[OPINI] Pernikahan Raditya Dika dan Merdekanya Perempuan

Terima kasih Annisa, beritahu Raditya Dika bahwa perempuan tak selamanya merepotkan.

Memiliki gelar “Presiden Jomblo” membuat Raditya Dika lantang membicarakan perempuan. Sebab membicarakan perempuan membuat namanya semakin melambung dan seolah mencari-cari kelemahan, apalagi yang melekat pada perempuan.

Katanya, perempuan itu susah dimengerti, maunya banyak sekali, ingin begini, ingin begitu, ingin punya baling-baling bambu, namun tak pernah mau mengungkapkan secara lugas setiap keinginan perempuan itu. Katanya, perempuan penuh sandi dan morse, harus punya pengalaman memecahkannya, baru bisa bertahan langgeng.

Kata Raditya Dika memahami perempuan itu seperti membaca globe. Putar memutar. Perkara perempuan tak ada habisnya untuk dijadikan joke yang menghibur. Seperti bagaimana Raditya Dika mempertanyakan, mengapa perempuan memilih mencukur habis rambut alisnya, lalu menggambar atau mentato alisnya kembali, bagaimana Raditya Dika melihat diskon di mata perempuan, yang menurutnya bisa membangkitkan perempuan-perempuan yang sedang opname sekali pun.

Perkara perempuan yang sesungguhnya dialami oleh Raditya Dika sendiri seolah memberi stigma bahwa memang seluruh perempuan memiliki kecenderungan yang disebutkan.

Saya sendiri terbahak menyaksikan stand up komedi Raditya Dika sembari melihat ke dalam diri. Benarkah, saya juga seperti perempuan yang disebutkan Raditya Dika? Sepertinya tidak juga. Raditya Dika memiliki kebebasan untuk “ngobrol” tentang perempuan.

Malah buka-bukaan. Ia menertawakan pengalamannya bersama beberapa perempuan yang syukurnya sudah putus atau kandas. Terkadang ada makna di dalam komedi tentang perempuan. Raditya Dika ingin mempertontonkan betapa bodohnya kaum perempuan yang bisa diperbudak makeup, fashion, brand, trend, atau dunia halu yang tak bisa disentuh sama sekali.

Ada semacam dunia di hidup perempuan yang kadang tak bisa dipahami oleh perempuan itu sendiri, apalagi oleh lelaki. Jika dipandang dari sudut laki-laki, memang apa yang disebutkan Raditya Dika dalam komedinya, seperti tidak memiliki arti.

Berjam-jam melihat barang, akhirnya membeli barang yang kali pertama dilihat perempuan. Datang ke tempat arisan untuk mempergunjingkan seorang teman satu koloni yang tidak hadir kala itu. Namun, di antara semuanya, Raditya Dika lupa melihat bahwa dunia perempuan begitu dinamis, berubah cepat, tidak seperti dunia laki-laki yang monoton.

Buktinya, Raditya Dika menjadi mahir ketika bicara perempuan. Seolah “menjadi” perempuan adalah pengalaman baru yang bisa diceritakan kepada dunia.

Perempuan di hidup Raditya Dika tentu was-was. Merasa dijadikan contoh atau bahan eksploitasi ide. Jangan heran, bila selama lama lama ini, Raditya banyak bertemu perempuan “palsu” yang hanya memberi Raditya waktu sesaat untuk menunjukkan, bahwa perempuan tidak melulu soal yang menyebalkan.

Hingga kini, ia sah berdampingan dengan kekasihnya yang perempuan asli, tulen, bukan buatan apalagi perempuan musiman, tentu membuktikan bahwa laki-laki memang membutuhkan perempuan. Seberapa hebatpun dia, seorang laki-laki tetap butuh mahkluk bernama perempuan, meski dalam benak lelaki, perempuan itu ribet, njelimet, heboh, rempong.

Nah, bagaimanakah kualitas komedi Raditya Dika setelah ia menikah? Jangan sampai Raditya Dika bunuh diri. Jika ia menjelekkan perempuan, otomatis publik akan langsung menilai jika yang dibicarakan adalah istrinya sendiri.

Ketika sudah resmi menikah, akankah bahasan tentang “uniknya” perempuan masih bisa ditoleransi oleh sang istri? Jangan-jangan akan mengganggu kehidupan rumah tangga. Paling aman, Raditya Dika jauh-jauh dari topik perempuan seperti imagenya yang sudah terbentuk sampai detik ini.

Perempuan bisa merdeka membuat alis, merdeka mencari diskon hingga 90 persen, merdeka menggenggam tangan dalam layar fotografi, merdeka dalam hal sulam menyulam, merdeka dalam hal-hal yang sering disepelekan laki-laki.

Mumpung Raditya Dika sedang menikmati madunya pernikahan, kita, perempuan, merdeka melakukan apapun agar tak dikomentari berlebihan. Sekali lagi terima kasih Annisa, istri Dika, beritahu Raditya Dika bahwa perempuan tak selamanya merepotkan.

Ni Nyoman Ayu Suciartini Photo Verified Writer Ni Nyoman Ayu Suciartini

I'm a writer

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya