Virus Corona, Bekerja Melawan Kecemasan dan Ketidakpastian

Surat dari Editor

Jakarta, IDN Times - Saya menulis ini sesudah menyantap sekilo buah manggis. Saya hitung, ada 12 buah. Buah ini punya banyak khasiat, termasuk mengontrol gula darah dan meningkatkan kekebalan tubuh. Saya memerlukan itu. Rasanya yang manis, sedikit asam, juga menyegarkan, di mulut, lidah, dan ini yang penting, di jiwa dan pikiran.

Penyegaran lahir dan batin, itu yang diperlukan semua orang saat ini, in the time of corona (istilah yang jadi popular, merujuk ke judul buku karya peraih Nobel Gabriel Garcia Marques, Love in the Time of Cholera).

Tidak terkecuali kami, jurnalis yang setiap hari meliput dan mengikuti isu COVID-19. Minggu lalu saya mengikuti Kuliah WhatsApp yang diselenggarakan Popmama.com, parenting media dalam grup IDN Media. Temanya tentang cara mengatasi kecemasan psikologis di tengah gempuran pandemik COVID-19. Narasumber Rosdiana Setyaningrum membagikan tips meredakan kecemasan dan stres.

Anxiety is new virus," kata psikolog Rosdiana. Kecemasan tak kalah berbahaya dari virus. Kecemasan dan stres menurunkan daya imunitas. Video dan audio penjelasan itu saya bagikan ke semua tim editorial. “Silakan dipraktikkan,” pesan saya.

Kalau bosan, saya pergi ke dapur, memasak. Banyak yang menyelingi kerja dengan menonton film drama Korea.

Saya jarang mimpi, selelah apapun. Seingat saya, mimpi terakhir mungkin setahun lalu. Tapi pekan lalu saya mimpi. Mimpi buruk. Saya terbangun dengan berkeringat, dan merasa tidak nyaman. Teman saya di redaksi mulai merasakan mual setiap kali membaca (apalagi menulis) cerita soal COVID-19).

Sejak awal pekan lalu IDN Media memberlakukan kerja dari rumah (work from home), untuk mendukung semangat mengurangi kontak fisik (physical distancing). Dimulai dari kantor di Jakarta, dan kini dilakukan di 12 provinsi di mana kami hadir lewat hyperlocal.

Banyak instansi di pusat dan daerah mengikuti saran untuk melakukan keterangan pers secara jarak jauh, daring. Teknologi informasi berperan penting dalam mewujudkan prinsip hindari kerumunan, no doorstop, jaga jarak. Wawancara dilakukan lewat pesan tertulis ataupun telepon. Reporter lapangan dibekali safety pouch, isinya masker, sarung tangan karet, hand sanitizer, sabun cair dan vitamin. Ini berlaku juga untuk tim video.

Liputan lapangan dilakukan sangat selektif, wajib menggunakan masker dan tidak menaiki transportasi publik yang biasanya ditumpangi banyak orang. Tim disarankan naik taksi. Kesehatan dan keselamatan lebih penting.

Setiap pagi, lewat Slack kami menyapa. Saling mendoakan. Rapat dilakukan secara virtual, hal yang sebenarnya sudah lama kami lakukan karena tim IDN Times tersebar di 12 kota. Komunikasi intens dari pagi sampai malam lewat WAG.

Hampir tiga bulan mengikuti perjalanan pandemik virus corona jenis baru, atau kita kenal dengan COVID-19 sangat melelahkan, lahir dan batin. Begitu yang dirasakan teman-teman di redaksi IDN Times, yang menulis isu ini sejak awal, ketika informasi wabah corona merebak dari kota Wuhan, di Provinsi Hubei, Tiongkok, pertengahan Desember 2019.

Rasa gemas dan sedih membaca kisah-kisah mereka yang meninggal dunia karena virus ini. Ada yang saya kenal, mereka orang baik. Tak terbayang pedihnya tak bisa memeluk dan melepas orang yang dicintai di saat akhirnya.

Ada dokter dan tenaga medis yang gugur karena terpapar sampar. Hancur hati membaca kisah-kisah mereka yang bertempur di garda depan dan harus merelakan hidup demi selamatkan nyawa. Membaca kemarahan dan rasa kehilangan para keluarga.

Setelah Presiden Jokowi mengumumkan dua pasien positif pada 2 Maret 2020, intensitas breaking news meningkat, nyaris seharian penuh. WFH tak mengurangi siaga. Tiga bulan, seribuan artikel, ratusan video dan grafis kami terbitkan. Sampai 25 Maret 2020, virus menjangkiti 441,187 orang di 182 negara, 19,783 meninggal dunia. Di Indonesia, 790 orang dinyatakan positif COVID-19 tersebar di 24 provinsi. Sebanyak 58 orang meninggal dunia.

Peran media di masa bencana, karena pandemik COVID-19 dinyatakan sebagai bencana non alam, begitu pentingnya. “Es ist Ernst,” kata Kanselir Jerman Angela Merkel saat pidato kepada rakyatnya, di depan TV, pekan lalu. “Ini hal serius.” Tiga kata yang meluncur dari perempuan paling berpengaruh di dunia, yang jarang mau tampil pidato di TV.

Angela menggarisbawahi, konteks sejarah. “Sejak penyatuan Jerman (1990), bahkan sejak perang dunia (1939-1945), belum pernah ada tantangan bagi negara kita, yang begitu membutuhkan bertindak secara bersama-sama dan satu suara.

Begitu juga peran media. Dibandingkan dengan situasi pandemik sebelumnya, tantangan bagi media di era digital saat ini kian besar, karena tsunami informasi yang mengepung warga, ditunggangi oleh banyaknya informasi palsu (hoax).  Disiplin verifikasi menjadi makin penting. Isu kesehatan selalu menduduki peringkat atas dalam informasi palsu di era normal, apalagi di era abnormal seperti sekarang.

Kami di IDN Times, meluncurkan program siaran langsung “Cek Fakta Hoaks Virus Corona” melalui aplikasi Instagram, setiap hari sejak 25 Maret 2020.

Meliput perang atau bencana alam besar bahayanya. Ancaman keselamatannya jelas. Tapi meliput COVID-19 ancamannya tak pernah terbayangkan dalam sejarah. Musuh yang dihadapi bagaikan siluman. Merasuk, merangsek ke tubuh mereka yang sehat. Banyak jurnalis yang harus menjalani isolasi, karantina mandiri karena bersinggungan dengan narasumber yang ternyata dinyatakan positif corona.

Dalam suasana seperti ini, jurnalis dan media diharapkan menjalankan prinsip utama jurnalisme beretika: menyampaikan kebenaran, akurasi, kejujuran dan imparsialitas, kemanusiaan, akuntabilitas dan independensi. Tidak terkecuali saat melakukan edukasi publik dan mengawasi kekuasaan (watchdog).

“Umat manusia saat ini menghadapi krisis global, barangkali ini krisis terbesar di generasi kita” kata Yuval Noah Harari, sejarawan Israel yang menulis buku “ Sapiens: A Brief History of Humankind dan Homo Deus: A Brief History of Tomorrow”. Dalam tulisan yang dimuat di laman The Financial Times, Yuval Harari membahas situasi dunia setelah pandemik virus corona. “Keputusan yang diambil orang perorang dan pemerintah dalam minggu-minggu ke depan ini akan membentuk dunia ke depannya,” tulis Harari.

Harari juga menyebutkan,” iya, badai akan berlalu, manusia akan bertahan, sebagian dari kita akan tetap hidup, tapi kita akan menghuni dunia yang berbeda.” Dalam krisis ini, kata dia, dunia menghadapi dua pilihan penting: Pertama, antara pelacakan totaliter dan pemberdayaan warga. Kedua, adalah antara isolasi nasional dan solidaritas global.”

Di mana Indonesia? Jujur sampai detik ini saya belum paham betul. Begitu banyak pertanyaan, ketidakpastian.

Gubernur New York Andrew Cuomo mengatakan, dalam situasi seperti ini, prioritaskan manusia, baru bisnis. Human life first, business later. WHO memperkirakan AS bakal jadi episentrum virus corona. Indonesia, kata sejumlah analis, mengarah ke sana juga. Menambah rasa cemas. Sementara infrastruktur kesehatan kewalahan di mana-mana, disiplin pembatasan jarak fisik bakal menyelamatkan kita, dan nyawa orang yang kita cintai.

Yang saya paham, adalah bahwa pertarungan melawan virus corona dan dampak ikutannya termasuk resesi ekonomi bakal panjang. Bisa setahun, bahkan lebih. Situasi yang pasti akan membawa cara baru dalam bekerja, termasuk di ruang redaksi. Bekerja dari jarak jauh membutuhkan disiplin dan akuntabilitas.

Yang juga berubah adalah kepedulian saya terhadap pentingnya kebersihan. Sebelum harus #dirumahaja di kantor IDN Media disediakan hand sanitizer di berbagai tempat, pengukuran suhu dan penyemprotan desinfektan. Ini situasi normal yang kita temui di berbagai kantor, juga di hotel dan di pusat perbelanjaan.

Di rumah, kami berlakukan wajib mandi segera setelah tiba dari luar, sebelum masuk ke kamar. Saya gak segitunya mewajibkan menyemprot seluruh tubuh dengan desinfektan. Tapi, rutinitas tiap pagi saat ini adalah membersihkan pegangan pintu, pegangan kulkas, saklar lampu sampai meja dengan larutan air sabun.

Dan, karena sekolah ditutup selama dua pekan, anak saya juga sekolah di rumah (home schooling). Setiap setengah jam saya mengecek ke kamarnya, “kamu sudah cuci tangan?”

Tapi, tidak semua dapat berkumpul di rumah dengan keluarga. Banyak yang harus terpisah jarak dan kota. Bagaimana melalui sepi, sendiri dan bahkan isolasi?

Kami berharap konten IDN Times menjadi pilihan menemani pembaca. Sabar ya, semoga masa sulit ini segera berlalu. Yang kangen orang tercinta, semoga bisa berkumpul lagi dalam keadaan yang lebih sehat dan bahagia.

Salam sehat dari kami,

Uni Lubis
Pemimpin Redaksi

Pembaca bisa membantu kelengkapan perlindungan bagi para tenaga medis dengan donasi di program #KitaIDN: Bergandeng Tangan Melawan Corona  di Kitabisa.com

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya