[OPINI] Homoseksual dan Salah Kaprah yang Mengakar

Transgender itu bukan berarti homoseksual

Orang masih sering salah dalam mengartikan bahwa saat seorang mengubah jenis kelaminnya, maka ia adalah seorang homoseksual. Kemudian, bila seseorang berpenampilan maskulin padahal secara jenis kelamin ia adalah perempuan, maka ia seorang homoseksual.

Ketidaktahuan tersebut sempat menjadi salah satu topik penting yang dibahas secara khusus oleh majalah National Geographic Indonesia pada Januari 2017 lalu. National Geographic Indonesia mengupas secara komprehensif mengenai spektrum gender yang sangat cair sehingga hampir pasti tak dapat diketahui hanya dari melihat penampilan seseorang.

Ada orang-orang yang percaya biner gender. Artinya, gender diartikan sebagai sebuah kewajiban memilih, menjadi laki-laki atau perempuan sesuai dengan jenis kelamin biologis. Orang-orang ini juga meyakini bahwa laki-laki harus maskulin, perempuan harus feminin.

Di sisi lain, ada juga ada orang-orang yang membantah asumsi tersebut. Mereka beranggapan bahwa gender itu tak bisa dikotak-kotakan seperti yang telah dikonstruksikan oleh masyarakat selama ini. Dalam istilah lainnya, orang-orang ini percaya bahwa gender itu tak saklek, melainkan sesuatu yang cair, atau genderfluid.

Baca Juga: Pernah Mencoba Bunuh Diri, Perempuan Ini Kini Bangga dengan Jenggotnya​

Perbedaan identitas gender, ekspresi gender, dan orientasi seksual.

[OPINI] Homoseksual dan Salah Kaprah yang Mengakarteenvogue.com

Human Rights Campaign mengampanyekan perbedaan antara identitas gender, ekspresi gender, dan orientasi seksual. Identitas gender adalah perasaan paling dalam dari diri sendiri yang mengidentifikasi apakah ia seorang laki-laki, perempuan, gabungan keduanya, atau tidak di antara keduanya.

Ini bisa jadi tak ada hubungannya dengan jenis kelamin yang dinyatakan dokter ketika lahir. Sebab masing-masing individu punya konsep personal akan dirinya. Ekspresi gender adalah penampilan luar dari suatu identitas gender.

Ini ditunjukkan melalui sikap, tingkah laku, cara berpenampilan yang biasanya diasosiasikan dengan menjadi maskulin, feminin, atau androginus. Sedangkan orientasi seksual merupakan perasaan emosional dan ketertarikan seksual terhadap individu lain yang bisa jadi tidak berkaitan dengan identitas gender maupun ekspresi gender.

Seseorang yang dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan tak selalu sepakat dengan ini seumur hidupnya.

[OPINI] Homoseksual dan Salah Kaprah yang Mengakarinstagram.com/denarachma

Hal yang menarik dari gender adalah bahwa ini sangat luas. Misalnya, ketika X lahir, ia dinyatakan berjenis kelamin perempuan, saat tumbuh dewasa ia mungkin sepakat dengan dokter. Penampilannya pun sesuai dengan norma di masyarakat bahwa perempuan harus feminin. Begitu juga dengan orientasi seksualnya. Ia mengikuti norma dengan tertarik pada lawan jenis.

Yang harus dipahami, itu semua bukan sebuah aturan baku, melainkan konstruksi sosial yang dilandaskan pada, salah satunya, agama. Faktanya, ada orang-orang tertentu yang tidak tumbuh dan hidup seperti ekspektasi dari masyarakat. Seseorang bisa menyebut dirinya agender di mana ia tidak mengidentifikasi diri sebagai laki-laki atau perempuan.

Ada juga transgender yang identitas gendernya tidak sama dengan yang dinyatakan ketika lahir. Contohnya, dokter menyatakan Y lahir dengan jenis kelamin laki-laki. Pada perkembangannya, secara pribadi Y lebih nyaman menyebut dirinya sebagai perempuan. Maka, ia adalah seorang perempuan transgender.

Seorang perempuan yang berpenampilan maskulin tak berarti homoseksual.

[OPINI] Homoseksual dan Salah Kaprah yang Mengakardavidhiggsphotography.com

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, secara definisi, ekspresi gender itu berbeda dengan orientasi seksual. Seorang perempuan yang berdandan feminin tidak mesti tertarik dengan lawan jenis, yakni, seorang laki-laki. Begitu juga perempuan yang berpenampilan maskulin tak berarti homoseksual.

Hal yang sama berlaku saat seorang laki-laki berpenampilan androginus -- campuran maskulin dan feminin -- bisa saja tertarik secara seksual dengan lawan jenis, yakni, perempuan. Ini yang salah kaprah di masyarakat. Pasalnya, sejak lahir kita terbiasa mengkotak-kotakan bahwa perempuan harus feminin dan laki-laki harus maskulin, serta kedua identitas gender harus tertarik dengan lawan jenis.

Tak bisa dipungkiri, seringkali kita secara otomatis menyebut seseorang sebagai "banci" ketika melihatnya berpenampilan tak sesuai dengan jenis kelamin biologisnya. Istilah ini kemudian mengarahkan kita kepada stigma bahwa ada yang salah dengan orang tersebut. Lalu, kita menyebutnya sebagai seorang homoseksual karena tak terlihat berpenampilan layaknya jenis kelamin itu.

LGBTQ bukan istilah untuk menyebut homoseksual.

[OPINI] Homoseksual dan Salah Kaprah yang Mengakarcomplex.com

Lagi-lagi kita sering melakukan generalisasi yang berakar dari ketidaktahuan. LGBTQ merupakan akronim yang dipakai untuk menyebut individu atau kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender, queer. Seperti disebutkan National Geographic Indonesia, akronim tersebut tak sama dengan homoseksual.

Pasalnya, pertama, biseksual adalah individu yang memiliki ketertarikan emosional dan seksual baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Kekeliruan kedua adalah transgender bukan sebuah orientasi seksual. Kemudian, queer merupakan istilah yang memayungi orang bukan heteroseksual dan/atau sisgender.

Sisgender sendiri digunakan untuk menyebut seorang individu yang identitas gendernya sesuai dengan jenis kelamin yang dinyatakan ketika lahir. Dengan kata lain, queer juga bukan berarti orientasi seksual. Spektrum yang dipayunginya juga luas.

Dari sini kita bisa mengetahui bahwa perkara gender itu lebih tak terduga dari yang selama ini diyakini oleh masyarakat secara tradisional. Pengetahuan ini juga mengajarkan kita bahwa stigma-stigma yang melekat kepada kelompok tertentu yang "membangkang" dari norma dan budaya masyarakat itu tidak selalu benar.

Baca Juga: Protes Kekerasan Terhadap LGBT, Para Pria Belanda Bikin Gerakan Bergandeng Tangan

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya