[OPINI] Revolusi Industri 4.0: Egoisme Vs Altruisme

Bersatulah homo sapien sedunia!

Dalam era industri 4.0, transformasi teknologi menjadi diskursus krusial yang masif dipromosikan negara dan aktor non-negara (korporasi) untuk memperkenalkan teknologi kognitif, komputasi, kecerdasan buatan, sosio-robotik, dll.

Para milenial aktif diorganisir sistem industri 4.0 melalui ragam fasilitas akademik maupun non-akademik. Mulai dari Seminar di kampus-kampus, workshop inovasi dari kampung kota sampai desa-desa, talkshow inspiratif melalui media-media maenstream, hingga gelombang informasi yang sepersekian menit hilir mudik masuk kanal time-line media sosial.

Bila diakumulasikan, revolusi industri 4.0 mengandaikan kaum milenial memiliki skill untuk mampu mengoprasionalkan teknologi fisik maupun digital demi kepentingan sosio-ekonomi dan bisnis, serta efektifitas dan efisiensi kerja manusia untuk tiba pada peradaban baru.

Seperti industri 4.0, evolusi bekerja melalui seleksi alam yang mengandaikan kelangsungan hidup paling sesuai. Oleh karena itu, apakah industri 4.0 hendak, misalnya, mempertandingkan kecerdasan buatan dengan kecerdasan normal, sehingga ultim yang dirumuskan mengandaikan kecerdasan buatan lebih sesuai dari kecerdasan normal manusia?

Menurut Richard Dawkins, mahluk hidup berevolusi untuk melakukan hal-hal demi ‘’kebaikan spesies” atau ‘’kebaikan kelompok’’. Menjaga kelangsungan spesies bagi Dawkins adalah eufemisme umum untuk keberlanjutan reproduksi. Maka, prilaku altruis adalah penting untuk menjaga dan merawat kelestarian manusia agar terhindar dari kepunahan.

Manusia memiliki dua jenis genetika pada tubuh biologisnya: egois dan altruis. Gen egois dikenal sebagai prilaku mengedepankan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan orang banyak. Sedangkan gen altruis adalah prilaku mengedepankan kepentingan orang banyak di atas kepentingan diri sendiri.

Terlepas dari kontradiksi genetik egois dan altruis, faktanya, dominasi agresif masyarakat modern yang masuk pada industri 4.0, menyebabkan permasalahan sosial tiba pada level paling berbahaya: membesarnya kebencian, mengecilnya rasa cinta. Praktek kompetisi individual yang brutal lebih populer dari kerja sama transformasional. Keserakahan membesar, kemurahatian mengecil. Sinisme melebar, empati menyempit. Dengan kata lain, egoisme lebih primer dari altruisme.

Perjuangan eksistensial manusia mempertahankan keberadaan spesies-nya dari arus peradaban teknologi yang ‘egois’ hanya mungkin dilakukan bila altruisme humanis menjadi metode individual dan kelompok yang berupaya melindungi populasi dari kepunahan akibat egoisme individual yang amoral.

Individu-individu yang berada dalam kelompok, pertama-tama harus memiliki fasilitas untuk melihat masa depan, sehingga mampu memprediksi adanya kemungkinan ancaman bahaya (egoisme teknologi) yang dapat merugikan kemanusiaan, yang dapat menggantikan peran universal manusia, yang dapat mengikis habis nilai-nilai kemanusiaan.

Syaratnya, meredam keserakahan, menghentikan persekusi terhadap moral alamiah manusia, membatalkan eksploitasi untuk mencari kesesuaian paling sesui, meninggalkan kompetisi individual yang bringas, dan prilaku egois dalam bentuk apapun, demi kesejahteraan bersama, keadilan, kebudayaan etis, dan kelestarian untuk memastikan bahwa kesesuian altruistik menjadi utama dalam rangka mencegah hilangnya keberadaan manusia di masa depan.

Bersatulah homo sapien sedunia!

Baca Juga: 8 Pekerjaan Ini Gak Akan Hilang di Era Revolusi Industri 4.0

Krisnaldo Triguswinri Photo Writer Krisnaldo Triguswinri

Editor terinews.com

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya