[OPINI] Singlehood: Saat Pernikahan Tak Lagi Menjadi Prioritas

Gaya hidup tunggal untuk menunda pernikahan 

Pernikahan menjadi momen yang sakral dan berharga bagi seseorang. Penyatuan dua hati dalam tali suci perkawinan menjadi langkah awal membangun sebuah rumah tangga. Menelisik fenomena globalisasi dalam balutan modernisasi, dewasa ini masyarakat kita mulai lazim dengan istilah singlehood. Mengacu pada definisi Merriam-Webster, singlehood merupakan keadaan lajang dan belum memiliki keinginan untuk menikah. Dengan kata lain singlehood merujuk pada seseorang yang memilih menunda pernikahan atau bahkan tidak menikah karena berbagai alasan. Singlehood memiliki pandangan bahwa penemuan belahan jiwa (soulmate) bukan bentuk paksaan melainkan proses panjang.

Kebebasan lebih mudah didapatkan

[OPINI] Singlehood: Saat Pernikahan Tak Lagi Menjadi PrioritasPixabay.com/evita-ochel

Singlehood berarti membangun kehidupan yang mereka inginkan. Mereka biasanya menjalani hari begitu produktif seperti olahraga, merawat diri, memperhatikan asupan nutrisi, dan bekerja ekstra. Seorang singlehood juga lebih menjaga hubungannya dengan sahabat atau keluarga. Tidak hanya itu, sisi kemanusiaan untuk menjadi relawan juga lebih menonjol. Menjadi lajang membantu seseorang mempelajari arti simpati dan peduli secara mendalam terhadap sesama.

Faktor yang diduga sebagai pemicu kuat singlehood 

[OPINI] Singlehood: Saat Pernikahan Tak Lagi Menjadi PrioritasPixabay.com/kaboompics

Berbicara mengenai faktor pemicu singlehood ada banyak faktor yang saling berkaitan. Menurut Situmorang (2007) faktor kompleks yang menyebabkan perempuan Indonesia memilih lajang adalah tingkat pendidikan, peluang kerja, aspirasi karir, dan keadaan keluarga tertentu. Pada bagian lain, modernisasi diduga kuat mempengaruhi persepsi pernikahan jika melalui empat indikator. Indikator tersebut adalah kesetaraan gender, pergeseran nilai-nilai pribadi, dampak teknologi, dan penerimaan baru dalam pernikahan.

Baca Juga: [OPINI] Kartini, Emansipasi dan Masa Depan Perempuan Indonesia

Indikator kesetaraan gender menimbulkan kebimbangan di kalangan perempuan lajang  

[OPINI] Singlehood: Saat Pernikahan Tak Lagi Menjadi PrioritasPixabay.com/5688709

Pendapat Connel (2013) Raden Adjeng Kartini dianggap sebagai pelopor feminisme di Indonesia pada tahun 1890-an. Sejak itu, munculah sekolah perempuan yang terus mengalami peningkatan hingga detik ini. Bahkan badan pusat statistik pada tahun 2016 menghimbun data setidaknya proporsi perempuan yang mengenyam bangku perkuliahan sedikit lebih tinggi 2,62 persen. Semakin banyak perempuan lulus dari universitas, peluang karir pun juga meningkat. Akibatnya konsekuensi partisipasi perempuan dalam dunia kerja pun terjadi. Menurut Yoshida (2017) mereka terlalu menikmati karirnya, tidak memiliki waktu bersosialisasi dengan lawan jenis, dan mungkin kurang siap membina rumah tangga jika belum membangun karir.

Kohabitasi sebagai alternatif singlehood 

[OPINI] Singlehood: Saat Pernikahan Tak Lagi Menjadi PrioritasPixabay.com/sasint

Di negara barat, menurut penelitian Furstenberg (2015) kohabitasi sudah dianggap hal yang wajar dan dianggap layak bagi beberapa orang dewasa. Bahkan penelitian lain menunjukkan bahwa orang muda cenderung lebih menerima seks pra-nikah dan non-nikah. Akan tetapi perlu diingat bahwa di negara Indonesia hidup bersama dengan lawan jenis tanpa ikatan pernikahan resmi dianggap melanggar hukum. Tidak hanya dari segi hukum, segi agama juga menjadi penentang terbesar kohabitasi atau kumpul kebo tersebut.

Upaya mengatasi singlehood 

[OPINI] Singlehood: Saat Pernikahan Tak Lagi Menjadi PrioritasPixabay.com/StockSnap

Keadaan melajang tidak selalu dikaitkan dengan informasi kesehatan atau kesejahteraan psikologis. Bagi beberapa orang singlehood juga diorientasikan sebagai masa penyesuaian ketika perceraian terjadi atau meninggalnya pasangan. Perempuan khususnya, dapat mengalami stigma sosial jika mereka lajang dalam jangka waktu panjang. Metode partisipasi agama diyakini dapat mengatasi singlehood yang melibatkan konektivitas dengan Tuhan. Partisipasi dalam religiusitas sebagai identifikasi pengabdian dan komitmen terhadap agama maupun perintah untuk taat beribadah. 

Singlehood menunjukkan atribusi negatif yang menyebabkan aneka topik bahasan hingga masalah sensitif.  Bahkan penelitian terkait isu singlehood juga menjadi tantangan di bidang sosio-psikologis khususnya di Indonesia. Kembali lagi, pernikahan merupakan pilihan setiap orang. Sebagai masyarakat cerdas tentu kita tidak bisa menyalahkan pilihan seseorang selama tidak merugikan orang lain. Akan tetapi tidak ada salahnya untuk menasehati sesama. Nasehat bijak menumbuhkan rasa kekeluargaan dan cerminan menghargai perbedaan.  

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya