Timnas Indonesia Harus Dapat Emas SEA Games agar Hidup Saya Tenang

Manila 1991 sungguh tidak relevan bagi saya yang lahir 1992

Jakarta, IDN Times - 28 tahun setelah final SEA Games 1991 di Manila, Timnas Indonesia, kali ini diwakilkan oleh adik-adik dari kelompok umur U-22 plus dua pemain senior, sukses menapakkan kaki kembali ke sana, Manila di 2019.

Bagi saya, sepak bola selalu romantis. Saya memulai karier jurnalistik karena sepak bola. Mempertaruhkan semuanya, pendidikan hingga masa depan karier, juga di sepak bola.

Terlebih lagi, satu-satunya nasionalisme yang saya tahu tentang republik ini, semua juga di sepak bola. Jadi tolong, untuk final SEA Games 2019 cabor sepak bola yang akan main Selasa (10/12) malam ini, izinkan saya sekali saja berbangga untuk republik ini lewat sepak bola.

Vietnam bukan lawan mudah, kita sepakat saja soal itu. Indra Sjafri boleh sesumbar, tapi skor 1-2 di babak penyisihan grup lalu bukan isapan jempol belaka. Kekalahan itu menyadarkan saya bahwa Vietnam yang ini, bukan Vietnam yang saya tonton di SEA Games 2017 lalu di Kuala Lumpur, Malaysia.

Kala itu, anak-anak muda Vietnam begitu dominan dan kokoh, tapi kami, para pewarta yang datang ke ruang konferensi pers kala itu, selalu percaya bahwa sehebat apa pun Vietnam, mereka akan tersandung oleh Indonesia.

Vietnam kali ini begitu menyeramkan. Tajam, kuat, dan mematikan. 21 gol sepanjang turnamen, sama banyaknya dengan Indonesia, tapi, perlu diingat, Nguyen Quang Hai dan kolega belum pernah kalah sekali pun!

Tapi persetan dengan itu semua. Ini peluang kesekian kalinya bagi Indonesia, sukses ke final SEA Games setelah dua edisi terakhir kandas di semifinal, dan saya butuh medali emas itu.

Saya gak mau tahu apa pun nasihat orang tentang betapa tipisnya jarak rasa sakit dan bahagia di antara harapan dan realita. Saya sudah berkali-kali meringkuk di ujung tribun mulai dari Stadion Shah Alam di Selangor hingga Gelora Bung Karno di Jakarta. Untuk sekali ini saja, saya tidak peduli dengan omongan orang lain, pokoknya saya ingin emas SEA Games 2019 di cabor sepak bola. Titik.

Bagi saya, yang lahir di 1992, medali emas ini begitu monumental, juga emosional. Saya tumbuh besar dengan dongeng dari almarhum kakek bahwa negeri ini punya sejarah sepak bola yang luar biasa hebat. Ketika saya kecil, hingga saya tumbuh besar jadi pewarta olahraga, demi Tuhan, tak sekali pun saya merasakan manisnya gelar juara baik Piala AFF dan emas SEA Games.

Betul, Indra Sjafri dua kali memenangkan AFF U-19 dan U-22. Betul juga bahwa Fakhri Husaini turut memenangkan AFF U-16. Tapi, ayolah, itu hanya gelar semu. Gelar yang, tanpa mengurangi rasa hormat saya ke siapa pun, sebenarnya bisa saja dimenangi oleh Thailand dengan mudah kalau mereka mau.

Timnas yang berangkat ke Manila tahun ini punya segalanya untuk menang dan mereka harus menang. Egy Maulana Vikri semakin matang usai berkarier di Eropa, Saddil Ramdani semakin memesona usai habiskan satu musim di Malaysia, hingga mekarnya anak-anak muda penuh talenta seperti Asnawi Mangkualam Bahar dan Osvaldo Haay yang ditempa kompetisi ketat di Liga 1. Saking bertalentanya skuat ini, si bocah ajaib Witan Sulaeman bahkan tergeser di bangku cadangan!

The time is now. Saya tidak mau menunggu generasi Bagus Kahfi dan teman-teman yang mentas di SEA Games dua tahun mendatang. Sekarang atau tidak usah lagi kita juara emas ini sama sekali.

Bagi saya, harapan akan emas SEA Games ini begitu personal. Saya sangat ingin mewariskan cerita ini, yang terjadi di linimasa kehidupan saya, bahwa Indonesia menang medali emas sepak bola di SEA Games ketika saya sudah lahir ke dunia. Saya butuh ini, anak-cucu saya kelak butuh ini, dan saya akan ceritakan ini nanti ke mereka dengan penuh haru dan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia.

Baca Juga: Siaran Langsung Timnas U-22 vs Vietnam: Pecahkan Penantian 28 Tahun?

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya