[OPINI] Mengenal Perkembangan Sastra dan Budaya Melek Baca

Angka melek huruf tinggi belum tentu melek baca tinggi

Kata sastra dahulu ditulis sastera, tetapi seiring perkembangan bahasa kemudian ditulis sastra. Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata cas dan tambahan -tra. Kata cas artinya ‘mengajar', sedangkan akhiran -tra artinya ‘alat'. Jadi, castra artinya ‘alat untuk mengajar' (Soedjarwo,2007:65).

Karya sastra sendiri merupakan potret sosial,artinya suatu karya yang terbentuk diangkat dari realitas masyarakat yang pernah terjadi dan disajikan kembali dalam bentuk tulisan. Hal ini memberikan bukti bahwa suatu karya sastra tidak lahir dari kekosongan semata, melainkan berangkat dari refleksi kehidupan sehari-hari. Melalui fenomena sosial yang dibawa ke dalam sebuah tulisan serta bagaimana disajikan lewat opini yang tidak biasa menunjukkan bahwa karya sastra tidak lepas dari ideologi pengarangnya.

Di tengah berkembangnya zaman, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi semakin pesat. Tidak bisa dipungkiri lagi jika saat ini media menjadi sebuah ruang bagi setiap orang untuk berekspresi dan menyampaikan aspirasi. Dalam ranah sastra sendiri, hal tersebut dapat dijadikan sebagai alat pembentukan ideologi di tengah masyarakat yang semakin kecanduan gawai terutama dalam penggunaan media sosial.

Seorang sastrawan melalui kreativitasnya dapat menghasilkan sebuah karya yang disadari atau tanpa disadari akan membawa pengaruh kuat bagi pembacanya. Manusia memang memiliki pandangan masing-masing terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.Namun,sebagaimana yang kita ketahui media sosial sudah mengambil peranan penting sebagai penyalur ideologi pengarang kepada masyarakat.

Dalam teori-teori kontemporer ideologi dimanfaatkan dalam berbagai kajian ilmu dengan defenisi yang berbeda-beda. Pada umumnya defenisi tersebut meliputi (a) ilmu pengetahuan mengenai cita-cita, (b) cara berpikir seseorang dan kelompok, (c) paham yang dikaitkan dengan kelompok tertentu (Larrain 2010:176).

Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan bahwa melalui tulisan yang selaras dengan intelektualitas pengarang menjadi salah satu faktor pendorong terbentuknya pola pikir masyarakat. Namun, di sisi lain kondisi yang memprihatinkan di tengah perkembangan sastra di media sosial yaitu soal kecenderungan sebagian orang yang hanya membaca judul artikel, esai atau sejenisnya sebagai akses utama memperoleh sumber informasi.

Sebuah percobaan yang dilakukan Josh Schwartz dari firma analisis lalu-lintas internet bernama Charbeat dengan salah satu media online bernama Slate mendapati temuan yang tak jauh berbeda. Semakin panjang sebuah artikel  semakin mungkin artikel tersebut tidak dibaca utuh alias ditinggalkan oleh pembacanya.

Hal tersebut tentu dapat menjelaskan di mana angka melek huruf yang tinggi seperti di Indonesia belum mampu menjamin tingginya budaya melek baca masyarakatnya. Akibatnya,masyarakat sering terjebak pada sentimen kelompok tertentu dan sulit berpemikiran terbuka terhadap  hal-hal baru.

Lantas, apakah yang menyebabkan rendahnya angka melek baca masyarakat kita? Kita sering mendengar bahwa kebiasaan membaca merupakan hobi, bukan? Tentu hal itu merupakan paradigma yang disalah gunakan. Membaca haruslah menjadi kebutuhan setiap orang bukan dianggap hal sepele dan hanya hobi sebagian orang saja. Zaman yang semakin maju di era digital ini menuntut kita semakin cerdas dan terbuka. Oleh sebab itu, banyak sastrawan dan akademisi mempromosikan literasi digital yang sudah melekat di kehidupan masyarakat.

Karena itu, sudah selayaknya kita menggenjot kebiasaan membaca dari sudut pandang kebutuhan manusia. Jangan menjadi masyarakat pembaca judul semata. Semakin sering kita membaca, semakin mudah kita memaknai sebuah gagasan yang dituangkan oleh pengarang. Maksud pengarang pun akan tersampaikan dengan baik.

Baca Juga: [OPINI] Agar Teman Tuli Juga Bisa Menikmati Film Indonesia

Vera Utami Photo Writer Vera Utami

Mahasiswa

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya