[OPINI] Jadi Laki-Laki Pro Perempuan itu Sebuah Keharusan

Laki-laki harus bergerak mengubah keadaan

Harus kita akui bahwa laki-laki mempunyai privelese dalam hierarki jenis kelamin. Menjadi laki-laki pro perempuan berarti berani untuk melucuti privelese yang dimiliki, lalu membagi privelese tersebut dengan kelompok perempuan. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi laki-laki, sebab selama ini laki-laki memonopoli berbagai privelese dan kekuasaan yang ada dalam sistem sosial.

Ada laki-laki yang memiliki kesadaran bahwa sistem sosial di masyarakat menciptakan ketidakadilan bagi perempuan. Kesadaran tersebut berasal dari pengalaman kedekatan dengan ibu, nenek, bahkan menjadi anak laki-laki dari ibu yang dipoligami. Bisa dikatakan bahwa keluarga berperan penting dalam upaya membangun kesadaran laki-laki yang pro terhadap perempuan. Pengalaman pembinaan dari keluarga bisa menjadi dorongan bagi laki-laki untuk berpihak pada perempuan.

Tidak semua laki-laki menindas perempuan, ada juga yang menaruh perhatian terhadap keadaan yang dihadapi perempuan. Namun, saking kuatnya budaya patriarki, mayoritas laki-laki pro perempuan lebih memilih untuk diam. Memilih untuk diam sama halnya dengan melanggengkan praktik ketidakadilan terhadap perempuan. Untuk itu, perlu diketahui bagaimana menjadi laki-laki pro perempuan.  Ada kesadaran, prinsip, argumentasi dan tantangan ketika menjadi laki-laki pro perempuan.

1. Kesadaran

[OPINI] Jadi Laki-Laki Pro Perempuan itu Sebuah Keharusanilustrasi feminisme (pexels.com/Jopwell)

Secara akademik, studi Cassey dan Smith (2010) memberikan ilustrasi menarik bagaimana proses kesadaran keadilan itu tumbuh di kalangan laki-laki. Cassey dan Smith mewawancarai dua puluh tujuh laki-laki aktivis dari berbagai belahan dunia. Proses kesadaran disebut mereka dengan Men's Pathways to Anti Violence Involvement atau rute laki-laki menuju gerakan anti-kekerasan.

Ada beberapa tahapan proses kesadaran laki-laki pro perempuan. Pertama, tahap sensitisasi atau pengalaman yang membangun kesadaran. Pengalaman yang berupa menyaksikan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dan mendengar berita-berita pemerkosaan terhadap perempuan. Dari pengalaman itu, membuat laki-laki menjadi prihatin dengan persoalan yang dialami perempuan. Kedua, tahap kesempatan, yaitu situasi yang memberi ruang bagi laki-laki untuk terlibat dalam aktivitas antikekerasan terhadap perempuan. Saya ambil contoh yang bertalian dengan aktivitas mahasiswa, yaitu dengan menjadi satgas kekerasan seksual di lingkungan kampus, sesuai dengan amanat permendikbud no. 30 tahun 2021. Tahap ketiga ialah pergeseran makna, yaitu ketika laki-laki memaknai kasus kekerasan yang mereka lihat dan sadar bahwa mereka harus melakukan sesuatu untuk mencegahnya sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

2. Prinsip

[OPINI] Jadi Laki-Laki Pro Perempuan itu Sebuah Keharusanilustrasi media sosial (pexels.com/RODNAE Productions)

Sama halnya dengan menjalani kehidupan, manusia selalu mempunyai prinsip yang selalu konsisten dipatuhinya. Menjadi laki-laki pro perempuan juga demikian, harus berani berprinsip. Ada beberapa prinsip utama yang harus menjadi pedoman bagi semua laki-laki. Pertama, berkomitmen terhadap kesetaraan dan keadilan. Laki-laki pro perempuan harus mempunyai keyakinan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki status dan kedudukan yang sama. Kedua, Antidiskriminasi. Ketiga, antikekerasan terhadap perempuan.

Baca Juga: [OPINI] Stereotip dan Domestikasi Perempuan dalam Sinetron Televisi

3. Argumentasi

[OPINI] Jadi Laki-Laki Pro Perempuan itu Sebuah KeharusanIlustrasi gender fluid (unsplash.com/@massimorinaldi27)

Laki-laki pro perempuan harus menyadari bahwa patriarki melahirkan konsep maskulinitas yang merugikan laki-laki itu sendiri. Sebab, patriarki mengonstruksi maskulinitas yang hegemonik dan menindas, yang bercirikan kekuatan, kekuasaan, dominasi, kontrol dan kekerasan.

Dalam proses sosial pun, laki-laki ditekankan untuk menjadi dominan, superior, berkuasa dan memiliki kontrol atas banyak hal.

Padahal, laki-laki memiliki pengalaman dan praktik-praktik hidup yang berbeda sehingga maskulinitas yang dimiliki pun beragam. Namun, patriarki menutup kenyataan tersebut, hingga laki-laki harus hidup dengan patokan maskulinitas yang perfeksionis.
Laki-laki pro perempuan harus merekonstruksi kembali struktur maskulinitas untuk menjadi lebih humanis dan berorientasi pada keadilan semua gender.

4. Tantangan

[OPINI] Jadi Laki-Laki Pro Perempuan itu Sebuah KeharusanWomen's March 2019 (instagram.com/womensmarchsby)

Seperti yang telah disebutkan pada bagian pertama, berhenti memonopoli privelese dan membagikannya kepada perempuan merupakan tantangan bagi laki-laki pro perempuan. Tantangan lain berasal dari internal laki-laki itu sendiri, karena akan berhadapan dengan kelompok laki-laki lain yang ingin mempertahankan privelese dan kekuatan memonopoli tatanan sosial yang menguntungkan laki-laki. Hujatan dan cemoohan laki-laki lemah atau pelabelan negatif lainnya tentu akan dirasakan laki-laki pro perempuan.

Memperjuangkan keadilan adalah niat mulia yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Laki-laki yang berjuang untuk penghapusan ketidakadilan terhadap perempuan adalah sebuah keharusan. Sebab, diam atas kejahatan yang sudah lama terjadi sama saja melanggengkan kejahatan tersebut.

Baca Juga: [OPINI] Catcalling: Mengapa Perempuan Harus Menghindar Padahal Korban?

Gibran Hairudin Photo Writer Gibran Hairudin

Mahasiswa Semester Akhir

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya