[OPINI] School-Life Balance Jadi Tantangan Selama Kuliah Daring 

Jangan ngoyo, kamu juga manusia

Berkembangnya COVID-19 di Indonesia direspon oleh Mendikbud dengan mengeluarkan Surat Edaran perihal Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah. Dengan imbauan ini, sejumlah perguruan tinggi menghentikan segala bentuk kegiatan di lingkungan kampus. Protokol pemerintah untuk menerapkan physical distancing membuat pembelajaran secara tradisional (tatap muka) menjadi tidak mungkin dilakukan. Sebagai gantinya, pihak kampus tengah gencar memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai media dalam proses pembelajaran.

Perkuliahan dengan sistem e-learning memang menjadi alternatif terbaik untuk mengakali kegiatan belajar mengajar agar tetap dapat berjalan semestinya di tengah situasi saat ini. Namun dilihat dari banyaknya keluhan mahasiswa yang bertengger di dunia maya beberapa pekan terakhir, banyak yang beranggapan bahwa dalam pelaksanaanya perkuliahan secara daring masih tidak lebih efektif dari sistem tradisional.

Tak dapat dipungkiri, situasi darurat yang memaksa perkuliahan dilakukan secara daring ini memang menimbulkan ketidaksiapan baik bagi tenaga pengajar maupun mahasiswa. Persiapan yang cukup mendadak tak ayal menimbulkan kegagapan di awal diberlakukannya perkuliahan secara daring. Meskipun sistem e-learning bukanlah sesuatu yang asing di era digital seperti saat ini, nyatanya tetap dibutuhkan adaptasi lantaran praktik full time online learning masih jarang diterapkan oleh lembaga pendidikan di Indonesia pada umumnya.

Kritik lantas bermunculan seiring dengan diberlakukannya sistem ini, mulai dari kurangnya dukungan sarana prasarana, ketidaksiapan sumber daya manusia, hingga borosnya biaya akses internet. Dari sekian banyak problematika yang mengiringi berlangsungnya sistem ini, bertambahnya beban akademik menjadi salah satu yang paling banyak dikeluhkan mahasiswa. Hal ini lantaran banyak pengajar yang membebankan tugas lebih banyak dari biasanya.

Beberapa mahasiswa pun terpaksa menelan ludah kala mendapati pihak kampus nya mengambil kebijakan untuk mempercepat ujian akhir semester di tengah wabah ini. Pasalnya kebijakan tersebut mengharuskan masa perkuliahan dipangkas menjadi hanya beberapa pertemuan saja. Tentu tak hanya membuat mahasiswa kocar-kacir, dosen pun harus mencari cara bagaimana agar seluruh materi yang seharusnya disampaikan dalam pertemuan penuh dapat tersampaikan dengan baik dalam hanya beberapa kali pertemuan. Kondisi ini membuat dosen harus ngebut dan pada akhirnya melimpahkan banyak tugas sebagai ganti materi yang tidak dapat tersampaikan saat kuliah daring.

Awalnya orang beranggapan kuliah daring lebih santai karena flexible. Mahasiswa tidak  perlu ke kampus, pelaksanaannya pun tidak seformal kuliah tatap muka. Namun bayangan “santai” seolah berubah 180 derajat, ketika mahasiswa semakin sibuk mengejar deadline tugas yang terus berdatangan. Banyak yang merasa waktunya habis untuk mengerjakan tugas. Padahal tidak hanya tugas yang harus diladeni, masih ada tanggungan lain untuk mempersiapkan kuis ataupun presentasi dari dosen.

Di tengah situasi krisis seperti ini, menciptakan healthy school-life balance tampaknya memang  menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa. School-life balance berbicara tentang bagaimana menciptakan dan memelihara lingkungan belajar yang mendukung dan sehat, sehingga memungkinkan mahasiswa untuk memiliki keseimbangan antara kehidupan kuliah dan personal. Pasalnya selama mematuhi anjuran untuk di rumah aja sambil kuliah daring, batasan antara kehidupan kuliah dan personal menjadi samar.

Momentum ini tentu membuat mahasiswa merasakan perubahan budaya yang luar biasa dan mau tidak mau harus beradaptasi dengan keadaan baru. Tanggung jawab yang menumpuk, kekurangan waktu, ditambah lagi dengan ruang gerak yang terbatas akibat karantina, membuat mahasiswa kesulitan dalam manajemen life balance. Mahasiswa terlalu banyak menghabiskan energinya untuk menyelesaikan beban akademik, hingga tidak menyadari  sudah melewati waktu berjam-jam duduk di depan komputer dan terkungkung dalam suatu ruangan.

Menghabiskan terlalu banyak waktu untuk belajar atau menyelesaikan pekerjaan dapat  membuat orang rentan terhadap stres, karena pada titik tertentu akan ada masa dimana kita merasa kewalahan, jenuh, dan lelah. Orang memang akan cenderung kehilangan kontrol jika kehidupannya hanya terfokus pada satu bagian. Berupaya keras menyelesaikan satu hal, kemudian lupa meluangkan waktu untuk hal lain yang sebenarnya juga sangat penting, seperti istirahat, makan, dan bersosialisasi.

Kehidupan kuliah memang menyedot banyak waktu. Menjadi tantangan besar bagi mahasiswa untuk bagaimana caranya dapat mengintegrasikan kehidupan kuliah dan personal. Maka dari itu, disiplin dalam manajemen waktu menjadi sangat penting. Dengan begitu banyak tuntutan yang dihadapi, mahasiswa harus belajar memprioritaskan dan mengalokasikan waktu yang mana untuk kehidupan kuliah dan yang mana untuk kehidupan personal yang harus dipenuhi. Terlebih lagi dengan perubahan budaya yang ada, perlu sekali untuk berupaya mempertahankan rutinitas yang sebelumnya telah berjalan.

Cobalah untuk menetapkan batasan yang jelas antara akademik dan personal. Temukan cara untuk bisa melarikan diri sejenak dari beban akademik yang menumpuk. Meskipun ruang gerak terbatas akibat karantina, ada banyak hal lain yang dapat dilakukan di dalam rumah, seperti berolahraga, menonton film, ngobrol dengan keluarga, atau melakukan aktivitas lain yang dapat meningkatkan mood diri sendiri. Ini sebagai salah satu upaya untuk mengurangi ketegangan dan terhindar dari stres ataupun burn out. Meskipun school-life balance menjadi tantangan besar, namun efek positifnya akan terasa dengan memberikan kesejahteraan yang seimbang antara fisik, mental, dan emosional. Jangan sampai stres dan istirahatlah yang cukup. Apalagi di tengah situasi pandemi seperti saat ini, menjaga kesehatan adalah nomor satu.

Baca Juga: [OPINI] Kontemplasi Hardiknas 2020: Ironi Kebijakan Belajar dari COVID

Vivin Malida Photo Writer Vivin Malida

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya