[OPINI] Kini Saling Mencintai pun Diatur oleh Negara, Maksudnya Apa?

Cinta itu anugerah dari Tuhan bukan urusan negara

Benar memang, nyatanya dulu orang tua kita menyarankan agar menikah dengan seorang yang lebih mapan agar hidup kita senantiasa lebih terjamin. Hukum juga akan berlaku sesuai dengan keadaan lingkungan masyarakat istilahnya “omnipresent in the sky to meed the social need” kurang lebih seperti itu.

Tanggal 21 Februari kemarin, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa “orang yang kaya lebih baik menikahi orang miskin”. Setelah membaca kalimat tersebut saya bak seperti di negeri dongeng. Tak ayal, para netizen pun tak hentinya berkomentar kepada mantan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu. Bagaimana tidak, jelas saja negara sudah seperti mengurung warganya sendiri pada jeratan tak berbesi itu. 

Ujaran itu berbanding terbalik dengan perkataan Nabi, dalam mencari jodoh sebaiknya melalui tingkatan agama bukan karena banyaknya harta, cantiknya rupa, dan tingginya kedudukan seseorang. Apakah pemerintah sekarang sudah habis pikir memberantas kemiskinan di negeri nan kaya raya ini? 

Benar memang, angka perceraian tinggi salah satunya karena faktor ekonomi, tapi apa pantas kita menyuruh dua insan bersatu karena masalah ekonomi mereka. Sungguh, solusi yang sangat tak logis. Hanya sebab karena adanya sekufu atau setara menjadikan seseorang itu menikah antara orang miskin dengan orang miskin pula sehingga timbullah kemiskinan yang baru. Berbicara soal memberantas kemiskinan pun, hal ini bukanlah solusi yang tepat melainkan suatu hal yang memilukan sekaligus memalukan. 

Negara semakin ke sini semakin memasuki ranah pribadi seseorang manusia, bukan berarti kita sendiri menolak untuk diadakannya perubahan. Negara salah ruang, hukum pun demikian jadi salah tujuan. Hukum diciptakan untuk menciptakan kedamaian dan ketertiban, bukan untuk membatasi gerak manusia.

Draf RUU Ketahanan Keluarga juga sarat sensitif akan HAM, salah satunya permasalahan KDRT yang tidak dimasukkan dalam suatu ketahanan keluarga yang menjadi koreksi bagi anggota DPR karena salah satu sebab keruntuhan sebuah keluarga adalah akibat terjadinya KDRT, ditambah lagi dengan pernyataan bapak Menko PMK ini pun demikian. Sungguh miris! 

Kelakukan warga +62 yang paling gemar membicarakan urusan orang lain pun, semakin terasa kental di RUU atau fatwa yang entahlah akan berlaku atau tidak ini. Jika ada suami istri bertengkar maka mereka tak berani untuk melerainya biarlah mereka mengurus urusan pribadinya sendiri. Giliran mengurusi hal-hal yang semestinya tidak perlu untuk dibicarakan seperti “Bapak itu pulangnya malam terus, saya kemarin lihat bapak ini jalan sama wanita lain”. Hal ini terlihat jelas bukan? Bahwa negara adalah cerminan perilaku warganya yang sangat budiman. 

Baca Juga: [OPINI] Kenapa Literasi di Era Millennial Merupakan Hal Penting?

Shafira Arifah Photo Verified Writer Shafira Arifah

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya