Tuyul: Alternatif Penjelasan Irasional-Kultural terhadap Musibah

Konsep tuyul juga ditemukan di mitologi negara lain

Di era teknologi internet dan sosial media seperti sekarang ini, segala macam berita dengan mudah menjadi viral dan tersebar. Pengguna internet dewasa ini bukan hanya sekadar konsumen berita melainkan juga agen penyebar berita itu sendiri. Akibatnya, kabar-kabar yang sifatnya bombastis dan di luar nalar cenderung sangat mudah tersebar karena sifatnya yang mengundang perdebatan dan cenderung menarik perhatian.

Di Indonesia, berita mengenai hal-hal adikodrati atau supernatural menjadi salah satu topik yang ‘seksi’ untuk diperbincangkan. Pemberitaan tentang makhluk gaib seperti tuyul seringkali menjadi heboh di kalangan masyarakat. Tak jarang kabar penangkapan tuyul di suatu daerah oleh warga menjadi viral di internet dan memicu banyak spekulasi.

Isu tuyul kerap merebak ketika di suatu daerah banyak terjadi kasus-kasus kehilangan uang secara misterius tanpa diketahui sebab-musababnya. Biasanya orang-orang yang dianggap atau mengaku memiliki kemampuan spiritual menangkap tuyul dengan media tertentu seperti botol. Sosok tuyul yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam botol pun semuanya atau kebanyakan merupakan benda-benda mati yang mirip boneka dan tidak bergerak, apalagi bernyawa. Maka wajar apabila banyak yang menyangsikan kebenaran kabar-kabar demikian. Meski begitu, tidak sedikit pula warga yang percaya yang seringkali rela datang untuk menyaksikan secara langsung wujud tuyul yang tertangkap.

Bagi sebagian orang, penangkapan tuyul merupakan suatu fenomena yang sulit untuk dibuktikan secara akal dan logika. Akan tetapi bagi sebagian lagi yang percaya, hal tersebut bisa menjadi alternatif jawaban terhadap kejanggalan-kejanggalan yang mereka alami, yang tentunya tanpa melewati jalur pembuktian empiris. Yang berbahaya adalah ketika mayoritas masyarakat mempercayai hal yang sifatnya irasional dan non-empiris tanpa dibarengi pemikiran kritis untuk mempertanyakan keabsahannya, tak jarang keputusan sosial yang irasional pun diambil tanpa bukti data yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam mitologi Jawa, tuyul digambarkan sebagai sesosok gaib dengan perawakan kecil atau cebol menyerupai anak-anak. Menurut kepercayaan tersebut, tuyul dapat dipekerjakan oleh manusia untuk tujuan tertentu seperti mencuri uang. Perkawinan antara konsep tuyul sebagai sosok gaib dengan potensi kriminalitas yang dipercaya dimiliki oleh sosok ini lah yang secara subjektif sering dijadikan jawaban ‘instan’ untuk musibah kehilangan uang yang tidak atau belum diketahui penyebabnya.

Masalah yang timbul kemudian adalah ketika sistem kepercayaan tersebut dijadikan sebagai pedoman dalam bermasyarakat. Ketika semua kasus kehilangan kemudian diasosiasikan dengan konsep tuyul, maka kasus-kasus kriminalitas biasa yang non-gaib seperti pencurian dan pencopetan oleh manusia serta kasus kehilangan yang disebabkan oleh kelalaian sendiri (lupa, salah hitung, dll.) akan secara otomatis terbatalkan oleh asumsi mengenai tuyul tersebut. Akibatnya, asas yang muncul adalah prasangka buruk yang berbasis asumsi dan keyakinan, bukan lagi asas praduga tak bersalah. Pelabelan dan kriminalisasi terhadap orang yang dianggap memelihara tuyul pun akan rentan terjadi hanya dengan berpedoman pada kepercayaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris.

Selain di mitologi Jawa, konsep serupa tentang tuyul juga ditemukan dalam mitologi negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Filipina. Nama-nama yang digunakan untuk konsep sosok gaib tersebut di masing-masing negara adalah ‘toyol’ di Malaysia, ‘koan kroh’ di Kamboja, ‘kuman thong’ di Thailand, dan ‘tiyanak’ di Filipina. Meski istilah-istilah tersebut mengacu pada konsep yang mirip tentang sesosok supernatural berbadan kecil atau cebol, tidak semuanya memiliki fungsi yang sama dengan konsep tuyul di kepercayaan Jawa, yaitu mencuri uang. Hal ini membuktikan bahwa konsep tuyul dengan kemampuan mencuri uang ini sebenarnya lebih berakar pada aspek kultural daripada pengalaman dan pembuktian empiris.

Baca Juga: [OPINI] Definisi Cantik bagi Perempuan, Bisakah Berubah?

Ignatius Tri Endarto Photo Writer Ignatius Tri Endarto

Dosen linguistik dan peneliti

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya