Pariwisata Pasca-Pandemik Virus Corona, Perlu Jaminan Kesehatan

Catatan Uni Lubis

Jakarta, IDN Times - “Kalau orang disuruh pakai masker dan sarung tangan ke pantai, itu
bukannya membuka bisnis. Itu bisa membuat orang takut,“ kata Jose Luiz Zoreda, Wakil
Presiden Exceltur, asosiasi industri pariwisata di Spanyol.

Negeri Matador itu salah satu yang parah terpukul pandemik virus corona. Sejauh ini, ada 224 ribu kasus terkonfirmasi positif COVID-19, 23.190 meninggal dunia dan 98.732 sembuh.

Spanyol memasuki minggu keenam karantina negara alias lockdown. Hari-hari ini jumlah
kematian mulai menurun dan pemerintahnya menyatakan bahwa fase pandemik yang paling parah sudah berakhir. Pemerintah akan menormalisasi kegiatan sosial dan ekonomi bulan Mei ini. Pelonggaran dimulai dari daerah yang jumlah kasus terinfeksinya tidak lebih dari dua per 100 ribu penduduk setiap harinya.

Elena Arzak, pewaris restoran legendaris di San Sebastian, menyiapkan membuka kembali
bisnisnya untuk musim panas ini. Elena, yang tahun 2012 dinobatkan sebagai chef perempuan terbaik di dunia itu tidak sabar ingin menemui pelanggan yang biasa datang ke restoran keluarga yang menyandang bintang 3 Michelin itu.

Ekonomi Spanyol, Italia, Yunani, negara-negara yang salah satu andalannya adalah pariwisata, terpukul habis. Padahal tahun lalu adalah salah satu tahun terbaik untuk bisnis pariwisata. Apalagi banyak turis dari Tiongkok menyerbu ke negara tujuan wisata dunia, termasuk di Eropa.

“Situasi ini bikin gak bisa berbuat apa-apa. Belum pernah restoran tutup selama ini. Butuh
waktu empat sampai lima tahun untuk balik ke angka pariwisata yang ada sebelumnya,” kata Azrak, seperti dimuat di laman Financial Times dua hari lalu.

Tahun lalu Spanyol berhasil mendatangkan 84 juta turis, hampir dua kali lipat dari jumlah
penduduknya. Kebanyakan turis datang dari Inggris, Prancis dan Jerman, yang kini juga tengah melakukan karantina negara dan cukup parah terkena pandemik virus corona.
Zoreda mengatakan, bahkan jika perbatasan lintas negara kembali dibuka, protokol tes bersama disepakati, penerbangan kembali ke jadwal normal, turis asing masih khawatir membelanjakan duitnya buat liburan musim panas ini.

Menurut laporan Bain & EY bulan ini, ada 280 ribuan bisnis makanan dan minuman di Spanyol yang terdampak pandemik ini. Rata-rata adalah bisnis skala kecil dengan modal sedikit dan margin keuntungan kurang dari 6 persen. “Banyak restoran yang gak bakal bisa buka lagi,” kata Arzak.

Kalaupun bisa, pemerintah belum mengizinkan juga. Menteri Ketenagakerjaan Spanyol Yolanda Diaz menyarankan kegiatan pariwisata, hiburan dan budaya belum akan dilakukan sampai akhir 2020.

Menurut Exceltur, pariwisata di Spanyol bakal kehilangan 80 persen dari pemasukan
dibandingkan 2019, atau senilai 120 miliar Euro. Di negeri itu, pariwisata berkontribusi 12
persen ke produk domestik bruto dan 13 persen ke sektor ketenagakerjaan.
Bagaimana dengan Indonesia?

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi B. Sukamdani menyebutkan bahwa sektor pariwisata menanggung kerugian sedikitnya US$1,5 miliar atau Rp21 triliun sejak Januari 2020. Ini termasuk kehilangan pendapatan dari turis asal Tiongkok sebanyak US$1,1 miliar. Sisanya, US$400 dolar adalah kehilangan pendapatan dari kunjungan turis negara lain.

“Tujuan wisata yang paling merasakan penurunan jumlah turis adalah Manado, Bali dan
Batam,” kata Hariyadi.

Saat saya kontak Minggu malam (26/4), Hariyadi menyampaikan pula data dampak pandemik COVID-19 ke bisnis hotel dan restoran. “Hotel yang lapor tutup 1.674, potensi kehilangan pendapatan selama Januari-April Rp 24 triliun,” kata Hariyadi.

Data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga mencatatkan ada 500-an restoran anggotanya yang tutup. Kapan prediksi bisa buka lagi? “Kami belum tahu prediksi kapan bisa normal lagi,” kata Hariyadi, yang juga ketua umum PHRI.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama mengajak menteri-menteri pariwisata anggota G20 untuk bekerja sama dalam menyiapkan standar baru dalam menyikapi dinamika perubahan global, menuju new normal pascapandemik COVID-19.
Wishnutama menyampaikan hal itu saat berbicara di forum virtual dengan judul “The
Extraordinary G20 Tourism Ministers Virtual Meeting”, Jumat (25/4). Pertemuan dipimpin oleh Menteri Pariwisata Kerajaan Arab Saudi, Ahmed Al-Khatib.

Menurut Wishnutama di Indonesia ada lebih dari 2.000 hotel kena imbas pandemik virus corona. “Hampir semua tujuan, objek dan fasilitas pariwisata terhenti,” kata Wishnutama. Imbasnya ke hilangnya pekerjaan di sektor ini. Indonesia mengalokasikan stimulus senilai US$24 miliar untuk membantu komunitas bertahan selama pandemik. Sejumlah hotel disediakan untuk penginapan tenaga kesehatan. Begitu juga sarana transportasi.

Ketika saya tanyakan kepada Wishnutama, apa yang dimaksud dengan new normal bagi
pariwisata pascapandemik ini? “Lebih ke higienitas, kebersihan, safety, environmental friendly, dan lainnya,” kata mantan bos NET TV ini, lewat pesan singkat, Minggu siang (26/4).

Sejumlah teman menyampaikan niatnya untuk segera melakukan perjalanan wisata sesudah pandemik berlalu dan pembatasan mobilitas transportasi dicabut–kita tidak tahu kapan. Bahkan jika pemerintah Indonesia bersemangat melonggarkan pembatasan itu untuk memulai kegiatan ekonominya, banyak negara lain yang sudah menunjukkan indikasi membatasi kunjungan lintas negara sampai akhir tahun. Ancar-ancar waktunya menunggu vaksin siap diproduksi massal dan diakses populasi dunia.

Para ahli juga menyarankan bahwa protokol kesehatan termasuk jaga jarak fisik (physical
distancing) harus diberlakukan sampai 2022.

Baca Juga: [LINIMASA-2] Perkembangan Terkini Wabah Virus Corona di Indonesia

Pariwisata Pasca-Pandemik Virus Corona, Perlu Jaminan KesehatanKapal pesiar Viking Sun. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Jadi, new normal bagi pariwisata pasca pandemik, pada prinsipnya sama seperti new normal dalam kehidupan keseharian kita. Perusahaan transportasi termasuk pesawat udara diharapkan menerapkan jaga jarak dalam pengaturan penumpang. Pengukuran suhu diberlakukan seterusnya bagi pengunjung dan penumpang. Wajib menggunakan masker saat beraktivitas di tempat umum. Semua hotel, restoran, tempat tujuan wisata wajib sediakan tempat cuci tangan dengan sabun dan keran air yang mengalir di tempat-tempat yang mudah dijangkau.

Ulf Sonntag dari Institut Riset untuk Pariwisata dan Spa di Eropa Utara menyebutkan kondisi yang dialami pariwisata saat ini belum ada presedennya. Dalam wawancara dengan Deutche Welle, Ulf Sonntag sepakat sangat mungkin hotel, restoran harus menerapkan jaga jarak fisik baik dalam pengaturan kamar maupun tempat duduk.
Pewawancara menanyakan soal ide yang berkembang di Italia, bahwa antara kursi di restoran atau saat di pantai dibatasi dengan kotak kaca untuk menghindari kontak fisik jarak dekat.

“Yang dibahas di industri saat ini adalah perubahan ke pariwisata yang orientasinya lebih ke kualitas. Yang mementingkan keberlanjutan,” kata Ulf.

Perubahan juga harus dilakukan pengelola wisata kapal pesiar. Setelah beberapa kasus klaster COVID-19 di kapal pesiar, maka untuk meyakinkan calon penumpang, tentu pengelola harus menunjukkan kesiapan jalankan protokol kesehatan. “Termasuk misalnya mengganti model makan prasmanan dengan ala carte,” kata Ulf.

Saya teringat ucapan Juan Jose Guemes, Ketua Pusat Kewirausahaan Sekolah Bisnis IE di
Madrid, Spanyol. Juan yang pernah menjadi sekretaris menteri pariwisata Madrid, kami undang berbicara di Indonesia Millennial Summit 2020, by IDN Media. Menurutnya, pariwisata adalah industri yang rumit karena menuntut kolaborasi dari semua pihak
yang terlibat. Pariwisata sering kali juga membutuhkan dukungan investasi yang besar untuk mewujudkan infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu, menurut Juan, Indonesia butuh membuat prioritas dan perencanaan yang bisa digunakan sebagai cetak biru pengembangan industri pariwisata. “Satu-satunya rencana yang buruk adalah tidak memiliki rencana,” ujar Juan. 

Dia menyampaikan hal-hal yang penting dalam membangun pariwisata. Mulai dari komitmen tinggi dari pemangku kepentingan, strategi pengembangan yang jelas, kepemimpinan yang kuat dan dapat dipercaya, edukasi dan pemberdayaan masyarakat, dan tentu saja promosi yang efektif dan akuntabel, memanfaatkan media sosial.

Dalam situasi new normal hal ini jadi lebih penting. Masa-masa di mana tempat wisata ditutup, sebaiknya digunakan untuk memperbaiki semua infrastruktur yang menjamin lingkungan sehat dan memenuhi protokol mencegah pandemik. Termasuk mempersiapkan sumber daya yang bakal menjalankannya secara disiplin.
Kunci bagi pariwisata di new normal adalah meyakinkan wisatawan, soal kemampuan negara tujuan memberikan rasa aman, nyaman, dan kini ditambah dengan jaminan kesehatan. Memastikan fasilitas kesehatan yang mumpuni di dekat tujuan wisata menjadi hal yang krusial.

Baca Juga: Potensinya Ada, Pariwisata Indonesia Hanya Butuh 5 Hal Ini untuk Maju

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya