Polemik Via Vallen dan Jerinx, Bagaimana Seharusnya Pesan Disampaikan?

Sebuah komunikasi yang gagal dan upaya saling tuduh

Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan persoalan selisih paham antara Via Vallen dan pendukungnya beserta Jerinx, personil band Superman is Dead (SID). Perselisihan tersebut diawali dengan ekspresi ketidakpuasan Jerinx dalam cuitannya di twitter, pada tindakan Via Vallen, yang tidak minta izin terlebih dahulu mengcover lagunya SID yang berjudul "Sunset Di Tanah Anarki (SDTA). Kalimat yang bersifat sangat ofensif dari Jerinx ke Via Vallen adalah "Jika hanya utk perkaya diri, then she's no different than a fucking whore".

Secara komunikasi, kata-kata ofensif Jerinx ini bisa diartikan menyerang pada dua pihak, pertama, yaitu, Via Vallen, yang bagi Jerinx dalam beberapa cuitan sebelumnya dianggap telah merendahkan lagu SDTA tersebut, dalam hal ini Via Vallen disamakan dengan whore (pelacur). Kedua, salah satu profesi kaum yang terpinggirkan oleh sistem ekonomi kapitalisme, atau kaum marjinal, yaitu Pelacur atau Pekerja Seks Komersil (PSK). Kaum pelacur dalam kalimat terakhir Jerinx, diartikan sebagai orang yang hanya punya orientasi untuk memperkaya diri belaka.

Pesan yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Jerinx sebagai komunikator kepada komunikan yaitu masyarakat luas, yaitu adalah bahwa ia berharap agar popularitas Via Vallen bisa digunakan untuk tujuan mulia, seperti untuk mendukung gerakan Melawan Lupa, perjuangan Kendeng, Pelurusan Sejarah 65 dan lainnya. Pesan tersebut dalam kenyataannya menjadi tak tersampaikan pada masyarakat luas umumnya, dan masyarakat marjinal khususnya, yang Jerinx inginkan supaya dibela.

Maksud hati ingin memberi nasihat, tapi kata-kata ofensif Jerinx pada Via Vallen malah mengaburkan pesan yang ingin disampaikan

Polemik Via Vallen dan Jerinx, Bagaimana Seharusnya Pesan Disampaikan?idntimes.com

Hal yang kemudian ditangkap oleh masyarakat adalah Jerinx menyamakan Via Vallen dengan pelacur. Tanggapan Via Vallen terhadap hal ini di instagramnya, adalah bukti konkret bahwa kata-kata ofensif Jerinx pada Via Vallen malah mengaburkan pesan yang ingin disampaikan olehnya.

Begini tanggapan Via Vallen terhadap hal ini di akun instagramnya,Minggu, 11 November 2018, "Jangankan saya, seorang pelacur dibilang pelacur saja pasti gak terima, apalagi saya yang bukan pelacur? Bagaimana perasaan saya? Apalagi perasaan orang yang telah melahirkan saya?". Via Vallen juga meminta supaya Jerinx menghargai perempuan, karena pada dasarnya perempuanlah yang telah melahirkannya.

Via Vallen paham bahwa tak ada seorang pun yang mau dibilang pelacur, bahkan seorang pelacur sekalipun tak akan mau dibilang pelacur. Berbagai musisi yang merakyat seperti Iwan Fals, Slank, yang dalam beberapa karya mereka menyinggung sosok PSK, seperti Iwan Fals dalam lagu "Lonteku" dan Slank dalam lagu "Kupu-kupu liarku", tidak dalam rangka menghina dan merendahkan, akan tetapi memberi apresiasi yang cukup tinggi pada sosok PSK yang sempat hadir dalam hidup mereka.

Apresiasi yang teramat tinggi pada profesi PSK terdapat dalam lirik lagu "Kupu-Kupu Malam" ciptaan Titiek Puspa,

Kupu Kupu Malam
Oh apa yang terjadi, terjadilah
Yang dia tahu Tuhan penyayang umatnya
Oh apa yang terjadi, terjadilah
Yang dia tahu hanyalah menyambung nyawa

Secara keseluruhan lirik lagu "Kupu-Kupu Malam tersebut, berkisah tentang dilema yang dialami oleh seorang pelacur atau PSK. Di satu sisi sebenarnya, ada rasa takut dosa, cemas terhadap siapapun yang akan menggunakan jasanya. Untuk itu, di bait terakhir, si kupu kupu malam yakin bahwaTuhan maha penyayang pada umatnya.

Seharusnya Jerinx sering-sering mendengar lagu ini, supaya paham bahwa pelacur atau PSK bukanlah profesi yang rendah

Pada dasarnya, tujuan untuk menjadi PSK kalau dilihat dari lirik lagu "Kupu-kupu malam" tadi adalah untuk menyambung nyawa. Artinya, karena tidak ada pilihan lain lah maka seseorang terpaksa menjadi PSK. Kalau dilihat secara lebih dalam, maka sistem penindasan manusia atas manusia lah yang membuat seseorang terpaksa menjadi seorang pelacur. Seorang pelacur, adalah orang yang tertindas dalam sistem yang tidak manusiawi tersebut, yang bekerja mempertaruhkan jiwa dan raganya, karena resiko untuk disiksa dan dibunuh selalu ada bagi seorang PSK.

Kembali ke fokus awal, jika memang Jerinx ingin Via Vallen juga menyuarakan suara-suara kaum marjinal, seharusnya ia bisa lebih elegan dalam pilihan kata, supaya pesannya tersebut tersampaikan, dan Via Vallen beserta pendukungnya juga mayoritas rakyat memahaminya dengan baik.

 

Saat ini boleh dikata, tindakan Jerinx yang menggunakan kata-kata ofensif untuk menyerang Via Vallen dan profesi PSK dalam akun Twitternya adalah salah satu bentuk kegagalan komunikasi

Perasaan yang mengemuka dalam hati masyarakat luas adalah simpati untuk Via Vallen, dan antipati terhadap kata-kata Jerinx yang ofensif tersebut. Tak ada sama sekali muncul kesadaran dalam masyarakat, bahwa seniman harus membela dan berpihak pada rakyat yang terpinggirkan atau kaum marjinal. Ironis sekali, karena penggemar Via Vallen, pada dasarnya adalah juga kaum marjinal dan menengah ke bawah. Akan sangat kontraproduktif, jika kaum marjinal menjadi tidak simpati pada setiap “aksi-aksi bela rakyat”, terutama yang didukung Jerinx, hanya gara-gara kata-kata kasar Jerinx terhadap Via Vallen, yang merupakan idola mereka.

Saran untuk Jerinx, dan organisasi-organisasi yang tengah berjuang melawan penindasan manusia atas manusia, yaitu jika ingin perjuangan anti penindasan mendapat simpati dan didukung oleh mayoritas rakyat, maka hal yang sangat penting untuk diubah adalah bagaimana cara berkomunikasi untuk menyampaikan pesan atau gagasan anti penindasan. 

Polemik Via Vallen dan Jerinx, Bagaimana Seharusnya Pesan Disampaikan?unsplash.com/@rawpixel

Sebuah gagasan yang baik akan tersampaikan dengan baik, jika cara atau metode penyampaian pesan itu juga baik, sebaliknya jika gagasan yang baik tidak disampaikan dengan metode yang baik, maka gagasan tersebut tak akan tersampaikan dengan baik, dan hanya akan menjadi sebuah kesia-siaan belaka. 

Kampanye anti penindasan pada dasarnya bukanlah kampanye untuk menciptakan musuh, melainkan adalah untuk memperbanyak kawan. Semakin banyak kawan, maka perjuangan anti penindasan manusia atas manusia, akan dengan mudah mencapai apa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat tanpa penindasan manusia atas manusia.

Baca Juga: [OPINI] Tuti, Agni dan Eksploitasi Manusia Sesama Manusia

Harsa Permata Photo Writer Harsa Permata

Harsa Permata lahir di Aceh Selatan, pada tanggal 30 Januari 1979. Alumni Filsafat Universitas Gadjah Mada. Sempat menjadi pengajar di Sekolah Dasar dan Menengah internasional di Jakarta, pada tahun 2005-2011, salah satunya adalah Sekolah Jubilee, Jakarta. Pada tahun 2016, menjadi dosen tetap di Universitas Universal, Batam, Kepulauan Riau. Ia juga mengajar sebagai dosen tidak tetap di berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Sanata Dharma dan Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya