Menikmati Hal-hal Kecil Berkat Corona

#SatuTahunPandemik COVID-19

COVID-19 mengubah segalanya, tak hanya rencana-rencana, tapi juga cara bersyukur, dan menikmati hal-hal kecil

Januari 2020. Aku masih ingat dengan jelas, lebih dari setahun yang lalu, aku menghadiri pernikahan saudariku di kampung halaman Jambi. Perjalanan dari Jogja --tempat di mana aku, istri dan anak bermukim-- ke Jambi bukan perkara ringan mengingat ongkos, serta waktu dan effort yang relatif besar harus dikeluarkan demi 5-7 hari di sana.

Biasanya, aku baru pulang ke Jambi untuk lebaran saja. Maka tidak heran jika aku sempat bercanda bahwa keluarga kecil kami tak akan mudik pada Idul Fitri tahun itu yang kebetulan jatuh pada tanggal 24-25 Mei 2020, atau hanya berselang empat bulan dari kunjungan kami di awal tahun.

"Tanggung, ah. Hadir ke pernikahan ini kan sudah kayak mudik," selorohku.
Kini, menatap ke belakang, aku tahu seharusnya aku lebih hati-hati kalau bicara karena pada Maret 2020 guyonan itu pelan-pelan mulai jadi kenyataan. Untuk pertama kalinya dalam 12 tahun pengalaman merantau, aku tidak mudik. Semua dilakukan untuk melindungi diri kami yang melakukan perjalanan maupun keluarga di kampung dari penyebaran virus corona.

Sempat ada tawaran untuk menyewa kendaraan pribadi agar meminimalisir kontak dengan manusia lain selama perjalanan, namun aku tidak mau memberi contoh buruk kepada anak dan istri ataupun orang lain.

Lagi pula, tidak ada jaminan kalau perjalanan kami akan berjalan mulus. Bisa saja tumpangan kami disetop di perbatasan provinsi. Atau lebih parah, dilarang masuk pulau Sumatra dan terombang-ambing di laut.

Akhirnya, aku harus berdamai dengan rindu. Tidak bisa bermaaf-maafan secara langsung kepada orangtua. Tidak pula bercengkrama dengan sanak dan sahabat, bertukar cerita dan bersantap ria.

Tapi lebaran di perantauan tidak buruk-buruk amat. Dan lagi, Idul Fitri bukan perkara seperti apa kamu merayakannya melainkan seikhlas apa kamu menjalaninya. Kurang lebih seperti itulah kalimat yang terus kuucapkan dalam hati dan sesekali kubenamkan dalam benak istriku.

***
Wabah virus corona yang resmi melanda Indonesia sejak Presiden Jokowi mengumumkan dua kasus pertama pada 2 Maret 2020 tidak hanya membatalkan Idul Fitri-ku di kampung halaman tapi plan liburan keluarga kecil kami (entah ke Bali atau ke Lombok, pokoknya liburan!) dan perjalanan dinasku ke World Mobile Congress di Barcelona yang harus dibatalkan panitia karena Spanyol menjadi salah satu episentrum COVID-19 di Eropa waktu itu. God, I miss traveling.

Kekesalan pribadi terhadap Corona, jika dirangkum, tidak akan cukup tercantum dalam listicle sepanjang 50 poin. Tapi buat apa? Bulan demi bulan, lambat laun aku mencari hikmah dari pandemik ini. Silver lining, kalau kata orang bule.

COVID-19 mempertebal kemampuanku untuk bersyukur. Bersyukur masih survive. Bersyukur relatif sehat. Bersyukur masih punya pekerjaan saat orang lain pontang-panting mencari makan. Bersyukur akan teknologi informasi yang memungkinan aku tidak hanya bekerja dari rumah tapi juga menambah ilmu dari kelas-kelas daring.
Dan yang terpenting, bersyukur akan dua orang yang paling sabar menghadapiku: istriku, Suci, dan anakku, Khalil. Kami saling memiliki. Rumah kami boleh kecil namun kami tidak pernah merasa bosan satu sama lain.

Meski topik obrolan sudah habis, candaan sudah terasa garing, dan bahan makanan menipis, keluarga kami tidak pernah kekeringan kasih sayang. Corona membuat ikatan kami lebih erat dari sebelumnya.

Aku melihat langsung Khalil tumbuh dari bayi pendiam menjadi bocah berusia 3 tahun yang tidak hentinya berceloteh soal T-rex dan Triceratops. Aku merasakan langsung perkembangan emosinya dari yang tadinya hanya mengenal senang dan sedih, sekarang menjadi ragam spektrum perasaan dari cemas, malu, kaget hingga bangga.

Selama kurang lebih setahun terakhir aku bicara dengan anak berusia tiga tahun setiap saat, dan dia mempengaruhiku lebih besar daripada aku mempengaruhinya. Aku belajar untuk jadi sabar, berkata baik dan jujur serta menghargai perasaan orang lain.

Pengalaman tiada tara yang terjadi secara real-time di depan mata ini, tentu hanya akan tersaji dalam potongan-potongan memori apabila tidak ada Corona.

COVID-19 mengubah segalanya, tak hanya rencana-rencana tapi juga cara bersyukur dan menikmati hal-hal kecil.

#SatuTahunPandemik adalah refleksi dari personel IDN Times soal satu tahun virus corona menghantam kehidupan di Indonesia. Baca semua opini mereka di sini.

Baca Juga: Berburu Hoki Giveaway, Kebahagiaan Tak Terduga saat Pandemik

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya