Rendahnya Minat Baca Negeri Ini. Sampai Kapan akan Kita Diamkan?

Rendahnya minat baca di Indonesia perlu mendapat perhatian lebih. Hal senada juga diungkapkan duta baca Indonesia, Najwa Shihab.

Membaca membuka jendela dunia. Itulah ungkapan yang sering kita dengar baik di bangku sekolah maupun di luar bangku sekolah, bahkan hingga saat ini masih sering kita dengar. Jika dicermati slogan tersebut benar adanya, bagaimana tidak bahwa dengan membaca, kita dapat mengetahui segala sesuatu yang baru dan segala sesuatu yang belum kita ketahui. Mungkin bagi seorang yang berprofesi sebagai tenaga pengajar seperti guru dan dosen, membaca bukanlah hal asing. Namun bagaimana dengan masyarakat kita yang sejatinya tidak berprofesi sebagai guru?

Data berbicara bahwa minat baca masyarakat Indonesia yaitu 0,01 persen. Angka tersebut terbilang cukup rendah. Di negara maju saja angkanya menyentuh 0,46. Jauh di atas kita. Bukan bermaksud membanding-bandingkan, namun kenyataannya membaca adalah sebuah kebutuhan, bukan sebagai pelengkap saja. Tanpa membaca kita menjadi buta akan informasi, dan keadaan seperti ini tentu bukan hal yang bagus. Sejatinya sebagai manusia kita perlu membaca untuk mengetahui segala hal sebagai penunjang masa depan.

Seiring tumbuhnya berbagai referensi seperti perpustakaan, toko buku, toko majalah dan koran tak lantas menaikkan gairah masyarakat untuk membaca. Lantas apa yang menjadi penyebab angka minat baca di Indonesia begitu rendah? Ada beberapa faktor yang membuat rendahnya angka minat baca di Indonesia. Misalnya, masyarakat Indonesia terbiasa dengan hal yang bergerak cepat seperti televisi, internet dan game online. Sedangkan membaca merupakan kegiatan yang membutuhkan keseriusan dan fokus yang tinggi.

Jadi bisa dikatakan bahwa masyarakat kita ini cenderung lebih suka dengan visual yang bergerak dan menarik. Selanjutnya adalah pergaulan di lingkungan sekitar, anak-anak biasanya cenderung bermain game sedangkan untuk mahasiswa biasanya lebih suka nongkrong di kedai kopi sambil bermain kartu atau monopoli. Untuk masyarakat usia lanjut mereka lebih senang menghabiskan waktu untuk ngobrol dengan tetangga atau berbelanja ke superarket.

Tentu tidak ada niat untuk melarang, akan tetapi kita bisa merubah diri dengan kemantaban hati untuk niat membaca. Kalau kita tidak membaca kita akan buta informasi dan yang pasti kita tidak akan ada bahan untuk menulis, apa yang akan kita tulis jika kita tidak membaca. Mengutip dari Austene, “The world is a book, and those who do not travel only read one page”. Bukankah kalimat tersebut sudah jelas bahwa mereka yang tidak berpergian tentu cukup melakukan kegiatan membaca, karena membaca membuka jendela dunia.

Minimnya minat baca tentu memberikan efek yang signifikan, misalnya generasi muda akan mudah dipengaruhi oleh pemahaman–pemahaman yang negatif, tidak berkembangnya kreativitas, menjadikannya kurang update terhadap informasi, generasi muda menjadi miskin ilmu dan wawasan, bangsa akan kehilangan aset terpenting yaitu para pemuda, Jika para generasi penerus miskin informasi, maka negeri ini akan mudah digoyahkan.

Ada beberapa strategi yang bisa diterapkan di dalam menumbuhkan minat baca seseorang, misalnya membangun perpustakaan di sekolah, di masyarakat dan di daerah-daerah kawasan kampus, berkunjung ke toko-toko buku dan book fair, memilih buku bacaan favorit, mengurangi bermain game, mengurangi menonton televisi, membuat slogan-slogan giat membaca di ruang baca, dan yang terakhir niat dari diri sendiri untuk membaca.

Pemerintah juga harus turun tangan dalam menyelesaikan permasalahan ini. Bukan hanya sekedar untuk merubah angka minim baca tetapi untuk merubah generasi penerus yang kaya akan informasi sehingga tidak mudah digoyahkan oleh isu-isu negatif baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar. Pemerintah tentu harus merangkul pihak-pihak swasta yang mempunyai kepentingan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa guna mendirikan perpustakaan, utamanya di desa-desa, dengan cara memberikan sarana dan prasarana dan koleksi perpustakaan

Faktor yang perlu didorong selanjutnya yaitu harus ada pengawasan dari orang tua, guru dan dosen terhadap anak dan anak asuhnya agar tetap membiasakan membaca. Guru atau dosen setidaknya bisa memberikan tugas seputar membaca seperti meresensi novel atau buku-buku umum. Dengan begitu murid dan mahasiswa mau tidak mau harus membaca.

Masyarakat Indonesia sebenarnya bisa jika dipaksa, yang belum ada dalam diri mereka hanyalah kesadaran belaka. Kemudian, Dinas Pendidikan juga harus turun langsung memberikan infrastruktur yang memadai guna membangun perpustakaan diberbagai daerah terpencil serta memberikan referensi buku ke perpustakaan. Dengan begitu minat baca di negeri ini dapat tumbuh secara signifikan, sehingga Indonesia mampu bersaing di kancah internasional karena dengan membaca tentu membuka jendela dunia.

Jika kita cermati, sebenarnya untuk menciptakan dan mengembangkan minat baca masyarakat dapat terwujud asalkan semua pihak, dimulai dari pemerintah, swasta, pengamat pendidikan, orang tua serta elemen masyarakat bersedia duduk bersama untuk saling melengkapi dari apa yang kurang dan berusaha secara maksimal demi mencapai tujuan bersama yaitu mencerdaskan masyarakat.

VEGA MA'ARIJIL ULA Photo Writer VEGA MA'ARIJIL ULA

ALUMNI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG. MENYUKAI DUNIA JURNALISTIK DAN MENULIS ARTIKEL. vegaensiklopedia10.blogspot.co.id

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya