Menilik Potensi Biomassa: Sumber Energi Baru yang Menjanjikan

Biomassa berlimpah, tapi pemanfaatan masih minim

Pernah mendengar istilah perubahan iklim? Pasti tidak asing bukan? Bumi kita saat ini tengah menghadapi suatu fenomena yang disebut perubahan iklim. Perubahan iklim jika dibiarkan dapat menyebabkan peningkatan pada suhu bumi secara terus menerus. Dampaknya kita akan merasakan bumi yang kita tempati ini menjadi semakin panas.

Perubahan iklim tidak lagi hanya jadi isu semata, perubahan iklim kini sudah menjadi sebuah ancaman global. Dampak yang dapat ditimbulkan tidak main-main. Mulai dari perubahan pola curah hujan, musim tanam yang tidak menentu, kekeringan hingga gelombang panas adalah beberapa contohnya.

Penyebab utama perubahan iklim adalah meningkatnya kadar karbon dioksida di atmosfer yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil. Seperti yang kita tahu, sektor-sektor penting seperti ketenagalistrikan dan transportasi masih menggunakan bahan bakar fosil.

Pembangkit listrik yang ada di Indonesia didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara. Sedangkan di sektor transportasi masih didominasi oleh kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) yang berasal dari energi fosil.

Energi fosil menjadi penyumbang perubahan iklim

Kita sadari atau tidak, pemakaian bahan bakar fosil secara terus menerus bisa memberikan dampak negatif pada lingkungan. Sederhananya, penyebab bahan bakar fosil ini merugikan lingkungan karena ia menghasilkan polusi. Bahan bakar fosil entah itu minyak bumi, batu bara, atau gas alam mengandung gas karbon dengan persentase yang tinggi.

Jika gas karbon itu terlepas ke udara, ia akan bersenyawa dengan oksigen dan dapat membentuk gas karbon dioksida, salah satu gas rumah kaca yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Gas karbon dioksida inilah yang menyebabkan peningkatan radiasi, sehingga menyebabkan suhu permukaan bumi meningkat.

Menurut laporan Climate Transparency (2021), sektor ketenagalistrikan dan sektor transportasi menjadi dua penyumbang utama emisi karbon dioksida di Indonesia pada tahun 2020. Sektor listrik berkontribusi atas 35 persen emisi karbon dioksida dan sektor transportasi menyumbang 27 persen emisi karbon dioksida.

Dari kedua sektor itu saja sudah menyumbang lebih dari setengah total emisi karbon dioksida. Nampaknya penggunaan berbagai macam bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi masih menjadi sebuah primadona. Namun, penggunaannya bisa membuat sebuah perubahan besar pada kondisi iklim dunia. Maka, untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin ekstrem ini, penggunaan bahan bakar fosil harus diturunkan.

Indonesia telah menyatakan komitmen untuk turut berkontribusi menghentikan perubahan iklim ini. Melalui Perjanjian Paris tahun 2015, Indonesia menargetkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri, atau sebesar 41 persen dengan bantuan internasional hingga tahun 2030. Salah satu sektor yang menjadi target utama penurunan emisi gas rumah kaca ini adalah sektor energi.

Isu mengenai energi diangkat dalam KTT G-20

Tahun ini, Indonesia secara resmi memegang Presidensi Group of Twenty (G-20) selama satu tahun penuh. Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 kali ini mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” yang mengajak seluruh dunia untuk bersama-sama mencapai pemulihan lebih kuat dan berkelanjutan, pascaterjadinya pandemik COVID-19 yang membuat lesu seluruh dunia. Salah satu isu yang menjadi prioritas pembahasan Indonesia dalam Presidensi G20 Indonesia 2022 adalah mendorong transisi energi bagi keberlanjutan ekosistem global.

Salah satu gebrakan yang dilakukan pemerintah Indonesia yaitu transisi penggunaan kendaraan BBM menjadi kendaraan listrik. Pemerintah Indonesia saat ini terus menggencarkan penggunaan kendararaan listrik, sebagai upaya memitigasi perubahan iklim dengan menurunkan emisi karbon.

Bahkan selama penyelenggaraan KTT G-20 di Bali pada November 2022 mendatang, kendaraan yang digunakan adalah mobil dan motor listrik yang diklaim akan menjadi kendaraan masa depan yang lebih ramah lingkungan.

Penggunaan energi listrik digadang-gadang dapat menjadi angin segar dalam upaya mengurangi emisi karbon. Tapi efektifkah penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi karbon saat sebagian besar pembangkit listrik yang menghasilkan bahan bakar bagi kendaraan tersebut berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil? Yang tentu kita tahu emisi karbon yang dihasilkan jumlahnya masih cukup besar.

Maka, selain menggencarkan penggunaan kendaraan listrik, harus dibarengi dengan pengembangan infrastruktur yang mendukung program pengurangan emisi karbon.

Biomassa menjadi sumber energi yang menjanjikan

Biomassa menjadi salah satu sumber energi baru dan terbarukan yang belum banyak dilirik namun sangat potensial. Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) pada tahun 2020, potensi penggunaan biomassa sebagai bioenergi yang dimiliki Indonesia sangat besar, yaitu 442 GW, namun pemanfaatannya baru 99,4 GW atau sekitar 2 persen saja.

Sumber biomassa yang ada di Indonesia juga sangatlah melimpah. Biomassa dapat berasal dari tumbuhan/hewan, produk dan limbah hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, hingga sampah rumah tangga. Kementerian ESDM mencatat limbah dari hutan memiliki potensi sebesar 991 ribu ton, serbuk gergaji 2,4 juta ton, serpihan kayu 789 ribu ton, cangkang sawit 12,8 juta ton, sekam padi 10 juta ton, tandan buah kosong 47,1 juta ton, dan sampah rumah tangga 68,5 juta ton. Jumlah yang sangat fantastis bukan?

Meski potensial, sangat disayangkan pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi belum cukup optimal. Penggunaan biomassa untuk pembangkit listrik masih kalah pamor dengan batubara. Jika kita bandingkan, batubara berasal dari fosil yang sifatnya tidak dapat diperbaharui dan kini jumlahnya semakin menipis di alam.

Selain itu, batu bara menghasilkan emisi karbon yang berdampak buruk bagi lingkungan. Sedangkan biomassa berasal dari alam yang dapat diperbaharui dan tentunya lebih ramah lingkungan. Diatas kertas jelas energi dari biomassa ini lebih unggul dari pada batu bara. Lantas apa yang menghambat pemanfaatan energi dari biomassa ini?

Potensi dari biomassa juga sangat melimpah ruah di Indonesia, sayang sekali bila tidak dikembangkan. Disaat dunia sangat melirik pemanfaatan biomassa untuk pembangkit listrik yang ramah lingkungan, kita masih terus menerus menggunakan energi fosil. Padahal jika energi non-fosil ini kita kelola dengan benar, maka akan memberikan kontribusi besar pada konsumsi energi dunia.

Baca Juga: 5 Hal yang Mungkin Terjadi Jika Bahan Bakar Fosil di Dunia Habis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ananda Zaura

Berita Terkini Lainnya