Ketika Pandemik Tak Selalu Memberikan Dampak Buruk 

#SatuTahunPandemik COVID-19

Jakarta, IDN Times – Di Istana Negara, Presiden Joko “Jokowi” Widodo , ditemani Menteri Kesehatan saat itu, Terawan Agus Putranto, pertama kalinya mengumumkan kasus pertama COVID-19 di Indonesia, 2 Maret 2020.

Jokowi menyebutkan jika ada dua orang warga negara Indonesia dinyatakan terjangkit virus corona. Orang itu tertular dari warga negara asing yang sempat berinteraksi langsung dengan keduanya saat menyambangi Indonesia.

Satu tahun sudah berlalu, kasus COVID-19 di tanah air pun sudah jauh melonjak, lebih dari 1,3 juta orang. Tak ada satupun yang bisa menjawab kapan pandemik bakal selesai. Semua orang hidup dalam ketidakpastian, termasuk aku.

Pandemik COVID-19 benar-benar membuat aktivitas dibatasi. Saat pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), IDN MEDIA tempatku bekerja memberlakukan bekerja dari rumah (work from home) untuk menghindari risiko penularan virus berbahaya itu.

Tak pernah terbesit dalam pikiran, pandemik yang cukup besar, menemani perjalanan hidupku. Saya bahkan tak bisa melakukan aktivitas normal seperti biasanya, termasuk rutinitas bekerja, karena harus berdiam diri di rumah (kost tempat saya bermukim di Jakarta) dampak dari pandemik.

Rasa bosan jadi teman akrab yang menemani keseharianku. Tanpa disadari hal itu sudah berjalan satu tahun. Sejumlah hal berubah dalam gaya hidup karena muncul kebiasaan baru yang kini lumrah dilakukan.

Lebih dari dua bulan berjalan, aku mulai mendengar pelbagai keluhan frustrasi seorang teman, Kukuh Prasetya, di kontrakan tempat saya tinggal. Topik utamanya; kekhawatiran tentang kreativitas yang terhenti dan kondisi keuangan yang tak menentu.

Bekerja sebagai aktor (seniman) memang jadi tantangan besar di masa pandemik. Kukuh tak bisa berkesenian (akting) karena batalnya sebagian besar proyek film atau sinetron yang akan dibintanginya. Bukan perkara mudah bagi Kukuh yang tak bisa menumpahkan ide-ide gila selama virus corona mengepung Indonesia.

“Sudah susah untuk berkesenian mas (Ilyas), pusing aku! Takut nanti bakal tumpul kreativitas ku,“ kata Kukuh dengan nada frustrasi.

Perkaranya bukan hanya itu, ada banyak masalah lain yang dirasakan Kukuh. Pemasukan yang biasa didapat ketika menjalani profesi sebagai seniman ikut kena imbasnya. Walhasil, ia mesti memeras otak untuk bisa mencukupi kehidupannya.

Padahal, rutinitas memberikan sebagian penghasilan kepada orang tua di kampung tak bisa berhenti. Sementara, kala itu sudah tak sepeserpun pemasukan didapatkannya.

Otak seniman benar-benar liar. Kukuh yang tak punya pengalaman berbisnis berinisiatif mengajak saya beserta dua kawan lainnya, yakni Rafif Ramadan dan Yurico Iglesias berbisnis. Tak main-main, dia mengajak kami jual minuman thai tea dan green tea, tanpa dibekali pengalaman membuatnya.

Tak muluk-muluk, kami hanya punya target menjual minuman di tempat kami kost di bilangan Jalan Madrasah, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Maklum ada cukup banyak penghuni di sana yang sering membeli makanan atau minuman secara daring selama WFH.

Kami merasa kebiasaan penghuni kos-kosan bisa kami manfaatkan untuk menjual minuman. hal itu pun berjalan dengan baik. Mereka yang biasanya membeli minuman segar melalui aplikasi daring, kini jadi peminum Thai tea dan Green tea setia. Bukan soal rasa, mereka bisa dengan praktis meminumnya tanpa harus membayar terlebih dahulu.

Maklum, ide liar Kukuh yang sudah menular kepada saya, Rafif dan Rico, menelurkan model bisnis baru. Setiap pelanggan bebas meminum berapa banyak minuman yang kami jajakan dengan sistem pembayaran di awal bulan, tepat saat orang-orang gajian.

