Partisipasi Pemerintah di Desa Dalam Pemenuhan Layanan Air Minum

Negara menjamin hak rakyat atas air

Pemenuhan Kebutuhan Air Minum Lewat PAMSIMAS

Air minum merupakan kebutuhan dasar manusia yang mutlak harus terpenuhi. Namun, pada kenyataanya masih ada masyarakat yang kesulitan untuk mengakses air minum layak. Karena itu, sejak tahun 2008, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian PUPR meluncurkan program kolaboratif yang melibatkan multipihak termasuk pemerintah desa untuk pemenuhan kebutuhan air minum khususnya bagi masyarakat desa yang dikenal dengan nama program PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat). 

Pada PAMSIMAS III yang dimulai sejak tahun 2016, pemerintah desa diwajibkan berkontribusi minimal 10% dari total nilai perencanaan pembangunan sarana air minum dan sanitasi yang disusun bersama dengan masyarakat desa setempat. Tercatat dalam SIM PAMSIMAS sejak tahun 2016 sampai dengan akhir tahun 2021, kontribusi APB Desa baik yang merupakan kewajiban ataupun bukan kewajiban (sharing atau non-sharing) mencapai Rp820 miliar. 

Lebih membagakan lagi dari hasil pemantaun perkembangan di desa, kontribusi APB Desa untuk pembangunan sarana air minum ternyata jauh lebih besar dari itu karena pemerintah desa terus mengembangkan sarana untuk pemenuhan kebutuhan air minum di desa masing-masing dengan sumber dana dari APB Desa.

Negara menjamin hak rakyat atas air guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang baik, aman, terjaga keberlangsungannya, dan terjangkau, demikian negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok minimal terhadap air seperti yang tercantum dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Karena itu, negara yang dalam hal ini diwakili pemerintah, pemerintah daerah sampai dengan pemerintah desa harus hadir dalam mewujudkan amanat undang-undang tersebut.

Pengelolaan Air di Desa

Partisipasi Pemerintah di Desa Dalam Pemenuhan Layanan Air MinumKementerian PUPR meluncurkan program kolaboratif bernama PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat). (Dok. Kementerian PUPR)

Berbicara tentang pengelolaan air di desa, lebih khusus lagi dalam Permendagri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa ditegaskan bahwa pengelolaan air minum berskala desa merupakan kewenangan Desa dengan kategori kewenangan lokal berskala desa. Kewenangan inilah yang memberi amanat kepada pemerintah desa agar mengatur dan mengurus kebutuhan pokok terhadap pengelolaan air minum bagi masyarakat di desanya. 

Atas dasar ini, sarana air minum yang dibangun melalui program PAMSIMAS, juga harus menjadi perhatian pemerintah desa, mulai persiapan dan pengusulan, perencanaan dan proses pembangunannya serta selanjutnya agar menjamin keberfungsian, pengembangan dan keberlanjutanya. Atau dengan kata lain, pemerintah desa bukan hanya sekadar diminta berpartisipasi dalam pembangunan dan keberlanjutan sarana air minum di desa, melainkan hal tersebut merupakan kewajiban Pemerintah Desa dan dapat dibiayai melalui APB Desa.

Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka Program PAMSIMAS yang lokusnya di desa melakukan penyesuaian dalam pelaksanaan agar sinkron dengan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku, sehingga pada PAMSIMAS III yang dimulai sejak tahun 2016, peran pemerintah desa ditingkatkan lagi dan memberi kewajiban kepada pemerintah desa agar berkontribusi minimal 10% dari total nilai perencanaan pembangunan sarana air minum dan sanitasi yang telah disusun bersama dengan masyarakat di desa terkait. 

Dengan demikian, porsi pembiayaan pada PAMSIMAS III adalah 70% dari pemerintah/pemerintah daerah, 20% dari masyarakat dan 10% bersumber dari APB Desa. Program PAMSIMAS merupakan program yang menekankan kolaborasi baik di pusat, daerah maupun di desa, di pusat Program PAMSIMAS dikelola Kemeterian PUPR, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa dan PDTT, Kementerian Kesehatan dan Bappenas. 

Pengelolaan Program PAMSIMAS di daerah melibatkan Bappeda, Dinas PU, Dinas PMD, dan Dinas Kesehatan, sedangkan di tingkat desa, sebagai program yang berbasis masyarakat maka pemeran utamanya adalah masyarakat yang diwakili Pokmas (Kelompok Masyarakat) dan KPSPAMS (Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi) yang tentunya dalam tanggung jawab pembinaan dan pengawasan pemerintah desa.

Partisipasi dan keterlibatan pemerintah desa dalam PAMSIMAS dan pemenuhan layanan air minum untuk masyarakat tidak terbatas pada pembinaan saja, tetapi juga dituntut untuk melakukan pendanaan melalui APB Desa. Kebijakan tersebut disambut baik oleh Pemerintah Desa dan terbukti dengan relatif  besarnya kontribusi APB Desa yang berhasil dimonitor, yaitu sejak tahun 2016 sampai dengan akhir tahun 2021, tercatat dalam SIM (Sistem Informasi Manajemen) PAMSIMAS, nilai kontribusi desa untuk pembangunan sarana air minum dan sanitasi mencapai Rp819.850.470.527, nilai itu terbagi menjadi APB Desa Sharing (kewajiban minimal 10%) sejumlah Rp788,661,916,743 dan APB Desa Non-Sharing (di luar kewajiban sharing) sejumlah Rp31,188,553,784.

Terkait dengan APB Desa non-sharing untuk pembangunan sarana air minum dan sanitasi di desa lokasi PAMSIMAS, sebenarnya jauh lebih besar daripada nilai yang tercatat pada SIM PAMSIMAS. Hal itu tidak tercatat dalam SIM PAMSIMAS karena realisasi APB Desa Non-Sharing tersebut direalisasikan setelah pembangunan sarana air minum yang didukung dari APBN/APBD selesai (pasca program). Jadi, lebih kepada pengembangan sarana yang sudah ada untuk pemenuhan akses 100% air minum di desa. 

Indikasi nilai APB Desa jauh lebih besar daripada nilai yang tercatat pada SIM PAMSIMAS tersebut dibuktikan dengan beberapa analisis maupun temuan antara lain, yaitu Kabupaten Enrekang melaporkan jumlah realisasi APB Desa Non-Sharing Tahun 2020. Pada saat misi WB tanggal 3 Januari 2021 mencapai Rp1.453.577.000, kemudian saat presentasi laporan APB Desa pada kegiatan Workshop Peningkatan APB Desa untuk kegiatan air minum dan sanitasi tanggal 15 sampai dengan 17 September 2021 di Jakarta terungkap laporan dari beberapa sampel desa sebagai berikut (1) Desa Waara, Kabupaten Buton Tengah, Provinsi Sulawesi Tenggara, akumulasi realisasi APB Desa dari tahun 2019-2020 berjumlah Rp1.250.000.000, (2) Desa Bunut, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, akumulasi realisasi APB Desa dari tahun 2018-2020 berjumlah Rp1.163.000.000, (3) Desa Balung, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, akumulasi realisasi APB Desa dari tahun 2017-2021 berjumlah Rp1.100.000.000, (4) Desa Salenrang  Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, akumulasi realisasi APB Desa dari tahun 2017-2021 berjumlah  Rp1.095.000.000, (5) Desa Telaga Waru, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, akumulasi realisasi APB Desa dari tahun 2020-2021 berjumlah Rp1.095.000.000, (6) Desa Buhung Bundang Bontotiro, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, akumulasi realisasi APB Desa dari tahun 2019-2021 berjumlah  Rp890.000.000, (7) Desa Kemurung Wetan, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Timur, akumulasi realisasi APB Desa dari tahun 2019-2021 berjumlah Rp849.000.000 rupiah, dan (8) Desa Dhereisa, Boawae, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, realisasi APB Desa pada tahun 2019 saja berjumlah Rp898.000.000. 

Kemudian dari laporan akhir ROMS (Konsultan Pendamping Pamsimas) pada setiap provinsi juga dapat dipetik data Laporan Kontribusi APB Desa non-sharing dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2021 keseluruhannya mencapai Rp116.440.969.383.

Baca Juga: Upaya Masyarakat Desa Wujudkan 100 Persen Akses Air Minum

Target Pemerintah untuk Capai 100% Air Minum Layak

Partisipasi Pemerintah di Desa Dalam Pemenuhan Layanan Air Minumilustrasi minum air putih (pixabay.com/Pezibear)

Penganggaran kegiatan air minum dan sanitasi melalui APB Desa ini dilalukan sesuai dengan ketentuan yang merujuk pada Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa dan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dalam praktiknya dilakukan dengan cara mengintegrasikan perencanaan pembangunan sarana air minum dan sanitasi yang telah disusun oleh masyarakat melalui program Pamsimas ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa yaitu RPJM Desa dan RKP Desa. 

Perencanaan yang dibuat masyarakat tersebut adalah PJM ProAKSi (perencanaan Jangka Menengah Program Air Minum, Kesehatan, dan Sanitasi) yang disusun untuk pemenuhan 100% akses air minum dan sanitasi untuk kurun waktu 5 atau 6 tahun, kemudian diserahkan kepada Pemerintah Desa untuk dijadikan masukan dalam penyusunan RPJM Desa, demikian juga RKM (Rencana Kerja Masyarakat) yang dibuat untuk pelaksanaan program Pamsimas yang di dalamnya mencantumkan nilai APB Desa Sharing juga diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan tahunan Pemerintah Desa yaitu RKP Desa.

Target Pemerintah Indonesia untuk mencapai 100% air minum layak pada tahun 2024 dan 100% air minum aman pada tahun 2030 terus dikerjakan dengan berbagai strategi, salah satunya adalah dengan meningkatkan peran Pemerintah Desa. Dalam Pemenuhan kebutuhan air minum di tingkat Desa, Pemerintah Desa diberi ruang untuk melakukan Kerjasama antar Desa maupun Kerjasama dengan Pihak Ketiga (Swasta, CSR, NGO dan lainnya) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Program Pamsimas melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2020 sudah mengeluarkan Petunjuk Teknis Kerjasama Desa Untuk Kegiatan Air Minum dan Sanitasi yang disusun berdasarkan Permendagri Nomor 96 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Kerja Sama Desa Di Bidang Pemerintahan Desa.

Setelah melalui kajian yang mendalam dalam berbagai forum, baik rapat, seminar maupun workshop para pemangku kebijakan terhadap pelaksanaan Program Pamsimas di Desa, dengan memperhatikan peran, kewenangan maupun kewajiban yang melekat pada Pemerintah desa sesuai Peraturan Perundangan yang berlaku, maka mulai pada pelaksanaan Program Pamsimas tahun 2022, aset berupa sarana air minum dan sanitasi yang dibangun melalui program Pamsimas, diserahkan kepada Pemerintah Desa untuk dijadikan aset Desa, dengan demikian sesuai dengan Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset Desa, maka pemeliharaan aset desa tersebut akan menjadi kewajiban Pemerintah Desa dan Aparat Desa, selanjutnya pemeliharaan aset desa tersebut dibebankan pada APB Desa. Sementara untuk sarana air minum yang dibangun program Pamsimas sebelum tahun 2022 dan asetnya masih dipegang oleh masyarakat, akan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah untuk pengalihan asetnya menjadi aset Desa.

Walaupun sarana air minum tersebut telah menjadi aset Desa, tetapi dalam pengelolaanya tetap harus melibatkan masyarakat. Rekomendasi pola pelibatan masyarakat dalam pengelolaan air minum yang telah menjadi aset desa tersebut adalah: (1) KPSPAMS yang selama ini melakukan pengeloaan sarana air mimum di desa, kedudukannya dikukuhkan menjadi LKD (Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan (2) KPSPAMS demerger menjadi Unit Usaha BUM Desa.

Semoga ke depan Pemerintah Desa semakin mandiri dan berkontribusi besar dalam pencapaian target 100% air minum layak pada tahun 2024 dan 100% air minum aman pada tahun 2030. Jaya Desaku, Sehat Masyarakatku, Kuat Negaraku. (WEB)

Oleh: Mirani Arlan, S.T.
Jafung Teknik Penyehatan Lingkungan Pertama Dit. Air Minum, Ditjen Cipta Karya

Baca Juga: Pembinaan Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi 

Topik:

  • Marwan Fitranansya

Berita Terkini Lainnya