Pertama Kali, Penyakit Kusta Terdeteksi pada Simpanse!

Apa artinya bagi primata non-manusia?

Sudah terlihat di masa-masa Sebelum Masehi, kusta atau lepra adalah salah satu infeksi jangka panjang yang mematikan. Disebabkan oleh M. leprae atau M. lepromatosis, kusta membuat pasiennya tidak mampu merasakan sakit. Alhasil, mereka kehilangan anggota tubuh akibat cedera, hingga menyebabkan kematian.

Selama ini, kusta adalah penyakit yang menyerang manusia, hingga menjadi tanda kenajisan di berbagai kepercayaan. Akan tetapi, temuan penelitian terbaru mengejutkan dunia. Ternyata, penyakit kusta juga terdeteksi di primata non-manusia. Yuk, simak penelitian selengkapnya!

Disclaimer: Artikel ini mengandung gambar-gambar yang dapat membuat tidak nyaman. Kebijaksanaan pembaca amat diharapkan.

1. Sekilas mengenai kusta

Pertama Kali, Penyakit Kusta Terdeteksi pada Simpanse!pasien kusta (pixabay.com/jamboo7809)

Kusta dapat disebut juga "Penyakit Hansen". Hal ini dikarenakan pada 1873, ilmuwan Norwegia, G.H. Armauer Hansen, menermukan bahwa M. leprae adalah biang kerok penyakit kusta. Selain M. leprae, pada 2008, M. lepromatosis juga ternyata adalah bakteri yang menyebabkan kusta pada manusia.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kedua bakteri tersebut berpindah antara manusia dan pasien kusta melalui tetesan (droplet) dari hidung dan mulut. Per 2019, lebih dari 200 ribu kasus kusta tercatat di 161 negara secara global, dan dari angka tersebut, hampir 15 ribu adalah anak-anak di bawah 14 tahun.

Memengaruhi kulit, saraf periferal, saluran pernapasan atas, dan mata, kusta sebenarnya dapat disembuhkan dengan kombinasi obat. Namun, jika tak ditangani, dapat menyebabkan komplikasi fatal.

2. Gejala-gejala dan komplikasi umum akibat kusta

Pertama Kali, Penyakit Kusta Terdeteksi pada Simpanse!ilustrasi gejala lepra (microbiologysociety.org)

WHO menjelaskan bahwa M. leprae dan lepromatosis berkembang secara perlahan pada pasien selama lima tahun. Paling lama, gejala kusta bahkan dapat memakan waktu hingga 20 tahun. Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC), gejala-gejala kusta pada kulit meliputi:

  • Munculnya bercak pada kulit yang berubah warna, biasanya rata, yang mungkin mati rasa saat disentuh dan warnanya terlihat lebih cerah dari kulit di sekitarnya
  • Munculnya nodula pada kulit
  • Kulit menjadi tebal, kaku, atau kering
  • Munculnya bisul tanpa rasa sakit di telapak kaki
  • Pembengkakan atau benjolan tanpa rasa sakit di wajah atau daun telinga
  • Kehilangan alis atau bulu mata

Selain gejala pada kulit, CDC memaparkan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh kerusakan saraf akibat kusta adalah:

  • Mati rasa pada daerah kulit yang terkena
  • Kelemahan atau kelumpuhan otot (terutama di tangan dan kaki)
  • Pembesaran saraf (terutama di sekitar siku dan lutut dan di sisi leher)
  • Masalah mata yang dapat menyebabkan kebutaan (ketika saraf wajah terdampak)

Terakhir, gejala yang ditimbulkan oleh penyakit kusta pada selaput lendir saluran pernapasan atas adalah:

  • Hidung tersumbat
  • Mimisan yang frekuen
Pertama Kali, Penyakit Kusta Terdeteksi pada Simpanse!kerusakan bentuk hidung akibat kusta (webmd.com)

Karena kusta memengaruhi saraf, pasien kusta terancam mati rasa, sehingga cedera atau luka tidak diperhatikan. Oleh karena itu, luka atau cedera pada pasien kusta harus segera diobati. Jika tidak, maka kusta dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti:

  • Kelumpuhan tangan dan kaki
  • Pemendekan jari kaki dan jari karena reabsorpsi
  • Bisul kronis yang tidak kunjung sembuh di bagian bawah kaki
  • Kebutaan
  • Kerusakan atau perubahan bentuk hidung

Komplikasi lain yang kadang-kadang dapat terjadi adalah:

  • Sensasi nyeri pada saraf
  • Kemerahan dan nyeri di sekitar area yang terkena
  • Sensasi terbakar pada kulit

Baca Juga: Disebut sebagai Penyakit Kuno, Ketahui 6 Fakta seputar Kusta Ini

3. Sebelumnya, kusta pada primata non-manusia tidak diketahui

Pertama Kali, Penyakit Kusta Terdeteksi pada Simpanse!simpanse di penangkaran (unsplash.com/Margaux Ansel)

Selama ini, manusia (H. sapiens) adalah inang utama M. leprae dan lepromatosis. Selain itu, armadillo (D. novemcinctus) di benua Amerika, dan tupai merah (S. vulgaris) di Inggris diketahui juga membawa dua bakteri penyebab kusta tersebut.

Sementara asal-usul kusta tidak diketahui pada primata non-manusia, strain bakteri ini ternyata beredar lebih luas dari diprakirakan sebelumnya. Inilah temuan penelitian gabungan antara Inggris dan Jerman yang dimuat dalam jurnal Nature pada 13 Oktober 2021 lalu bertajuk "Leprosy in wild chimpanzees".

4. Analisis gambar dan tinja buktikan infeksi kusta pada simpanse di Afrika

Pertama Kali, Penyakit Kusta Terdeteksi pada Simpanse!Simpanse Afrika Barat jantan di TNP, Woodstock, terlihat memiliki gejala kusta di wajahnya. (scitechdaily.com)

Para ilmuwan Inggris dan Jerman mengamati dua populasi simpanse Afrika Barat (P. troglodytes verus) liar: satu di Cantanhez National Park (CNP), Guinea-Bissau, dan satu di Taï National Park (TNP) di Pantai Gading.

Rekaman kamera CNP pada 2015-2019 menangkap 241 citra simpanse yang menunjukkan gejala lesi parah mirip kusta dan pertumbuhan nodula di wajah, batang tubuh, hingga alat kelamin. Para simpanse ini juga mengalami kerontokan rambut, cacat wajah, pertumbuhan kuku berlebih, dan claw hand.

Ketika para ilmuwan menganalisis sampel tinja dua populasi simpanse Afrika Barat tersebut, mereka menemukan bukti DNA yang menunjukkan bahwa kedua simpanse ini terinfeksi bakteri M. leprae.

5. Mencengangkan, selama ini tidak diketahui mengapa kusta juga muncul di primata non-manusia

Pertama Kali, Penyakit Kusta Terdeteksi pada Simpanse!Simpanse Afrika Barat jantan di TNP, Woodstock, terlihat memiliki gejala kusta di wajahnya. (scitechdaily.com)

Meski ada laporan-laporan mengenai kusta pada primata di penangkaran, seperti simpanse, sumber infeksi tidak diketahui. Namun, ada kemungkinan penularan kusta terjadi di penangkaran.

Data genetik menunjukkan bahwa strain M. leprae yang memengaruhi dua populasi simpanse berbeda. Langka di manusia dan hewan reservoir kusta lain, penelitian tersebut mencatat dua strain pada simpanse tersebut ternyata langka.

Sementara kusta telah dipelajari pada manusia, kusta pada primata non-manusia seperti yang ditemukan pada kedua simpanse di benua Afrika ini membuka pertanyaan baru mengenai paparan bakteri kusta pada simpanse, bagaimana penularannya antar simpanse, dan angka harapan hidup simpanse dengan kusta.

Baca Juga: Ini 3 Mitos Tentang Kusta, Benarkah Penyakit Kutukan?

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono

Berita Terkini Lainnya