Mahasiswa Zaman Sekarang: Diam Salah, Bersuara Dibilang Ingin Viral

Dulu, mahasiswa adalah tokoh revolusi yang suaranya bergema

Mahasiswa merupakan sumber perjuangan sebuah negara, generasi yang mewakili suatu bangsa. Mahasiswa dapat menggerakkan berbagai kalangan masyarakat, dapat menjunjung tinggi derajat suatu pemerintahan, sekaligus bisa meruntuhkannya.

Dulu, mahasiswa adalah tokoh revolusi yang suaranya bergema dari ujung negeri, pelosok-pelosok desa hingga istana negara. Dulu, mahasiswa bersuara lantang, terang-terangan mengkritik pemerintahan, hingga suaranya mampu membuat mereka yang duduk di kursi-kursi empuk itu menjadi goyah, merasa tidak nyaman karena berbuat salah. Bagaimana dengan mahasiswa sekarang?

1. Diam dicaci, dibilang hanya sebatas 'event organizer' di kampus

Mahasiswa Zaman Sekarang: Diam Salah, Bersuara Dibilang Ingin Viralrespatinews.blogspot.com

Ketika kami mahasiswa sedang asyik-asyiknya berorganisasi dan mengadakan berbagai acara di kampus, kami dibilang tidak bertaji, hanya sebatas 'event organizer', tidak bisa menyuarakan aspirasi, tidak bisa mengkritik pemerintahan. Ini sebuah ungkapan yang cukup menusuk ke dalam hati, di dalam relung sana kami semua sangat jatuh, merasa malu dan gagal. 

Padahal dengan berorganisasi sebagian dari kami belajar bagaimana caranya menjadi pemimpin, sebagian lainnya sedang belajar bagaimana bersuara agar bahasanya dapat dipahami, sebagian lainnya lagi belajar mendengarkan agar suara-suara kecil dalam lapisan masyarakat mana pun dapat didengar.

Sebagian kami juga mengenal sosok Soe Hok Gie. Sosok yang suaranya menggema dari puncak semeru bahkan setelah ia mati. Sosok mahasiswa penggerak revolusi saat di dunia ini bahkan belum ada kami.

Namun menjadi seperti Gie yang begitu tangguh, begitu siap berjuang meski ia tahu yang dihadapinya sangatlah besar. Menjadi sosok yang siap kesepian ketika menyadari ia selalu berjalan sendiri, di tempat sepi hanya berteman suara teriakannya sendiri, kadang sama seperti Gie kami juga sering meragu.

Kami yakin, segala sesuatu yang kami yakini di dalam hati adalah benar, seutuhnya kebenaran. Hanya kadang kami tidak yakin, bagaimana caranya bersuara agar orang yang kami ajak bicara dapat mengerti. Karena membela sesuatu kadang menjadi salah ketika yang dibela tidak merasa dirinya sedang dipertahankan mati-matian. Bahkan dengan mempertaruhkan hal berharga milik kita sendiri.

2. Bertemu dengan Pemimpin, dibilang 'diajak makan enak di istana langsung diam'

Mahasiswa Zaman Sekarang: Diam Salah, Bersuara Dibilang Ingin Viralkompasiana.com

Undangan makan ke istana untuk perwakilan mahasiswa baru-baru ini menuai banyak buruk sangka di kalangan masyarakat. Mahasiswa dibilang 'dipangku dan dimanjakan' oleh Presiden di istana.

Ini menimbulkan tanda tanya besar, yang mengatakan hal semacam itu sebenarnya menginginkan perubahan atau hanya sekadar provokasi?

Padahal, bisa jadi para perwakilan mahasiswa ini jauh-jauh datang ke istana membawa puluhan lembar aspirasi dari teman-teman kampusnya, suara-suara dari petani dan buruh di kampungnya yang mereka catat dengan penuh semangat saat pertama kali mendapat undangan.

Lalu mereka menyampaikan semua aspirasi yang dibawanya itu, didengar langsung oleh presiden. Siapa tahu, kan? Jangan selalu berburuk sangka pada kami mahasiswa yang sering kalian anggap 'anak kecil'. Tapi kadang kami jauh lebih dewasa dibanding kalian yang kerjaannya hanya 'nyinyir' bukan?

Undangan makan bersama pemimpin bisa jadi adalah salah satu cara agar kami lebih didengar, daripada teriak-teriak sambil merusak fasilitas negara. Atau turun ke jalan, nanti kalau macet kalian protes lagi bilang 'mahasiswa sekarang kerjaannya cuma demo, bikin macet aja'.

Jadi mahasiswa zaman sekarang serba salah.

3. Saat bersuara, dibilang cari sensasi dan ingin 'viral' dan 'sok idealis'

Mahasiswa Zaman Sekarang: Diam Salah, Bersuara Dibilang Ingin Viralmerdeka.com

Hari ini kami membaca sebuah berita tentang seorang teman bernama M Zaadit Taqwa yang menipup peluit dan mengacungkan kartu kuning kepada Presiden saat menghadiri acara Dies Natalies ke-68 Universitas Indonesia. Menurut Zaadit tindakan tersebut dianggapnya sebagai pesan untuk Presiden terkait persoalan negeri.

Sebagian persoalan yang dimaksud adalah mengenai gizi buruk suku Asmat, dwifungsi TNI/Polri, hingga peraturan Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi tentang organisasi mahasiswa. Ia berharap pesannya dapat didengar oleh Presiden.

Lalu yang menggelitik adalah komentar netizen di salah satu media online yang menyebut Zaadit 'ingin viral', ada pula yang berkomentar 'cari sensasi', 'sok idealis'.

Oke, jadi ini seharusnya bagaimana? Saat secara baik-baik bertemu Presiden, dibilang mahasiswa 'dipangku dan dimanjakan', 'udah diajak makan enak makanya bungkam', saat sedikit 'nyeleneh' menyuarakan pesan malah dibilang 'cari sensasi' dan 'sok idealis'.

'Sok idealis'? Kami rasa itu bukan kata yang tepat. Bukankah harusnya masyarakat bangga memiliki generasi yang memiliki idealisme tinggi?

Kami rasa perlu, sudut pandang masyarakat kita diperluas agar tidak cepat menghakimi, agar tidak cepat terprovokasi. Kita ini hidup di negara yang memang terbagi menjadi pro dan kontra pemerintah, yang pro bukan berarti selalu membela pemerintah apa pun yang terjadi, jika salah pantas juga dikritik. Yang kontra juga bukan berarti selalu mengkritik membabi buta, kinerja yang bagus patut juga diapresiasi.

Kim Photo Verified Writer Kim

An INTJ-A

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya