Tumbuh di Lingkungan Multi Ras & Agama, Saya Belajar Tenggang Rasa

Karena Indonesia itu plural!

Indonesia yang terdiri dari beragam ras dan agama sepertinya sedang berada dalam titik krisisnya. Melihat pemberitaan di media akhir-akhir ini membuat saya meringis dan hanya bisa mengelus dada karena ngeri. Isu agama digodhog dan dibumbui sedemikian rupa kemudian dihembuskan demi kepentingan golongan. Imbasnya, banyak orang terpengaruh dan main hakim sendiri dengan menggunakan jubah ras atau agama.

Kebhinekaan yang ditenun nenek moyang pun terancam koyak dan habis tak bersisa. Padahal perbedaan itu indah, seperti yang saya rasakan sedari usia belia.

Dibesarkan oleh ayah dan ibu dengan kepercayaan yang tak sama, membuat saya menghargai perbedaan yang nyata.

Tumbuh di Lingkungan Multi Ras & Agama, Saya Belajar Tenggang Rasabandung-wae.blogspot.co.id/

Ayah saya adalah seorang Kristen sementara ibu saya adalah Katholik. Meski perbedaan tak terlalu kentara, namun kedua keyakinan berbeda dari keduanya mengajarkan saya arti tenggang rasa yang sebenarnya. Ayah dan Ibu akan pergi ke tempat ibadah yang berbeda tiap Minggunya. Namun, itu tak jadi persoalan yang besar untuk keluarga, justru kekompakan kami tertempa. Ketika hari raya Natal atau Paskah tiba, kami sekeluarga akan mengatur jadwal dengan pergi ke gereja Katholik dan Kristen secara bergantian.

Perbedaan tak cukup sampai di situ, sedari kecil hingga usia saya 15 tahun, ibu terbiasa memperkerjakan asisten rumah tangga. Semua ART yang pernah bekerja di keluarga kami adalah seorang muslim, hal itu pun tak jadi masalah besar. Ibu mempercayakan mereka untuk mengasuh saya dan adik-adik ketika Beliau bekerja. Bahkan, pernah suatu kali ketika memasuki masa puasa, saya minta ikut dibangunkan untuk ikut menjalani sahur dan puasa. Ibu tidak melarang dan memarahi, beliau membiarkan. Kami punya agama yang berbeda-beda dan tinggal di atap yang sama, dan kami tetap bahagia.

Keluarga besar ayah yang muslim juga membuat saya bisa merasakan bahwa keragaman itu justru merekatkan.

Tumbuh di Lingkungan Multi Ras & Agama, Saya Belajar Tenggang Rasaindonesia-aid-foundations.org

Meski ayah saya adalah seorang Kristen, namun keluarga besar ayah adalah muslim. Ketika hari raya Idul Fitri tiba, maka keluarga saya yang nasrani akan pergi ke rumah nenek dan saudara yang muslim untuk mengucapkan "minal aidin wal faizin". Begitu juga sebaliknya, ketika kami sedang merayakan hari raya maka saudara saya yang muslim akan turut mengucapkan "Selamat Natal". Perbedaan agama bukan jadi sebuah isu besar untuk keluarga kami. Bukannya memecah belah, justru perbedaan ini merekatkan. Kami punya kesempatan untuk selalu berkumpul bersama ketika hari raya agama apapun tiba. Saya bisa makan opor dan ketupat ketika lebaran serta membuka kado Natal setiap tanggal 25 Desember.

Bersekolah di SMP negeri dengan mayoritas teman-teman muslim membuat saya lebih menghargai dan bertoleransi.

Tumbuh di Lingkungan Multi Ras & Agama, Saya Belajar Tenggang Rasablog.adidas-group.com

Saya tidak hanya jadi minoritas di dalam keluarga besar, menginjak usia remaja saya bersekolah di SMP negeri yang didominasi oleh teman-teman muslim. Ibu sengaja memasukkan saya ke sekolah negeri setelah sedari TK hingga SD saya disekolahkan di sekolah swasta Katholik. "Supaya kamu punya teman dari banyak golongan.", ujar beliau. Memang, perkataan beliau benar adanya.

Di SMP dulu, siswa nasrani hanya berjumlah tak sampai 20 orang dalam satu angkatan. Lagi-lagi hal itu tak jadi soal. Saya justru bisa belajar lebih peka dan menghargai. Ketika Idul Adha tiba, saya ikut membantu memotong hewan kurban. Dan ketika Paskah, kami yang Katholik akan menghias telur dan membawanya ke sekolah. Teman-teman yang muslim akan melihat dengan pandangan ingin tahu sembari bertanya bagaimana sejarah Paskah. Sungguh, tidak ada ucapan meremehkan atau sindiran hanya karena perbedaan keyakinan.

Baca juga : 10 Sensasi Istimewa Bagimu yang Punya Banyak Teman dari Berbagai Agama

Di bangku SMA, sebagian besar teman-teman adalah Tionghoa. Tidak ada yang mengolok-olok meski warna kulit saya tak seterang mereka.

Tumbuh di Lingkungan Multi Ras & Agama, Saya Belajar Tenggang Rasablog.baliwww.com

Selesai menyelesaikan pendidikan di SMP, saya melanjutkan pendidikan di sekolah swasta. Di SMA saya dulu, hampir semua siswanya adalah Tionghoa. Meski demikian tidak ada yang mengejek hanya karena saya Jawa dan punya warna kulit yang berbeda dengan mereka. Kami tetap berkawan karib hingga sekarang. Beberapa dari mereka sering main ke rumah dan bisa berbahasa Jawa halus. Saya pun kerap bertanya mengenai budaya Tionghoa demi menambah wawasan. Sepanjang pertemanan, tidak ada sebutan pribumi dan Cina, karena kami sadar kami memiliki Indonesia dengan porsi yang sama.

Saya kuliah dan bekerja dalam lingkungan yang kaya, teman dari Sumatera hingga Papua semuanya ada.

Tumbuh di Lingkungan Multi Ras & Agama, Saya Belajar Tenggang Rasa4foodfriendsandfun.yuku.com

Menginjak bangku kuliah, lingkungan saya lebih heterogen lagi. Saya berkuliah di universitas swasta di Yogyakarta yang sangat menjunjung tinggi nilai humanis dan kemanusiaan. Salah satu universitas yang berani menolak dengan tegas ketika ada oknum meminta baliho kampus diturunkan hanya karena kampus saya memiliki baliho dengan poster kemajemukan ras dan agama di Indonesia. Di kampus, saya menemukan teman yang plural, berbeda budaya hingga latar belakang. Tidak hanya berasal dari pulau Jawa, sebagian besar lainnya berasal dari Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, hingga Papua.

Mereka semua mengajarkan saya bahwa Indonesia itu kaya. Bumi Pertiwi ini bukan milik satu suku, satu agama, atau golongan tertentu saja. Karena Indonesia itu milik bersama, dimana di dalamnya terdapat banyak budaya, berbagai bahasa, ragam suku, serta agama yang plural. Sungguh indah ketika kita mampu menghargai prinsip, keyakinan, dan budaya yang dimiliki oleh orang lain tanpa perlu mengotakkan dan merasa paling benar. Semoga Bumi Pertiwi tetap rukun dan damai hingga nanti.

Baca Juga: [OPINI] Seharusnya Indonesia Itu Seperti Ini, Penuh dengan Toleransi

Topik:

Berita Terkini Lainnya