Gara-gara Corona, The Beatles Pun Mampir ke Rumah

#SatuTahunPandemik COVID-19

Waktu yang dinanti-nanti Neng Kayas, putri sulungku, tiba juga. Selepas deadline Minggu, 21 Februari 2021, sekitar pukul 19.00 WIB kami telah berkumpul di tengah rumah. Gitar semiakustik Cort sudah mejeng di atas pahaku, sementara Neng Kayas, yang masih berusia dua tahun sepuluh bulan, sibuk melipat karpet untuk dijadikan panggung darurat.

Istriku Bubu, dan bungsuku yang sering dipanggil Adik Bengbeng, sudah menunggu. Konser sederhana ini berhasil kami gelar juga, dengan aku sebagai artisnya, Neng Kayas juga Adik Bengbeng sebagai penontonnya, dan Bubu sebagai tim dokumentasi merangkap konsumsi. Jreng! Konser dimulai dengan tembang The Beatles, I Saw Her Standing There. Rock n roll menjejali rumah ini, dan berhasil merasuki batin kami.

Satu jam sudah konser digelar. Selain The Beatles, Rolling Stones, dan Elvis Presley juga jadi asupan yang pas untuk merayakan malam ini. Saat di mana nyaris satu tahun kami puasa liburan dan nonton konser yang rutin dilakoni aku dan istriku bahkan sebelum kami pacaran.

Pandemik COVID-19 yang melanda dunia juga sampai di Purwakarta, Jawa Barat. Kami tak bisa ke mana-mana, karena di luar sana keadaan terlalu berisiko buat keluarga. Maklum, putri dan putraku masih ada di usia rentan untuk terkena virus corona. Diam di rumah dan banyak bersabar sepertinya menjadi sikap paling bijak dalam setahun ini.

Sudah 9 tahun aku menjadi jurnalis, dan sebagian besar waktuku habis di lapangan. Aku tahu kalau aku harus pergi biar tahu artinya pulang, tapi aku tak mau pulang dengan membawa virus sialan itu.

Maka aku sempat mengalami stres ketika harus diam di rumah selama berbulang-bulan. Gila, bukan apa-apa, diam di rumah ternyata membuat aku miskin akan inspirasi yang kerap kali ditemui di luar pintu.

Runtuhnya batasan antara kepentingan rumah dan kantor membuat pola hidupku sempat semrawut di beberapa bulan awal pandemik. Bayangkan, sebagai editor yang dituntut memoles artikel menjadi cakep dan enak dibaca, bagaimana aku bisa bekerja? Putri sulungku selalu menganggap bahwa aku selalu ada untuknya, sehingga baginya saban hari adalah waktu bermain dengan bapak. Sementara IDN Times juga anakku, yang mesti diberi artikel yang “sehat dan bergizi” agar tumbuh besar menjadi jagoan.

Tapi selalu ada jalan keluar dari tiap problema. Solusinya, aku mesti bangun lebih pagi dari Neng Kayas, mengurung diri di kamar yang telah diatur untuk jadi kantor sementara, dan mengerjakan tugasku dari pagi hingga sore hari di sana. Sebagian besar waktuku dalam setahun ke belakang dihabiskan di kamar yang istriku bilang sebagai “IDN Times Kantor Biro Purwakarta” itu.

Setiap kali ke luar kamar pada sore hari, dan bergabung dengan keluargaku di ruang tengah, Neng Kayas selalu menganggap bahwa aku baru saja pulang kerja. Kantorku menjadi sangat dekat dari kamarku, sekitar dua meter, dan aku pun bekerja dengan celana boxer juga baju barong yang adem. Semua ini tentu di luar rencana dan di luar kendali, karena aku gak pernah kepikiran bakal melakoni pekerjaan serius dengan cara selucu ini.

Masih bisa bernafas bebas dan masih berada di lingkungan IDN Times membuat aku tak pernah berhenti bersyukur. Alhamdulillah, saat ini, tak ada yang lebih indah daripada bekerja sesuai passion dan punya waktu cukup untuk kedua anak dan satu-satunya istriku.

Lagian, pandemik selama nyaris satu tahun ini mengajarkanku satu hal, bahwa sejatinya kekayaan adalah kesederhanaan. Iya, kekayaan adalah tembang The Beatles di atas panggung sederhana yang dibangun Neng Kayas.

Ah, aku cinta kalian semua.

#SatuTahunPandemik adalah refleksi dari personel IDN Times soal satu tahun virus corona menghantam kehidupan di Indonesia. Baca semua opini mereka di sini.

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya