IDN Times Gelar Program Literasi Publik Climate Change 

#101ClimateChangeActions angkat kiprah nyata

Jakarta, IDN Times – Selama Desember 2021, IDN Times menggelar program spesial #101ClimateChangeActions. Saya sendiri yang mengeksekusi program ini secara sederhana, lewat wawancara siaran langsung dengan pegiat lingkungan dan perubahan iklim, setiap hari, Senin-Jumat, Pukul 16.00 wib di akun Instagram @idntimes.

Program ini dimaksudkan untuk menjaga semangat Conference of Parties (COP) 26 atau Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim yang berlangsung bulan November di Glasgow, Skotlandia. KTT diselenggarakan oleh Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk lingkungan hidup.

Bagi banyak pegiat perubahan iklim, terutama kalangan muda, hasil COP26 mengecewakan. India dan China, misalnya, keberatan dengan kata “menghapus batubara”
dalam kesepakatan para pemimpin atau Pakta Iklim Glasgow. Sikap India bahkan bisa
mengubah kalimat menghilangkan pemakaian batu bara secara bertahap atau phase out
menjadi mengurangi setahap demi setahap atau phase down.

KTT Glasgow juga gagal merumuskan peta jalan yang jelas untuk mencapai target 1,5 derajat Celcius suhu bumi.

“KTT Perubahan Iklim PBB telah gagal memberikan hasil yang melindungi planet ini
maupun manusia yang tinggal di dalamnya,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard.

Krisis iklim menjadi salah satu agenda editorial yang penting di IDN Times. Bulan
September tahun ini, selama satu bulan kami juga menggelar kampanye media sosial dengan tagar #BijakdiBumi, yang dilengkapi produksi artikel dengan tema mencintai bumi.
Secara pribadi, sejak mengikuti dan meliput sejumlah COP, dimulai dari COP Bali 2007
sampai COP Paris 2015, saya menjadikan Desember sebagai bulan di mana saya secara rutin setiap hari satu bulan penuh menulis isu perubahan iklim. Ini saya lakukan sejak Desember 2015, menjaga momentum Kesepakatan Paris (Paris Agreement) yang monumental.

Sejak itu pula, saya tergabung dalan grup WhatsApp “Pojok Iklim” yang isinya sosok lintas sektor di perubahan iklim, dari pemerintah, swasta, politisi dan pegiat sipil. Selama Desember ini saya mewawancarai 23 sosok. Kebanyakan anak muda. Mereka semua
menginspirasi dengan kiprah nyatanya. Sebagian narasumber belum banyak mendapatkan publikasi media. Jadi, kami senang bisa menjadikan mereka sosok yang membantu literasi publik soal perubahan iklim lewat aksi nyata. Walk the Talk, menurut saya, paling tepat untuk mengajak orang muda lebih peduli isu krisis iklim.

Baca Juga: Nadine Chandrawinata: Segera Benahi 3 Aspek Ini untuk Perubahan Iklim

IDN Times Gelar Program Literasi Publik Climate Change Instagram.com/theplasticxchange

Made Janur Yasa, salah satu dari peraih CNN Heroes 2021, misalnya berbagi kisah memulai program PlasticsXchange, yang menukarkan sampah plastik dengan beras. Program yang dijalankan sejak Mei 2020, saat kita sudah masuk pandemik, kini sudah dijalankan di lebih dari 200 banjar, melibatkann ribuan orang, dan sudah mengumpulkan 700 ton sampah plastik yang kemudian dikirim ke pengolahan plastik untuk dibuat berbagai bahan, termasuk bahan bangunan.

“Kunci keberhasilan program ini karena telah memilih orang-orang 'gila' (Gagasan, Ide,
Langsung Aksi),” ujar Made Janur dalam wawancara kami.

Made yang juga mengelola sebuah restoran vegan di kawasan Ubud, Bali itu, menilai masyarakat di desa itu ada tiga kategori. Pertama, masyarakat yang mau melakukan pembersihan lingkungan di desanya, tetapi cuma tidak tahu bagaimana caranya. Kedua, masyarakat yang sudah sadar memungut dan memilah sampah, namun tidak tahu sampah tersebut dibawa ke mana, dan akhirnya dibakar atau dibuang. Ketiga, masyarakat yang memungut dan memilah sampah untuk ditukarkan dengan beras.

"Kalau ada banjar yang ingin menerapkan program ini, saya pasti minta yang 'gila'. Saya
targetkan dua minggu sudah harus jalan," katanya.

Jadi, eksekusi penting. Komunikasi dilakukan sambil berjalan. Keadaan masyarakat di Bali yang terpukul paling parah saat pandemik karena sebelumnya sangat mengandalkan sektor pariwisata, memicu ide pertukaran sampah plastik dengan beras. Dalam waktu singkat, program menyebar. Sukses, sehingga diganjar penghargaan tingkat internasional.

Maryrose Tapilatu saya kenal dari proses penjurian Pahlawan IDN, inisiatif yang dilakukan
IDN Media untuk peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2021. Mahasiswi paasca sarjana jurusan ilmu kelautan di Universitas Diponegoro, Semarang itu, sejak kecil tinggal dengan orang tuanya di Manokwari, Papua Barat.

Sejak kecil dididik orang tua mencintai alam, Maryrose melihat kehidupan biota laut yang
rusak dan tercemar. Beberapa kasus yang terjadi di Papua, misalnya, seperti yang terjadi Raja Ampat beberapa waktu silam, terumbu karang ditabrak kapal pesiar beberapa kali, dan hingga kini belum benar-benar direhabilitasi.

“Di kota saya sendiri di Manokwari, itu sudah beberapa kali, tapi tidak tersebar luas bahwa
terumbu karang di Manokwari juga terdampak dari kapal yang menabrak karang-karang
tersebut,” kata Maryrose, yang kemudian mendirikan kegiatan OurConservasea.

“Hewan laut seperti paus, dugong, dan penyu juga ditemukan mati di pinggir pantai, terjerat jaring nelayan dan ada yang diidentifikasi terdapat sampah plastik di dalamnya saat mereka melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain,” ujarnya. Sampah plastik juga menyumbang kerusakan di laut Papua. 

Pendiri Greenprosa yang juga Ketua Duta Petani Milenial Banyumas, Arky Gilang Wahab,
menyampaikan pentingnya budidaya maggot untuk melestarikan lingkungan. Arky adalah pengelola sampah organik di kampung halamannya, Banyumas, Jawa Tengah. Di sana, ia mengembangkan bisnis maggot untuk mengelola sampah organik yang menumpuk.

"Maggot itu bisa dibilang belatung atau larva. Bedanya kalau maggot itu adalah fase larva
dari Black Soldier Fly atau lalat tentara hitam. Waktu hidupnya lebih lama. Dalam fase
hidupnya, maggot ini steril karena tidak makan," tutur Arky kepada saya.

"Yang betina akan mati setelah bertelur, sedangkan yang jantan akan mati setelah kawin. Jadi tidak mencari makan di tempat-tempat yang kotor yang artinya tidak membawa penyakit," ujar penerima Anugerah SATU Indonesia Award 2021, bidang lingkungan hidup.

Arky bertekad menghabiskan sampah yang ada di Banyumas lewat budidaya maggot. Tidak hanya sampah habis, produk sampah yang sudah 'dimakan' maggot juga menghasilkan pakan ikan dengan harga lebih murah. Sebuah proses ekonomi sirkular di level mikro.

Baca Juga: Fakta Menarik Ekonomi Sirkular, Bisa Jadi Mitigasi Perubahan Iklim! 

IDN Times Gelar Program Literasi Publik Climate Change Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti (IDN Times/FItang Budhi Adhitia)

Saya juga mewawancarai politikus, Dyah Roro Esti dari Fraksi Partai Golkar. Dyah juga ada
di dalam grup Pojok Iklim, karena bertugas di Komisi VII yang membawahi energi, riset dan teknologi serta inovasi dan perindustrian. Dyah Roro Esti saya ajak ngobrol soal transisi energi berkelanjutan. Tema ini salah satu agenda untuk G20 Presidensi Indonesia.
Menurut Dyah, politikus seperti dia, harus berperan di sektor energi ini.

“Terobosan apa yang dapat kita dorong agar bisa menjawab pertanyaan ataupun menjawab permasalahan ini. Nah, maka kita sepakat waktu itu untuk mendorong rancangan undang-undang energi baru dan terbarukan, ya alhamdulillah masuk di dalam Prolegnas tahun 2019 waktu itu dan sekarang masuk di tahun 2021 hingga 2022,“ ujarnya.

Dyah adalah bagian dari generasi politisi muda di parlemen untuk periode ini.
Pembahasan RUU EBT dinilai cukup lama. Alasan Dyah, “kita mengundang sekitar lebih
dari 20 institusi, dari the civil society organization, para akademisi, dari beberapa perguruan tinggi, komunitas, the public atau private sector, itu kita membuka diri untuk mendengarkan persepsi dari mereka masukkan segala bentuk masukan, karena target kita adalah bagaimana Komisi VII hadir untuk mendengarkan aspirasi dan ke depannya dapat mendorong kebijakan yang scientific based.”

Saya belajar banyak dari sesi dengan narasumber program ini. Kami berniat melanjutkannya tahun depan, meskipun tidak setiap hari. Saya salut dengan banyak sekali kegiatan di tingkat masyarakat di berbagai daerah yang peduli perubahan iklim, peduli merawat planet bumi.

Kami berharap, IDN Times bisa menjadi platform untuk terus memunculkan kiprah mereka, agar semangatnya menulari ke semua masyarakat, khususnya anak muda. Ini tanggung jawab kami di media yang alhamdulillah, beranjak makin besar. Seperti yang pernah disampaikan Uncle Ben, paman Peter Parker si Spider-Man, “with great
power, comes great responsibility.”

Baca Juga: 5 Jurus IPB Wujudkan Kampus Hijau, Bijak Berplastik-Taman Semangat

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya