[OPINI] Sampah Plastik di Indonesia: Tanggung Jawab Semua Pihak

Ancaman sampah plastik yang sudah di depan mata

Masalah polusi plastik sedang menjadi isu hangat di Indonesia. Sudah menjadi fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah penyumbang terbesar kedua untuk sampah plastik di laut setelah Tiongkok, dengan beberapa perkiraan yang menunjukkan bahwa sampah plastik menyumbang sekitar 10% dari polusi plastik global. Terlebih lagi, diketahui bahwa empat sungai di Indonesia termasuk di antara 20 sungai yang paling tercemar di dunia dalam hal sampah plastik.

Plastik sekali pakai – seperti kantong plastik untuk pembelanjaan atau kegunaan sehari-hari, gelas, sedotan, botol dan peralatan makan – adalah bagian dari kehidupan sehari-hari di Indonesia. Pada saat yang sama, (plastik sekali pakai) menjadi penyumbang terbesar kedua untuk sampah plastik, Hal ini merupakan bukti bahwa tingkat kesadaran di Indonesia tentang daur ulang dan dampak lingkungan dari plastik masih sangat rendah.

Mengapa Masalah Plastik Ini Sangat Genting?

Plastik tidak dapat terurai, dan tidak semua masyarakat Indonesia sadar akan hal ini. Plastik yang dibuang sembarangan di sungai akan terbawa arus menuju laut. Plastik yang akhirnya berada di laut menimbulkan bahaya serius bagi burung dan hewan laut/hewan sekitar laut yang sering keliru menganggapnya sebagai makanan mereka. Terdapat ribuan hewan yang terluka atau mati setiap tahunnya setelah menelan sampah plastik yang dibuang. Seperti pemberitaan akhir-akhir ini, seekor paus sperma ditemukan mati terdampar di perairan Pulau Kapota, Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Menurut World Wide Fund for Nature (WWF), paus ini menelan hampir enam kilogram plastik dan sandal jepit. Sungguh menyedihkan, bukan?

[OPINI] Sampah Plastik di Indonesia: Tanggung Jawab Semua PihakYoutube Screenshot/Rich Horner

Selain itu, sebagai sebuah negara kepulauan, memberikan Indonesia memiliki ‘tanggung jawab’ yang lebih besar. Menjadi negara kepulauan membuat Indonesia dikelilingi oleh laut dan samudra, dan Indonesia menjadi rumah bagi sebagian besar Coral Triangle. Menurut WWF, dalam area Coral Triangle terdapat kurang lebih 600 spesies terumbu karang; dan 2000 spesies ikan. Tidak hanya menjadi ancaman bagi hewan-hewan saja, polusi plastik juga menjadi ancaman besar bagi ekosistem terumbu karang, karena sampah plastik dapat merusak ekosistem laut.

Masalah sampah plastik yang ada di laut bukan hanya menjadi tanggung jawab satu atau dua orang saja, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh aktor – pemerintah, masyarakat, NGO, dan bahkan bisnis.  Jika masalah ini terus tidak terkendali, tidak menutup kemungkinan terdapat lebih banyak plastik daripada ikan di laut dalam beberapa tahun ke depan Sehingga, perilaku konsumen harus berubah.

Semakin maraknya kampanye penggunaan barang-barang non-plastik seperti reusable straw dan penggunaan tas kain atau tas daur ulang untuk membawa barang belanjaan merupakan gerakan progresif yang telah dilakukan oleh aktor bisnis, NGO, dan masyarakat. Sayangnya, masih sedikit dari masyarakat Indonesia yang sadar akan pentingnya mengubah gaya hidup menjadi lebih ‘hijau’.

[OPINI] Sampah Plastik di Indonesia: Tanggung Jawab Semua PihakREUTERS/ Johannes P. Christo

Penulis juga sadar bahwa masalah plastik adalah hal yang kompleks. Industri plastik memberikan tawaran berupa barang-barang berbahan dasar plastik dengan harga yang lebih murah, dan masyarakat pun memilih untuk membelinya, tanpa melihat dampak dalam terus mengonsumsi barang-barang plastik.

Sebagai aktor yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan, pemerintah Indonesia seharusnya juga dapat bersikap lebih tegas terkait penggunaan plastik. Sudah lebih dari 40 negara dan kota di seluruh dunia telah menerapkan larangan kantong plastik. Bahkan, Sekretariat Program Lingkungan PBB telah merekomendasikan pelarangan kantong plastik secara global. Pengendalian sampah plastik dengan adanya kebijakan plastik berbayar di pusat perbelanjaan dipandang akan sangat efektif dalam mengurangi sampah plastik. Namun, faktanya kebijakan plastik berbayar hanya berlaku di beberapa pusat perbelanjaan saja. Sehingga, kebijakan ini tidak dilakukan secara konsisten. Tidak adanya payung hukum yang jelas dan tegas, serta sosialisasi yang masih kurang membuat kebijakan ini tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan perhatian lebih dan bersikap tegas terhadap masalah plastik.

Terlepas dari semua hal ini, tentu dalam menanggapi masalah plastik yang semakin urgen ini kembali ke pada diri masing-masing. Mengutip ucapan Profesor Anthony Ryan, seorang profesor kimia fisik di Universitas Sheffield, mengatakan bahwa bukan plastik yang menjadi masalah, tetapi bagaimana orang memilih untuk berurusan dengan plastik.

“Plastic's inanimate, so it can't be bad, it's what people do with it that's bad.”

Baca Juga: [OPINI] Revolusi Industri 4.0: Egoisme Vs Altruisme

Yustina Dinar Moneta Photo Writer Yustina Dinar Moneta

Seorang mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya