film ini adalah pengalaman yang kedua setelah sebelumnya ikut terlibat menjadi figuran dalam film Yuni karya sutradara Kamila Andini. Ketika ditanya tentang pengalamannya di dalam film ini, Dzikri mengakui bahwa menjadi ekstras itu ternyata tidak segampang yang dibayangkan. Ia dan teman-temannya harus rela datang pukul 05.00 setiap harinya. Namun kendati setiap hari datang, takberarti ia mendapatkan scene.

“Saya ikut film ini untuk dedikasi dan pengalaman. Saya senang dengan dunia peran. Selain di film, saya juga bergabung di Teater Gates dan Teater Kafe Ide,” akunya. Dzikri mengaku, di hari pertama, dia masih sulit beradaptasi dan kadang tidak tahu apa yang harus dilakukan. Lama kelamaan, dia mulai memahami kebutuhan film ini dan ia selalu menanti arahan dari Coordinator Talent. Dzikri berharap setelah mendapatkan banyak pengalaman, ia bisa berbagi pengalaman dengan murid-muridnya di kelas. Ya, cita-cita ingin menjadi guru di sekolah  dan akan menjadi lebih bermakna jika mengajarkan ilmu pengetahuan dari sebuah pengalaman.

Dzikri, Maisaroh dan Cecep Dadang adalah bagian kecil dari ratusan figuran yang mewarnai film Balada Si Roy. Kemunculan mereka mungkin hanya beberapa detik saja dan dianggap remeh temeh. Tetapi jika tidak ada figuran yang tulus terlibat dalam sebuah film, bisa dibayangkan begitu hampanya. Seorang kstaria selalu membutuhkan punakawan di sampingnya.

Baca Juga: [OPINI] Action, Roy!

Firman Venayaksa Photo Writer Firman Venayaksa

Pengamat Youth Culture, dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya