Edukasi Pengguna E-commerce Percepat Transformasi Ekonomi Digital

Bersama membangun ekosistem e-commerce dengan edukasi

Tak terasa kini belanja online sudah menjadi kebiasaan umum masyarakat Indonesia. Saya masih ingat sekitar tahun 2012 teman-teman kuliah saya masih ragu untuk berbelanja online. Mulai dari takut barangnya tidak sesuai, takut penipuan, hingga ada yang kurang setuju konsep belanja online. Karena merasa pedagang dan pembeli tidak bertemu secara langsung.

Sudah 10 tahun berlalu sejak saat itu. Kini hampir setiap hari kantor tempat saya bekerja kedatangan paket dari karyawan yang membeli belanjaan secara online. Ya, dengan belanja online, kita lebih mudah menemukan barang yang dicari, dan mudah memilih barang dengan harga yang sesuai, hanya berbekal sebuah smartphone dan koneksi internet.

Semakin menjamur pula marketplace sebagai e-commerce untuk bertransaksi secara online. Diikuti dengan semakin banyak jasa ekspedisi yang menawarkan pengiriman ekonomis dengan waktu cepat untuk mempermudah berbelanja online. Tentu peralihan ini tidak berjalan dengan lancar begitu saja. Membuat orang percaya dan beralih ke e-commerce juga butuh waktu.

Berbagai permasalahan saat bertransaksi online perlu dipecahkan bersama

Edukasi Pengguna E-commerce Percepat Transformasi Ekonomi DigitalIlustrasi seseorang sedang belanja online (unsplash/rupixen.com)

Berbagai permasalahan yang menghambat orang untuk berbelanja online satu per satu dipecahkan. Seperti tidak punya rekening bank untuk pembayaran, kini belanjaan online bisa dibayar melalui mini market. Masih ragu barangnya tidak datang, para marketplace berlomba-lomba memberikan layanan COD (Cash On Delivery), dimana pembeli bisa membayar saat barangnya sudah datang. 

Namun solusi-solusi tersebut tidak selamanya mulus. Seperti beberapa waktu lalu sempat viral video seorang ibu-ibu yang memarahi kurir jasa ekspedisi karena barang COD pesanannya tidak sesuai dengan yang dipesan, dan memaki kurirnya meminta pertanggungjawaban dan tidak mau membayar, padahal paketnya sudah dibuka. Sebenarnya kurir hanya bertugas mengantar barang dan meminta uang pembayaran COD. Tidak ada tanggung jawab sama sekali dengan kesalahan barang yang dikirim oleh penjual di marketplace. Ini semua terjadi karena kurangnya edukasi kepada pengguna layanan COD.

Melirik dari kasus ibu-ibu yang memarahi kurir karena paket COD-nya tidak sesuai, tentu perlu adanya kerja sama antara marketplace, pembeli (buyer), dan penjual (seller) untuk mengedukasi tentang layanan belanja online yang semakin ke sini sudah menjadi kebutuhan utama. Terlebih lagi selama pandemik, kebutuhan berbelanja online telah menjadi pilihan karena masyarakat tidak bisa ke mana-mana.

Dilansir dari kominfo.go.id, Johnny G. Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Menkominfo RI), mengatakan bahwa COVID-19 mendorong akselerasi transformasi digital masuk ke era baru, yaitu era digital society. Hal ini membuat pemerintah terus berupaya mengembangkan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan transformasi digital di sektor perekonomian, salah satunya memperluas jangkauan internet.

Ditambah lagi, maraknya tren belanja online di e-commerce juga menciptakan peluang untuk siapa saja membuka toko online mereka sendiri di marketplace. Dengan barang-barang produksi sendiri maupun menjual kembali barang-barang dari pedagang lain (reseller), membuat semakin banyak toko online yang ada di marketplace. Seller yang menggunakan marketplace pun harus siap bersaing dengan banyaknya seller lain di sana, serta para buyer juga jadi mendapatkan banyak alternatif produk untuk dibeli. 

Dilihat dari sini, pihak pemerintah sebenarnya juga sudah semakin mendukung agar transformasi ekonomi dan digital cepat tercapai, masyarakat pun sudah mulai tersadar akan kemudahan memanfaatkan cara digital untuk bertransaksi. Di sini dirasa perlu memperkuat edukasi kepada orang-orang yang berada di ekosistem sebuah e-commerce agar berjalan lancar dan aman.

Pentingnya edukasi para pengguna e-commerce untuk percepatan transformasi ekonomi dan digital

Edukasi Pengguna E-commerce Percepat Transformasi Ekonomi DigitalIlustrasi seseorang sedang belajar membuat online shop (unsplash/Roberto Cortese)

Hal pertama yang perlu diedukasi bagi para seller yang ada di marketplace adalah bagaimana cara memenuhi standar menjadi seller yang baik di marketplace. Tujuannya agar konsumen terlindungi dan mendapatkan layanan sebaik mungkin. Misalnya dalam menampilkan foto produk yang sesuai dengan barang yang dijual. Tujuannya agar buyer tidak merasa tertipu jika barang yang sampai ternyata berbeda dengan yang ada di foto produk.

Selain itu deskripsi produk pun sebaiknya perlu diperhatikan oleh seller toko online. Deskripsi produk yang jelas bisa membantu konsumen untuk lebih memahami produk yang akan mereka beli. Dan yang paling penting adalah layanan konsumen (customer service).

Layanan ini bisa berupa layanan chat saat buyer menanyakan lebih lanjut tentang produk yang akan mereka beli. Keramahan dalam membalas chat, serta kecepatan merespon pertanyaan dan memroses pesanan buyer juga perlu diperhatikan. Beragam edukasi untuk seller ini bisa dilakukan oleh pihak marketplace sebagai wadah dimana para seller menjajakan barang dagangannya.

Bagi buyer, edukasi juga sangat perlu dilakukan. Mari kita tinggalkan dulu cara pemesanan dan cara pembayaran secara umum karena hal ini sudah banyak masyarakat yang paham. Namun edukasi seputar layanan inovatif seperti COD dan sistem cicilan atau pay later juga perlu ditekankan.

Masih banyak yang belum tahu bahwa layanan COD harus dibayarkan terlebih dahulu, baru barang bisa diterima dan di-unboxing. Jika barang tidak sesuai, maka buyer dapat melakukan komplain dan mengembalikan produk melalui marketplace. Bukan melalui kurir langsung seperti yang terjadi pada video viral sebelumnya.

Selain itu sistem cicilan atau pay later juga perlu diedukasi secara detail agar buyer merasa nyaman dan tahu syarat-syarat apa saja untuk mengajukan sistem pembayaran cicilan ini. Tentu saja edukasi ini perlu kembali digiatkan oleh pihak marketplace.

Tak hanya itu, kesadaran dan pemahaman buyer terhadap barang yang dibeli juga perlu ditingkatkan. Beberapa orang terkadang tidak membaca deskripsi produk dengan jelas sehingga saat barang sampai dan ternyata tidak sesuai dengan harapan, mereka mengajukan komplain dan memberi ulasan buruk, padahal semua keterangan sudah dituliskan pada deskripsi produk.

Bicara tentang ulasan, ini juga menjadi hal yang perlu diedukasi. Kita sering melihat tangkapan layar ulasan marketplace yang menggelitik di akun-akun joke dan meme. Biasanya ulasan yang menggelitik ini karena salah pemahaman bagaimana cara memberikan ulasan yang baik oleh buyer. Ulasan seharusnya ditujukan untuk seller yang sudah menjual barang. Seperti respon seller saat memroses barang, hingga kesesuaian barang terhadap keterangan dan gambar.

Namun terkadang masih ada saja yang memberi ulasan buruk padahal masalah yang dihadapi di luar kendali seller. Seperti masalah ukuran produk yang tidak sesuai ekspektasi buyer, padahal ukurannya sudah jelas-jelas ditulis seller pada keterangan produk.

Kesalahan lain seperti salah paham dalam memberi jumlah bintang juga bisa merugikan reputasi seller di marketplace. Beberapa buyer masih ada yang menganggap ulasan positif adalah dengan memberi bintang satu, bukan bintang lima. Ini sering ditemukan, memberikan ulasan dengan kata-kata yang positif, tapi bintang yang diberikan hanya satu.

Selanjutnya bagi marketplace, juga perlu adanya pengawasan ketat tentang keamanan data pengguna. Kasus peretasan, dan pengambilan data pengguna menjadi isu penting yang harus diperhatikan. Dilansir dari idntimes.com tercatat pada tahun 2019 dan 2020 lalu, tiga marketplace besar di Indonesia kebobolan jutaan data pengguna oleh peretas untuk dijual kembali. Meski pihak marketplace umumnya mengatakan bahwa data yang diretas bukan data penting yang menyangkut username dan kata sandi, namun kita tetap perlu mengantisipasi kebocoran data untuk tetap menjaga keamanan pengguna e-commerce di Indonesia.

Marketplace wajib menjaga agar data pengguna selalu aman, baik dengan memperbaiki celah-celah sistem yang bisa membuat data bocor, maupun mengimbau agar pengguna marketplace mengganti kata sandi secara berkala untuk memperkecil risiko peretasan.

Peran pemerintah sebagai pengawas dan membantu jalannya edukasi

Edukasi Pengguna E-commerce Percepat Transformasi Ekonomi DigitalIlustrasi wanita sedang berbelanja online (pexels/Andrea Piacquadio)

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) sebagai pemilik wewenang tentang berjalannya transformasi ekonomi dan digital di Indonesia juga perlu ikut menjaga data keamanan pengguna internet di Indonesia, termasuk data para pengguna marketplace. Serta mengawasi setiap pelaku di bidang e-commerce, karena transformasi ekonomi dan digital menjadi salah satu tujuan gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20.

Sebagai Presidensi G-20 Indonesia melalui gelaran KTT G-20, akan pertama kali diadakan di Indonesia tepatnya di Bali pada November 2022 nanti. Lalu sebagai salah satu dari 1000 Aspirasi Indonesia Muda, besar harapan saya agar hal-hal ini bisa menjadi pembahasan penting. Selain keamanan yang merupakan salah satu aspek penting dan mendasar dalam peralihan perekonomian ke digital, meningkatkan edukasi pengguna e-commerce di Indonesia juga tak kalah penting agar transformasi ini bisa berjalan cepat dan lancar. 

Dilansir dari kominfo.go.id, Johnny G. Plate mengatakan bahwa tahun lalu Kemkominfo sudah melakukan pelatihan keterampilan digital dasar bagi 12,5 juta penduduk Indonesia dan menargetkan 5,5 juta peserta ikut ambil bagian di tahun ini. Hal ini sudah jadi langkah awal yang baik yang dilakukan pemerintah untuk mengedukasi masyarakat agar mampu mempercepat transformasi ekonomi dan digital. Harapannya pelatihan yang diberikan juga mencakup bagaimana bertransaksi yang baik di e-commerce. Serta pemerintah bisa turut aktif untuk mengawasi jalannya transaksi digital dengan melakukan pengawasan setiap marketplace yang ada di Indonesia.

Karena hal ini juga bertepatan dengan salah satu dari tiga isu prioritas yang akan dibahas pada KTT G-20, yakni arsitektur kesehatan global, serta transisi ekonomi berkelanjutan, dan transformasi digital dan ekonomi. Sehingga edukasi dan keamanan data menjadi agenda bersama antara Kemkominfo RI, marketplace, dan masyarakat yang berkecimpung di dunia e-commerce baik yang berupa seller maupun buyer. Karena hal ini sangat penting untuk mewujudkan Recover Together, Recover Stronger perekonomian di Indonesia yang juga menjadi tema KTT G-20 tahun ini. Mengingat besar juga kemungkinan akan semakin banyak marketplace dari luar negeri yang membuka layanannya di Indonesia.

Dengan dibahasnya edukasi untuk pengguna ekosistem e-commerce, harapannya seluruh pengguna e-commerce bisa semakin teredukasi sehingga transformasi ekonomi dan digital bisa berjalan dengan lancar dan aman dari isu kebocoran data. Serta manfaatnya bisa dirasakan seluruh kalangan masyarakat, dan "drama" akibat kurang pemahaman tentang penggunaan platform e-commerce bisa berkurang.

Baca Juga: Pertemuan Kedua G20 EDM-CSWG di Jakarta Resmi Berakhir 

Rijalu Ahimsa Photo Verified Writer Rijalu Ahimsa

Member IDN Times Community ini sudah tidak malu-malu lagi menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indra Zakaria
  • Dimas Bowo
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya