[OPINI] Pembubaran Kebaktian di Sabuga: Pelanggaran Terhadap Toleransi dan Kebebasan Beragama

Karena sudah bukan soal izin semata

Sekelompok massa ormas bernama Pembela Ahlus Sunnah (PAS), pada Selasa kemarin (6/12), mendatangi dan menghentikan sebuah acara bertajuk Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). KKR ini dipimpin oleh Pendeta Stephen Tong dan digelar di Sasana Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung.

Kronologi kejadian penghentian paksa Kebaktian Kebangunan Rohani di Gedung Sabuga.

Kebaktian diadakan antara pukul 13.00 hingga 16.00, yang kemudian ingin ditambahkan sesi kedua pada pukul 18.00. PAS memaksa pihak penyelenggara untuk mengakhiri kebaktian tersebut sebab menurut mereka kegiatan itu harus digelar di gereja, bukan tempat umum.

Massa PAS sudah sejak sore berkumpul di sekitar jalan masuk menuju Sabuga. Pihak Polrestabes Bandung menyampaikan keinginan PAS kepada Pendeta Stephen Tong yang kemudian meminta waktu 45 menit untuk berdiskusi dengan jemaat kebaktian. PAS hanya memberi waktu hingga pukul 18.00 agar kegiatan kebaktian dihentikan dan para jemaat meninggalkan Sabuga.

Sebelum sampai pukul 18.00, perwakilan PAS langsung masuk ke dalam gedung dan menghentikan latihan paduan suara dengan naik ke atas panggung. Pukul 19.00 terjadi mediasi antara pihak PAS dengan Pendeta Stephen dengan mediator Kapolrestabes Bandung. Hasilnya, Pendeta Stephen diberi waktu sepuluh menit untuk menjelaskan kepada jemaat bahwa KKR tak bisa dilanjutkan.

Tak ada kejelasan tentang prosedur perizinan mana yang dianggap keliru oleh massa PAS -- dan dikonfirmasi oleh Polrestabes Bandung.

[OPINI] Pembubaran Kebaktian di Sabuga: Pelanggaran Terhadap Toleransi dan Kebebasan Beragamaheronesia.com

Dalam spanduk yang dibawa oleh massa PAS ada tulisan "Masyarakat muslim Jabar meminta kegiatan KKR pindah ke tempat yang telah disediakan (gereja), bukan tempat umum". Spanduk itu tak mungkin disiapkan dalam waktu satu atau dua jam saja dan yang pasti tak mewakili semua populasi umat Islam di Jawa Barat.

Menurut PAS, kebaktian itu harus dihentikan karena "adanya kesalahan prosedur dalam proses kelengkapan pemberitahuan kegiatan" dari pihak KKR. Kapolrestabes Bandung Kombes Winarto membenarkan hal tersebut, tapi tak ada penjelasan lebih lanjut tentang izin yang mana yang tak lengkap atau dilanggar. Panitia kebaktian sendiri mengaku bahwa izin yang mereka kantongi sudah lengkap. Bahkan, acara KKR ini bukan baru sekali diadakan di Sabuga karena ini adalah kegiatan rutin setiap menjelang Natal.

Menurut keterangan Muhammad Roin selaku Ketua PAS, pihaknya tak melarang penyelenggaraan kegiatan rohani umat agama lain asal tidak dilaksanakan di tempat umum. PAS menginginkan "supaya mereka melaksanakan ibadahnya di tempat yang sesuai dengan undang-undang negara ini". PAS menggunakan Surat Peraturan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 sebagai landasan dari tindakan untuk menghentikan kebaktian tersebut. Namun, mereka juga tak menerangkan sebabnya dengan jelas.

Baca Juga: Berbagi Makan Pada Hari Natal, Restoran Ini Buktikan Kalau Warga Muslim Itu Cinta Damai

Salah satu pasal di SKB itu mengatur tentang izin sementara pemanfaatan bangunan bukan rumah ibadat.

[OPINI] Pembubaran Kebaktian di Sabuga: Pelanggaran Terhadap Toleransi dan Kebebasan Beragamaberitasatu.com

Pasal 18 Surat Peraturan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 menyebutkan bahwa bangunan gedung bukan rumah ibadat bisa digunakan untuk rumah ibadat sementara dengan syarat-syarat di bawah ini:

1) Mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan syarat layak fungsi dan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

2) Pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat itu meliputi izin tertulis pemilik bangunan, rekomendasi tertulis lurah/kepala desa, pelaporan tertulis kepada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten/kota, serta pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;

3) Surat keterangan pemberian izin sementara oleh bupati/walikota diterbitkan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil memberi pernyataan resmi.

[OPINI] Pembubaran Kebaktian di Sabuga: Pelanggaran Terhadap Toleransi dan Kebebasan Beragamatwitter.com/FerryMaitimu

Penjelasan dari Wali Kota Ridwan Kamil sangat penting untuk mengetahui duduk persoalan sebenarnya. Mengapa? Karena massa PAS menggunakan SKB sebagai landasan tindakan mereka. Ridwan baru saja mengunggah pernyataan resminya melalui akun Instagram. Berikut ini pernyataannya:

[OPINI] Pembubaran Kebaktian di Sabuga: Pelanggaran Terhadap Toleransi dan Kebebasan Beragamainstagram.com/ridwankamil

Dari sepuluh poin yang diungkapkan Ridwan Kamil itu, setidaknya ada hal penting yang wajib dicermati:

1) Ia mengakui adanya intimidasi ormas keagamaan yang tidak pada tempatnya dan tak sesuai dengan semangat kebhinnekaan;

2) Menyatakan bahwa selama suatu kegiatan rohani itu bersifat sementara, bangunan publik seperti gedung Sabuga bisa dimanfaatkan;

3) Pemerintah Jawa Barat adalah pihak yang memberi surat rekomendasi kegiatan kebaktian ini -- yang secara implisit berarti Wali Kota Bandung menyetujui dan telah menurunkan surat izin sementara pemanfaatan Gedung Sabuga;

4) Pihak panitia tadinya hanya meminta waktu kebaktian dari pukul 13.00 hingga pukul 16.00, tapi kemudian mereka kemarin berkeinginan untuk mengadakan acara tambahan di malam hari;

5) Ia menyesal bahwa koordinasi antara panitia dan pihak aparat tak berjalan lancar dalam proses pengamanan sehingga acara kebaktian harus dihentikan secara paksa;

6) Pemerintah Kota Bandung meminta maaf atas ketidaknyamanan ini dan mengupayakan waktu serta tempat pengganti agar kebaktian bisa berjalan kembali.

Maka, tak benar jika kegiatan rohani -- apapun agamanya -- hanya boleh dilakukan di rumah ibadah.

[OPINI] Pembubaran Kebaktian di Sabuga: Pelanggaran Terhadap Toleransi dan Kebebasan Beragamatwitter.com/FerryMaitimu

Keinginan untuk menambah jam -- bila memang benar itu persoalannya -- semestinya bisa diakomodasi dengan baik melalui koordinasi antara panitia dan pihak keamanan. Dengan insiden masuknya massa PAS ke dalam gedung, tidak bisa dipungkiri ada kesan bahwa aspirasi itu tak bisa dipenuhi lantaran massa PAS memang menolak kegiatan kebaktian diadakan di Sabuga.

Pernyataan Gubernur Jawa Barat yang menganggap peristiwa ini adalah "kejadian kecil yang tak menganggu apa-apa". Bagaimana bisa hal seperti ini diucapkan oleh seorang pemimpin daerah yang seharusnya menjamin kebebasan beragama bagi setiap penduduknya? Jika sekelompok orang yang berlagak preman melangkahi pihak berwajib dan sesuka hati menganggu kegiatan ibadah, ini bukan kejadian kecil.

Pihak kepolisian yang diharapkan bisa menjaga semua masyarakat juga perlu bercermin dari kejadian ini. Aparat tak sepantasnya membiarkan massa ormas seenaknya masuk ke dalam gedung saat jemaat sedang beribadah, ketika aparatlah yang wajib menjaga keamanan acara itu. Mereka punya otoritas dan tanggungjawab untuk memediasi jika memang ada pihak-pihak yang keberatan terhadap adanya kegiatan tersebut.

Baca Juga: Beberapa Pendukung Aksi 212 Marah Karena Sari Roti Bantah Bagi Roti Gratis, Apakah Ini Bentuk Intoleransi?

Topik:

Berita Terkini Lainnya