Tak disangka, sistem jualan seperti ini menarik minat rekan-rekan di IDN MEDIA. Kami pun memberanikan diri sedikit memaksa mereka membeli minuman itu. Tak banyak basa-basi, rekan-rekan kantor pun rela mencoba minum Thai tea dan Green tea yang rasanya belum tentu otentik itu.

Kondisi itu berjalan baik karena beberapa bulan setelah lebaran, IDN MEDIA membuat kebijakan kembali bekerja di kantor, walau jumlahnya dibatasi. Setidaknya hal itu membuat kami mendapatkan penghasilan baru, plus bisa membantu Kukuh.

Namun kondisi itu berubah ketika IDN MEDIA memberlakukan WFH untuk sebagian besar karyawan pada September 2020. Kami pun harus berpikir keras bagaimana bisa menjual minuman dengan jumlah yang sama seperti saat menjual di kantor.

Tak bisa dimungkiri, penjualan sedikit menurun. Kesulitan usaha di tengah pandemik ini membuat kami merindukan adanya kerumunan calon pembeli.

"Kami rindu adanya kerumunan agar minuman kami bisa dijual ke orang yang belum pernah kami kenal sebelumnya," ujar Rafif dengan raut wajah penuh harapan.

Kami memang sedikit resah, minuman Bisa Bayar Nanti (BBN) dirintis bersama belum punya offline store karena adanya pembatasan-pembatasan untuk kerumunan. Bisnis ini bisa bertahan karena pelanggan setia dibantu media sosial, khususnya Instagram.

Lewat media sosial kami berempat tetap bisa melakukan promosi tidak terbatas oleh pembatasan dan aturan. Kedua, kami juga dapat melakukan bisnis ini dengan sistem pre-order.

Hal itu dilakukan agar tidak ada bahan-bahan yang kami korbankan tiap harinya Kami bergerak berdasarkan pesanan dan tentunya bantuan dari lingkaran pertemanan kami berempat.

Sesekali orderan besar datang dari kolega terdekat. Entah untuk acara syukuran hingga hajatan, Thai tea dan Green tea kami bisa menjadi pelengkap kebahagiaan mereka di tengah pandemik.

Pada kuartal terakhir 2020, Kukuh yang semula sepi job, perlahan mulai mendapatkan panggilan mengerjakan beberapa film. Hal itu tentu membuat kami senang. Selain bisnis tetap bisa berjalan, Kukuh tak lagi pusing menumpahkan ide gila sebagai seniman.

Dari semua pengalaman baru yang kini menjadi sebuah kebiasaan itu, tercipta pertanyaan-pertanyaan baru pula. Apakah pandemik COVID-19 mengajarkan kami berempat bisa bertahan di tengah ketidakpastian? Padahal sebelumnya virus ini sering kami caci karena dinilai banyak memberikan dampak negatif.

Ternyata dampak virus corona ini tak semuanya buruk, banyak juga yang berdampak baik bagi orang-orang, seperti banyaknya waktu berkumpul dengan keluarga, hidup lebih hemat, polusi udara yang menurun, berkurangnya kemacetan, hingga banyaknya waktu mengeksplorasi diri, sama dengan apa yang kami berempat lakukan.

Walau banyak dampak positif yang didapat, aku dan mayoritas orang pasti tetap ingin pandemik ini segera hengkang dari muka bumi. Apalagi dengan tenaga kesehatan yang jadi ujung tombak selama satu tahun ini, kerja keras mencegah penyebaran virus berbahaya ini.

Selain itu, pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Tak ayal, aku merindukan suasana keramaian dan berkumpul dengan keluarga, rindu liputan sepak bola di stadion, rindu bercengkrama dengan teman-teman, rindu bagaimana ruwetnya kemacetan jalanan.
Mari kita tetap bersabar. Pandemik ini secepatnya akan berakhir. Hadapi kesulitan ini dengan semangat, percayalah hal itu bisa membuat kita lebih kuat.

Nikmati sesuatu yang membuat kita lebih baik, sehingga kita bisa mengingat lagi hari ini dengan sebuah kebanggaan. Semoga kita semua diberikan kekuatan dan kesehatan. Salam dan doa terbaik untuk Indonesia dari aku yang sedang #dirumahaja.

#SatuTahunPandemik adalah refleksi dari personel IDN Times soal satu tahun virus corona menghantam kehidupan di Indonesia. Baca semua opini mereka di sini.

Topik:

  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya