Representasi Perempuan di Film "Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak"

Haruskah menjadi pembunuh agar mendapatkan keadilan ?

Film “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak” tahun 2017 menceritakan tentang kehidupan seorang janda yang hidup seorang diri di perbukitan padang sabana Sumba. Film ini memperlihatkan betapa beratnya beban hidup seorang perempuan, namun sulit untuk mendapatkan sebuah keadilan. Sosok Marlina diperankan oleh Marsha Timothy, Novi diperankan oleh Dea Panendra, Franz diperankan oleh Yoga Pratama, dan Markus diperankan oleh Egi Fedly. Film yang disutradarai oleh Mouly Surya ini banyak meraih penghargaan nasional maupun internasional.

Artikel ini akan membahas bagaimana film ‘Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak’ merepresentasikan perempuan dengan visualisasi karakter Marlina di dalamnya yang terbagi menjadi empat babak yaitu babak perampokan, babak perjalanan, babak pengakuan, dan babak kelahiran.

Babak perampokan

Cerita dalam film ini berawal dari 7 orang perampok dan Markus sebagai pemimpin mendatangi rumah Marlina yang berada di perbukitan padang sabana Sumba. Markus duduk di tengah rumah Marlina sambil memainkan jungganya (alat musik tradisonal dari Sumba) lalu meminta Marlina untuk dibuatkan sup ayam yang nantinya akan ia makan bersama teman-temannya di malam hari. Tak lama anak buah Markus datang dan Markus memerintahkan Franz untuk mengambil semua ternak Marlina yang ada di kandang belakang. Marlina memasukan racun ke dalam sup ayam, semua perampok langsung meninggal kecuali Franz karena ia disuruh pergi membawa ternak, lalu Marlina masuk ke kamar mengantarkan sop ayam untuk Markus, namun Markus menumpahkannya dan malah menyetubuhi Marlina, saat itu juga Marlina memenggal kepala Markus.


Babak perjalanan

Keesokan harinya, Marlina pergi membawa kepala Markus dan
bertemu dengan Novi yang sedang hamil 10 bulan. Marlina dan Novi naik ke truk, sedangkan penumpang lainnya turun, Marlina memaksa supir untuk terus jalan dan mengancamnya dengan parang dileher sang supir. Franz dan temannya terkejut saat
memasuki rumah Marlina melihat Markus tanpa kepala, ia pun langsung pergi mencari kepala Markus. Marlina bersembunyi dari Franz yang sedang memeriksa truk, ia halusinasi melihat Markus tanpa kepala sedang memainkan jungganya, namun ia
tak mempedulikannya dan melanjutkan perjalanan menggunakan kuda milik salah satu penumpang truk.


Babak pengakuan

Marlina memasukkan kepala Markus ke dalam kotak dan menitipkannya pada sebuah warung makan kecil di samping kantor polisi. Di kantor
polisi, Marlina melaporkan dan menceritakan semua kejadian yang ia alami. Namun, laporannya tidak membuahkan hasil karena harus melalui proses yang panjang.
Marlina Kembali ke warung dan berkenalan dengan Topan, anak perempuan yang namanya mirip dengan nama anak Marlina. Marlina masuk ke dalam kamar Topan dan
mengambil kepala Markus lalu pergi dengan menunggangi kudanya.


Babak kelahiran

Franz menyuruh Novi menelepon Marlina untuk segera pulang dan
mengancam akan membunuh Novi dan bayinya jika Novi tidak mau. Sesampainya di rumah, Marlina memberikan kepala Markus kepada Franz untuk dipasangkan kembali
dengan badan Markus. Franz menyuruh Novi untuk membuat sup ayam dan meminta Marlina untuk tetap menemaninya. Di dapur, Novi sangat geram karena mendengar suara Marlina yang sedang disetubuhi oleh Franz. Novi pun masuk ke dalam kamar sambil menahan perutnya yang sedang sakit dengan membawa golok dan langsung memenggal kepala Franz. Marlina membantu Novi melahirkan dan cerita pun
berakhir.


Dalam buku yang berjudul “Perempuan di Titik Nol” (2014), Nawal el- Saadawi menyebutkan bahwa hidup begitu keras, orang yang benar-benar hidup adalah mereka yang lebih keras dari hidup itu sendiri. Ungkapan ini sangat cocok dengan karakter Marlina sebagai seorang janda yang gigih dan berani. Film ini merepresentasikan perempuan sebagai wanita yang gigih dan berani demi mendapatkan keadilan. Hal ini terlihat dalam adegan ketika Marlina memenggal kepala Markus yang sedang menyetubuhinya dan Novi yang memenggal kepala Franz karena berani menyetubuhi Marlina. Marlina juga mencari keadilan atas apa yang ia alami, namun respons kepolisian membuat Marlina tidak memiliki harapan untuk keadilannya.


Faktanya, baru-baru ini kita dihebohkan oleh seorang istri yang dilaporkan oleh suaminya karena istri tersebut memarahi suaminya yang pulang ke rumah dalam keadaan mabuk, walaupun akhirnya kepolisian menolak laporan tersebut setelah viral di dunia maya. Padahal perempuan juga memiliki hak untuk mendapatkan keadilan serta perlindungan. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan minimnya keadilan untuk perempuan di mana sering kali malah menjadi pihak yang dirugikan dan sayangnya semakin hari kasus kekerasan seksual terhadap perempuan ini semakin banyak. Apalagi saat RUU PKS yang awalnya berisi sembilan jenis kekerasan, saat ini menjadi RUU TPKS yang hanya berisi empat jenis kekerasan.


Representasi perempuan dalm film ini akan membuat sebuah pandangan baru tentang perempuan yang selama ini dianggap lemah, namun film ini justru menampilkan sosok perempuan yang berani dan gigih. Melalui perspektif sang sutradara yang juga seorang perempuan film ini berhasil mengubah perspektif bahwa tidak selamanya perempuan itu lemah.


Meliniyatuz Zuhra, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Baca Juga: [OPINI] Benarkah Gen Z Gemar Mengemis Validasi?

Meliniyatuz Zuhra Photo Writer Meliniyatuz Zuhra

Hayy, aku Meli. Sekarang lagi fokus dibidang Broadcasting.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indiana Malia

Berita Terkini Lainnya