[OPINI] Siapakah yang Bertanggung Jawab Mendidik Anak?

Guru atau orangtua?

Beberapa waktu yang lalu di suatu sore yang cukup cerah saya kebetulan mencari suasana yang agak berbeda setelah seharian di dalam rumah, saya memutuskan untuk keluar rumah sekadar untuk menghirup udara sore yang segar. Kebetulan di depan sudah ada beberapa ibu-ibu yang berkumpul. Ketika melihat saya keluar salah satu ibu meminta saya untuk membantu anaknya yang sedang duduk di kelas 4 SD untuk menyelesaikan soal yang diberikan oleh gurunya secara daring, saya mengamini.

Tetangga saya tadi sejatinya sudah terlihat frustrasi (mungkin) karena tidak biasa mengajari anaknya, sudah menjadi hal yang maklum bahwa banyak orangtua di Indonesia sangat mengandalkan sosok guru di sekolah maupun sosok guru di lembaga bimbingan tambahan, sebelum pandemik mengubah konstelasi itu dan banyak orangtua overwhelmed dengan situasi seperti itu.

Sejatinya inilah yang saya sayangkan, ketika orangtua merasa tanggung jawabnya terhadap kognitif anak selesai setelah mengantarkan anaknya ke sekolah atau ke lembaga bimbingan. Apakah ini bisa menandakan berhentinya proses “belajar” setelah sang anak pulang ke rumah? Seperti pada kasus saya tadi, ketika saya diminta untuk membantu mengerjakan soal tersebut saya tidak ingin anak tersebut hanya datang kepada saya dan menyelesaikan itu, lalu sudah. Saya ajarkan pada anak tersebut agar berani berpendapat dan kritis karena saya paham betul bahwa itu problem dari anak-anak kita, tidak berani berekspresi karena takut salah.

Bagaimana tidak? Pendidikan kita diajarkan untuk menghapal bukan memahami, diajarkan untuk semua dikembalikan ke buku teks paket maupun LKS yang diberikan oleh pihak sekolah, buruknya lagi ini dilakukan oleh tenaga pendidik di sekolah, yang mana kebanyakan dari guru-guru tersebut sudah berkecimpung lama mengajar di depan kelas dan paham betul mengenai teknik mengajar, pedagogi, andragogi, dll. Akhirnya dampaknya sangat terasa jelas, anak tetangga saya tadi sangat susah ketika saya tanyai salah satu soal mengenai energi terbarukan dan tidak terbarukan, memang dalam soal pilihan ganda hanya disuruh memilih mana yang termasuk energi terbarukan, namun saya ingin mengetahui seberapa percaya diri ia ketika menjawab pertanyaan, dan hasilnya ia sangat ketakutan untuk menjawab seolah-olah terbayangi perasaan jika salah akan dimarah-marahi.

Hal ini yang terjadi jika anak belajar dan guru/orangtua terbiasa memberi vonis 'salah' karena tidak sesuai buku teks, anak didik harusnya diberi apresiasi dulu ketika dia berani menjawab, lalu lakukan probing mengapa ia merasa jawaban tersebut dianggap benar olehnya, dengan itu anak akan bisa mengeksplorasi imajinasinya, anak akan terbiasa bertanggung jawab atas apa yang diucapkannya, dan melatih dia berdiskusi dan berpikir kritis.

Saya yakin masih ada di luar sana orangtua yang dengan baik dan runtut mengajarkan anaknya. Mungkin generasi kita mendatang bisa membawa angin segar itu kelak, dengan semakin 'well-informed' dan 'well-educated' nya generasi kita diharapkan akan membawa banyak perubahan yang berarti dalam pendidikan formal, informal, maupun non-formal.

Baca Juga: [OPINI] Terpaksa Menjadi Tulang Punggung Keluarga Itu Berat 

Muhammad Thoriqul Haq Photo Writer Muhammad Thoriqul Haq

mahasiswa biasa~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya