Perjuangan Seorang Mizi Tetap Produktif di Tengah Pandemik

#SatuTahunPandemik COVID-19

“Capek ya? Sama, aku juga!”

Wajar banget sih jika kita merasa capek menghadapi pandemik COVID-19 karena sampai sekarang pun belum ketahuan kapan ini semua akan berakhir. Semenjak masuk ke  Indonesia pada Maret 2020 lalu, gak kerasa kini kita sudah harus terbiasa dengan beragam alat atau protokol kesehatan guna mencegah penularan virus ini.

Penggunaan masker, hand sanitizer, hingga menjaga jarak menjadi kebiasaan wajib yang perlu kita lakukan untuk menghentikan penyebaran COVID-19. Memang gak nyaman, namun semua itu patut kita lakukan untuk menjaga orang yang kita sayangi serta kasihi.

Gak hanya ketakutan akan bahaya penyebaran virus, masyarakat juga diselimuti berbagai macam ketidakpastian, kekecewaan, bahkan kesedihan. Misalnya, sebagai pekerja, kita, termasuk aku harus membiasakan diri pada sistem kerja yang berubah dengan penerapan Work From Home (WFH). Selain itu, ada juga karyawan yang harus tabah menerima pemangkasan di beberapa perusahaan, hingga sulitnya mencari kerja di tengah pandemik menjadi tantangan yang harus dilalui.

Aku sendiri sebagai seseorang yang masih bekerja hingga kini sangat bersyukur dengan kondisi yang ada. Meski WFH sangat mengganggu produktivitas yang ada, namun aku selalu berusaha untuk tetap mencapai target yang sudah ditentukan.

Sedikit berbagi cerita, aku bukanlah orang yang lahir dari keluarga berada atau berkecukupan. Semuanya harus dilalui dengan kerja keras dan kesederhanaan.

Sayangnya, dengan sistem kerja WFH ini aku harus benar-benar memutar otak untuk bisa tetap bekerja dengan lingkungan yang nyaman agar lebih produktif.

Di rumahku gak ada internet, gak ada meja untuk menopang laptop selama bekerja, bahkan terbilang gak nyaman karena berisik dan agak panas. Aku bersyukur dengan hal ini, namun terkadang semua itu membuatku merasa burn out dan stres. Bayangkan, harus bekerja dengan kondisi yang gak nyaman dan dikejar oleh waktu agar pemakaian internet yang gak melewati batas. Cukup melelahkan!

Untuk mengatasi masalah ini, aku berdiskusi dengan kedua orangtua untuk dapat menetap di rumah atau kos teman-temanku yang memang memiliki jaringan internet. Jadi, aku bisa bekerja dengan gratis, nyaman, damai, dan tentunya tetap asyik karena ada teman kerja yang bisa aku ajak berbicara.

Untungnya, banyak dari temanku yang memang mengizinkan aku untuk tinggal bersama mereka selama beberapa waktu. Sehingga, aku gak perlu ragu untuk melakukan hal tersebut. Hanya saja, sebagai orang yang menumpang jelas aku gak mau terlalu menyusahkan sehingga aku tetap membantu teman untuk membeli beberapa keperluan, seperti air minum, makanan, dan sebagainya. Semua hal tersebut tentu aku lakukan demi menunjang produktivitasku dalam bekerja agar dapat mencapai target yang sudah ditetapkan.

Pandemik memang mengubah segalanya, namun sebagai makhluk sosial yang memiliki akal kita juga harus bisa beradaptasi dengan situasi demi bertahan hidup. Meski bekerja dapat membangun jembatan ekonomi, akan tetapi jangan lupa untuk mempertahankan kesehatan jasmani dan rohani. Semangat memperjuangkan hidup di tengah pandemik!

#SatuTahunPandemik adalah refleksi dari personel IDN Times soal satu tahun virus corona menghantam kehidupan di Indonesia. Baca semua opini mereka di sini.

Baca Juga: Satu Tahun Pandemik, Saat Belajar Merelakan dan Bertahan

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya