[OPINI] Kesenjangan Ekonomi: Pertentangan Kelas Ekonomi Oleh Marx

Pertentangan Kelas antara Kaum Borjuis dan Kaum Proletar
Demo buruh dan pekerja demi upah yang layak terus terjadi. Mereka merasa dibayar dengan upah yang kurang memadai. Di lain sisi sang pemilik perusahaan tempat mereka bekerja justru semakin kaya raya.
 
Kepadatan penduduk yang semakin meledak juga membuat tenaga kerja semakin melimpah, hal ini tentu menyebabkan tingkat upah semakin menurun dan membuat biaya hidup semakin naik.
 
Merebaknya angka pengangguran juga tak terelakkan karena terbatasnya penyerapan tenaga kerja. Walaupun seorang pekerja mempunyai skill yang mumpuni, pengalaman kerja yang bagus, serta pendidikan yang tinggi, rasanya tidak ampuh lagi saat mereka terkena PHK.
 
Beberapa ekonom berpendapat bahwa keadaan full-employment sangatlah mustahil sehingga pengangguran akan selalu ada. Oleh karena itu banyak sekali kaum pekerja yang biasanya tidak memiliki faktor produksi yang rentan jatuh miskin.
 
Disamping itu, berkembangnya teknologi juga membuat kebutuhan tenaga kerja semakin sedikit, sehingga angka pengangguran diperkirakan akan terus naik. Merebaknya angka pengangguran tentu membuat kesenjangan ekonomi semakin menggila.
 
Keadaan ini telah diramalkan jauh sebelumnya pada abad ke-19 oleh Karl Marx. Beliau percaya bahwa pada hakikatnya sejarah dipenuhi oleh berbagai macam pertentangan kelas antara pemilik modal atau kaum borjuis dengan kaum pekerja atau kaum proletar. 
 
Latar Belakang 
 
Karl Marx menganggap bahwa sistem ekonomi kapitalisme telah merugikan kaum proletar, beliau berargumen bahwa kaum borjuis selalu memberi upah dibawah standar dengan mengambil keuntungan yang dihasilkan dari nilai lebih yang diciptakan oleh pekerjanya. Akibatnya, para kaum proletar akan terus mengalami kesulitan ekonomi.
 
Oleh karena itu Marx berniat untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas dimana faktor produksi atau modal dimiliki secara komunal oleh semua kalangan supaya tidak ada lagi penindasan kepada kaum proletar. Alhasil, mereka semua akan hidup sejahtera.
 
Perlu dipahami bahwa faktor produksi juga bisa disebut sebagai modal, kapital atau aset. Faktor produksi bisa berupa pabrik, toko, portofolio saham dan bahkan rumah kontrakan. Intinya, segala hal yang dapat menghasilkan passive income bagi pemiliknya maka itu disebut sebagai faktor produksi.
 
Kapitalisme juga lahir dari sistem ekonomi tradisional yang sebelumnya hanya menguntungkan raja dan bangsawan. Marx berargumen bahwa kapitalisme suatu saat akan hancur atau berevolusi lagi karena ideologi ini juga lahir untuk memperbaiki ideologi sebelumnya, sehingga suatu hari kapitalisme juga akan berevolusi lagi, tepatnya ke arah komunisme atau sosialisme.
 
Dalam kapitalisme, hampir setiap pekerja bahkan yang berskill sekalipun rawan jatuh ke dalam kemiskinan. Ini terjadi karena mayoritas dari mereka tidak memiliki faktor produksi. Sangat sulit bagi mereka untuk mengakumulasi kapital untuk memiliki faktor produksi. Upah mereka yang rendah serta biaya hidup yang semakin tinggi telah mengubur harapan mereka. Akibatnya, saat mereka kehilangan pekerjaan mereka juga kehilangan pemasukan dan rawan jatuh miskin.
 
Untuk itulah Marx mengajukan agar transisi masyarakat dari kapitalis ke komunisme dapat terjadi. Dalam komunisme, kepemilikan faktor produksi dibagi rata ke seluruh lapisan masyarakat, hal ini disebut juga sebagai sama rasa sama rata. Pada tahun 1848, Marx bersama Engels menerbitkan Communist Manifesto. Kalimat pertama buku ini berbunyi: "Hantu sedang membayangi Eropa". Kalimat menakutkan ini ditujukan untuk menakuti kaum borjuis.
 
Saat kepemilikan faktor produksi dibagi rata, pekerja yang kehilangan pekerjaan tetap dapat menikmati hasil produksi, sehingga mereka tetap bisa hidup layak.
 
Realitanya, pada hari ini jumlah penduduk dunia semakin meningkat dan mayoritas dari mereka adalah kaum proletar yang tidak memiliki faktor produksi. Alhasil, banyak dari mereka yang hanya mengandalkan upah bulanan akan mengalami kesulitan untuk keluar dari jeratan kemiskinan.
 
Untuk memperbaiki kesenjangan ekonomi yang semakin parah, beberapa negara terutama di Eropa Barat dan Skandinavia mulai menerapkan sistem ekonomi sosialisme atau lebih populer dengan istilah negara kesejahteraan. Ideologi ini lebih layak untuk diterapkan pada masa sekarang, karena sosialisme juga menjunjung demokrasi dan kebebasan untuk rakyatnya. Bandingkan dengan komunisme yang biasanya dijalankan secara otoritarianisme atau otoriter.
 
Di negara-negara sosialis kekayaan ekonomi lebih terdistribusi secara merata untuk seluruh kalangan. Persamaan hak ekonomi juga diberikan untuk semua lapisan masyarakat. Banyak program pemerintah dijalankan untuk kesejahteraan kaum pekerja. Masyarakat negara sosialis merasakan insentif yang kecil untuk mengakumulasi kekayaan karena kesehatan dan uang pensiun mereka telah dijamin negara.
 
Alhasil kesenjangan ekonomi di negara-negara tersebut lebih kecil, terutama di Skandinavia (10 persen orang kaya memegang 65 persen kekayaan) dibandingkan Amerika Serikat yang cenderung kapitalis (1 persen orang kaya memegang 40 persen kekayaan).
 
Lalu, kapankah mayoritas negara menerapkan sosialisme?
 

Baca Juga: [Opini] Blokir VPN untuk Situs Dewasa, Strategi atau Sensasi?

Yoghy Putra Photo Writer Yoghy Putra

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya