Menyusuri 6 Jejak Freemason dan Teosofi di Bandung

Kamu pernah berkunjung ke salah satunya?

Keberadaan Freemasonry dan Teosofi ke Nusantara ini tidak terlepas dati datangnya Bangsa Eropa. Seiring semakin menyebarnya Bangsa Eropa di Hindia Belanda kedua perkumpulan yang kontroversial ini pun mulai berkembang, terutama di Pulau Jawa. Bahkan di kemudian hari, banyak pribumi yang ikut menjadi anggota dua perkumpulan ini.

Di sebagian kota jejaknya masih dapat ditemukan, salah satunya di Kota Bandung. Mari kita telusuri jejak dua perkumpulan kontroversial ini di Bandung .

1. Museum Kota Bandung

Menyusuri 6 Jejak Freemason dan Teosofi di BandungIDN Times/Agithyra Nidiapraja

Museum yang berlokasi di Jalan Aceh ini merupakan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa Freemason pernah melakukan kegiatan di Bandung. Bangunan ini semula difungsikan sebagai  Frobelschool (Taman kanak-Kanak) yang dimiliki oleh Loji Sint Jan dari Pekumpulan Fremason di Bandung.

Sebelum menempati bangunan tersebut, kegiatan belajar mengajar sudah diadakan oleh Perkumpulan Freemason sejak 1898 dengan meminjam Paseban Pendopo Bandung. Akhirnya pada tahun 1900 perkumpulan ini mampu membangun sekolah permanen di Jalan Wastukencana, berseberangan dengan Masjid Al Ukhuwah.

Bangunan yang sekarang menjadi yang kini menjadi Museum Kota Bandung tersebut baru dibangun pada tahun 1920 oleh pemerintah kota sebagai ganti rugi atas lahan dan bangunan lama yang dihancurkan untuk perluasan balaikota.

2. Loji Sint Jan atau Gedung Setan

Menyusuri 6 Jejak Freemason dan Teosofi di Bandungdigitalcollections.universiteitleiden.nl

Najan Kaasup ludengan, ari asup ka Gedong setan mah teu wani. Tong boro asup ketang, dalah ngalanto ka buruanana ge geus muringkak bulu punduk

Walaupun termasuk pemberani, jika masuk ke Gedung Setan mah tidak berani. Jangankan untuk masuk, mendatangi halamannya pun bulu kuduk sudah merinding"

Begitulah Us Tiarsa dalam bukunya yang berjudul  "Basa Bandung Halimunan" bercerita tentang "Gedung Setan" yang menurutnya merupakan salah bangunan angker di Bandung. Buku berbahasa Sunda yang jika diartikan adalah "Waktu Bandung Berkabut" tersebut merupakan memoar dari sang penulis mengenai Bandung antara tahun 1950 sampai 1960an.

Ternyata "Gedung Setan" yang dimaksud oleh Us Tiarsa adalah Loji Sint Jan yang digunakan sebagai tempat berkumpul anggota Freemason di Bandung. Masih dalam buku yang sama Us Tiarsa menyebutkan bahwa kata "setan" yang melekat dalam sebutan gedung itu karena kesalahan pelafan masyarakat dari "Sint Jan".

Karena keberadaan loji ini jalan yang berada di depan loji ini dinamakan Logeweg atau yang sekarang kita kenal Jalan Wastukencana. Kini sudah tidak ada sisa-sisa lagi dari bangunan loji ini karena saat ini di lahan yang sama telah berdiri Masjid Al Ukhuwah yang megah.

Baca Juga: 7 Penemuan Arkeologi Terbaru yang Berhasil Menulis Ulang Sejarah

Menyusuri 6 Jejak Freemason dan Teosofi di BandungIDN Times/Agithyra Nidiapraja

Bangunan Loji Sint Jan dibangun dan selesai tahun 1901 dan direnovasi besar-besaran pada tahun 1920. Selain difungsikan sebagai tempat anggota Freemason berkumpul dan melakukan kegiatan, tempat ini juga memiliki sebuah perpustakaan umum yang dinamakan De Openbare Bibliothec van Bandoeng

Setelah kegiatannya sempat terhenti selama masa Pendudukan Jepang, pasca kemerdekaan beberapa anggota freemason yang kebanyakan pribumi berusaha membangkitkan kembali kegiatan-kegiatan mereka. Loji Sint Jan menjadi salah satu dari empat loji yang dihidupkan kembali di Indonesia diubah namanya menjadi Loji Dharma.

Tiga loji lainnya yakni Loji Purwa Daksina di Jakarta, Loji Pamitrian di Surabaya, dan Loji Bhakti di Semarang. Keempatnya loji tersebut kemudian membentuk Loji Timur Agung Indonesia dan mengangkat Soemitro Kolopaking untuk menjadi Suhu Agung di Bandung pada tahun 1955.

3. Gedung Polrestabes Kota Bandung

Menyusuri 6 Jejak Freemason dan Teosofi di BandungIDN Times/Agithyra Nidiapraja

Gedung Polrestabes Kota Bandung awalnya difungsikan sebagai Kweekschool (Sekolah Guru) atau masyarakat pada saat itu menyebutnya sebagai "Sekolah Raja", salah satu versi menyebutkan mengapa dinamakan demikian karena pada masa itu hanya anak-anak penguasa yang dapat bersekolah di tempat itu. 

Sebelum Loji Sint Jan dibangun, anggota Freemason diizinkan oleh residen pada saat itu untuk menumpang dan menggunakan sebagian Kweekschool sebagai tempat untuk pertemuan rutin sejak tahun 1881. Di gedung ini pertama kalinya anggota freemason mencetuskan berdirinya De Openbare Bilbliothec van Bandoeng.

Anggota Freemason melakukan kegiatannya di Gedung Kweekschool hingga tahun 1884 lalu Freemason memilih salah satu bangunan di Jalan Braga sebelum pindah ke tempatnya yang baru di Jalan Wastukencana pada tahun 1901.

4. Olcoot Park

Menyusuri 6 Jejak Freemason dan Teosofi di BandungIDN Times/Agithyra Nidiapraja

Olcott Park merupakan sebuah taman diapit oleh Jalan Merdeka dan Jalan Sumatera. Di dalam taman tersebut juga terdapat sebuah komplek penginapan yang dinamakan Flatt Olcott Park yang kemudian pada tahun 1950an berganti nama menjadi Hotel Pakunegara. Keberadaan taman dan komplek penginapan tersebut kini sudah berganti dengan berdirinya sebuah pusat perbelanjaan.

Lalu apa hubungan Olcott Park dengan Fremason atau Teosofi? Seakan tidak mau kalah dengan rekannya di Batavia yang berhasil membangun Blavatsky Park, anggota Theosofi di Bandung juga membangun Olcott Park. Nama tersebut didedikasikan bagi Kolonel Henry Steel Olcott yang merupakan presiden pertama dari Theosophical Society. Seperti diketahui Madame Blavatsky dan Kolonel Olcott merupakan pendiri dari Theosophical Society.

Peresmian Olcott park sendiri bertepatan dengan Kongres Teosofi Hindia Belanda Ke II pada tahun 1930 dan sekaligus menandai perpindahan markas mereka dari yang sebelumnya berada di Jalan Banda. 

5. Gereja Katolik Bebas S. Albanus

Menyusuri 6 Jejak Freemason dan Teosofi di BandungIlustrasi gereja (IDN Times/Agithyra Nidiapraja)

Jejak Perkumpulan Teosofi selanjutnya ada di sekitar Taman Saparua. Di sisi Jalan Banda terdapat sebuah bangunan yang terlihat tidak terawat dan halamannya dijadikan sebagai tempat parkir alternatif. Bangunan itu bertuliskan "Gereja Katolik Bebas S. Albanus".    Sebelum menjadi Gereja Katolik Bebas, tempat ini dibangun sebagai markas dari Theosophical Society di Bandung. 

Menyusuri 6 Jejak Freemason dan Teosofi di Bandungdigitalcollections.universiteitleiden.nl

Bangunan ini didesain oleh arsitek bernama F. J. L. Ghijsels pada tahun 1918 dan dibangun  tahun 1919-1920. Plakat di bagian depan bangunan menyebutkan bertuliskan 25 Desember 1918.

Bagian depan bangunan ini dibuat tanpa jendela dan hanya terdapat tiga pintu masuk dan empat pilar. Dari sebuah foto lama terlihat bahwa dahulu dibagian atas depan bangunan ini terukir Bintang David yang dicat berwarna lebih putih dibandingkan dengan warna bangunannya.

6. Rumah Kentang

Menyusuri 6 Jejak Freemason dan Teosofi di BandungIDN Times/Agithyra Nidiapraja

Berada di salah satu sudut Lapangan Saparua, tepatnya di perempatan Jalan Ambon dan Jalan Banda berdiri sebuah bangunan yang sekilas seperti rumah tua pada umumnya. Bangunan tersebut kini lebih terkenal sebagai salah satu urban legend di Bandung  dan dikenal dengan sebutan "Rumah Kentang". Penyebutan ini konon dikarenakan pada malam hari orang yang melewati rumah tersebut akan mencium bau kentang dari dalam rumah.

Faktanya, Bangunan tersebut merupakan bekas sebuah Loji Freemason yang yang bernama Loji Hermes. Nama Loji ini diambil dari nama salah seorang Dewa Pembawa Pesan yang juga termasuk Dewa Olimpus (Dodaktheon), yakni Dewa dan Dewi utama Yunani yang tinggal di Puncak Gunung Olimpus. 

Baca Juga: 5 Tempat Wisata Sejarah di Dili, Timor Leste yang Menarik buat Dilihat

Agithyra Nidiapraja Photo Verified Writer Agithyra Nidiapraja

https://www.instagram.com/veerapracha/

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya