[OPINI] Wabi Sabi: Kita Ada Bukan untuk Menjadi Sempurna

Wabi sabi mengajarkan kita untuk mampu menghargai hidup

Rahasia wabi sabi adalah melihat dunia bukan dengan pikiran logis, melainkan melalui hati yang bisa merasa.” Beth Kempton

Era globalisasi yang semakin berkembang menuntut kita untuk bisa menjadi pribadi yang progresif di samping memiliki keterampilan tertentu. Di beberapa kasus, tak jarang kita dituntut untuk menjadi sempurna oleh lingkungan sekitar. ‘Sempurna’, yang berarti tanpa ada cacat sedikit pun. Padahal, pada hakikatnya manusia tidak mampu melampaui kemampuan yang telah ditetapkan oleh-Nya jika dilihat dari konsep Tuhan, bahwa manusia adalah makhluk yang terbatas.

Namun, penjabaran tersebut bukan berarti manusia tidak mampu menjadi pribadi yang baik dan berkembang. Kelemahan dan kekuatan yang diberikan Tuhan kepada manusia menjadi sesuatu hal yang distingtif, karena melalui itu, manusia dapat mengetahui nilai dirinya dan senantiasa berikhtiar menjadi pribadi yang mulia.

Memang, menjadi hal wajar ketika kita merasa bahwa diri ini telah melakukan banyak kesalahan dalam suatu pekerjaan, atau merasa bahwa diri ini tak bisa melakukan suatu hal sebagaimana yang orang lain lakukan, biasanya perasaan tersebut muncul ketika kita tak mampu mewujudkan ekspektasi orang sekitar terhadap diri kita, entah itu dari rekan kerja, teman, saudara, bahkan keluarga. Jika kita masih merasa demikian, mungkin saatnya kita memahami bagaimana “Wabi Sabi” bekerja. Di antara ketidaksempurnaan hakiki yang kita jalani ini, terdapat sebuah filosofi yang membuat kita mampu menghargai kehidupan.

Lantas, apa itu wabi sabi?

Wabi sabi merupakan seni hidup orang Jepang dengan cara mencari keindahan dalam ketidaksempurnaan dan menerimanya. Dilansir Pimtar.id berdasarkan buku Wabi Sabi: Seni Menemukan Keindahan dalam Ketidaksempurnaan karya Beth Kempton menjabarkan bahwa prinsip-prinsip wabi sabi mengajari kita untuk menerima diri sendiri sebagaimana adanya. Prinsip wabi sabi juga menuntut kita agar mengizinkan diri sendiri untuk lepas dari penilaian kesempurnaan yang tak berkesudahan, terlebih di zaman modernisasi seperti sekarang.

Dengan prinsip tersebut, kita akan berusaha sebaik mungkin mencapai sesuatu hal tanpa membuat diri kita merasa sakit dan terbebani. Wabi sabi mendorong kita untuk dapat rileks, menikmati hidup, dan menjalani kehidupan dengan baik, serta menyadarkan kita bahwa sejatinya keindahan bisa ditemukan di tempat-tempat tak terduga. Wabi sabi juga mengajarkan kita untuk menyukai ketidaksempurnaan dalam birai dunia yang fana.

Lalu, bagaimana menerapkan wabi sabi?

Lebih lanjut, Beth Kempton dalam bukunya yang dirangkum oleh Pimtar.id menjabarkan bahwa pada zaman modern seperti sekarang, ketika kita menghabiskan banyak waktu di dalam kantor maupun rumah, kita dapat keluar sejenak menjamah alam untuk menajamkan pancaindra. Alam adalah tempat berkumpulnya keajaiban. Irama alam akan dapat menyadarkan kita untuk mendengarkan irama diri sendiri, sehingga kita bisa mengetahui kapan harus bergerak dan kapan harus berhenti sejenak.

Selain itu, pengimplementasian wabi sabi juga dapat kita lakukan dengan bersikap menerima. Setelah proses penerimaan itu, kita bisa melakukan sesuatu hal yang kita minati, hal yang membuat pribadi kita menjadi berkembang. Dengan menerima, maka kita akan mampu bersyukur dan menganggap kegagalan sebagai peristiwa yang tidak kekal.

Terakhir, wabi sabi dapat diterapkan dengan senantiasa menggunakan sudut pandang kebaikan sekalipun dalam kondisi yang dianggap buruk. Namun, hal tersebut bukan berarti kita menolak merasakan emosi ‘negatif’ pada saat keadaan terpuruk. Hanya saja, dengan mencari hikmah atas segala macam peristiwa yang terjadi, kita pada akhirnya akan mampu menghargai setiap pengalaman yang telah dilewati.

Baca Juga: [OPINI] Kendalikan dan Kuasai Diri Sendiri Lewat Filosofi Stoisisme

Riani Shr Photo Verified Writer Riani Shr

Menulis adalah salah satu upaya menyembuhkan yang ampuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya