Sejarah Singkat Munculnya Cacar Monyet

Darimana cacar monyet ini bermula?

Pada Sabtu (23/7/2022), Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa cacar monyet atau monkeypox ditetapkan sebagai darurat kesehatan global. Ini karena cacar monyet telah mencapai hampir 17.000 kasus di 75 negara dunia dengan lima kematian.

Terlepas dari pro dan kontra terhadap keputusan WHO ini, alangkah lebih baik dunia waspada agar cacar monyet tidak makin meluas. Namun, perlu diketahui, berbeda dengan COVID-19, cacar monyet sebenarnya bukan penyakit baru. Berikut ini adalah sejarah singkat cacar monyet.

1. Berawal dari monyet di Jerman

Sejarah Singkat Munculnya Cacar Monyetmonyet kra (wikimedia.org)

Saat mendengar cacar monyet, mungkin kita terpikir dengan benua Afrika. Akan tetapi, ternyata, cacar monyet sebenarnya berasal bukan dari Afrika, melainkan Eropa. Seperti namanya, cacar monyet memang pertama kali terlihat pada monyet.

Cacar monyet pertama kali diidentifikasi di tubuh monyet kra (Macaca fascicularis) pada 1958 di Copenhagen, Denmark. Saat itu, peneliti Denmark, Preben von Magnus, menemukan monkeypox virus (MPV) pada monyet kra yang digunakan sebagai subjek penelitian.

2. Berpindah ke manusia di Afrika

Saat ditemukan di Denmark, cacar monyet belum menyebar ke manusia hingga lebih dari 10 tahun kemudian. Pada 1970, kasus cacar monyet pada manusia pertama ditemukan di Basankusu, Provinsi Équateur, Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo). Pada 1981 dan 1986, WHO mencatat 338 kasus dan 33 kematian akibat cacar monyet di negara tersebut.

Pada 1971, cacar monyet juga terdeteksi di Nigeria, tepatnya di tubuh anak perempuan berusia 4 tahun. Pada 1978, sebanyak 10 orang terdeteksi memiliki penyakit ini. Sempat mereda, pada 2017, WHO mencatat angka kasus cacar monyet kembali meledak di Nigeria dengan lebih dari 200 kasus yang sudah dikonfirmasi.

Sempat menghilang, cacar monyet kembali meledak di Zaire pada 1996–1997. Antara 1991 hingga 1999, sebanyak 511 kasus dilaporkan di Zaire. Menurut penelitian gabungan pada 2018, varian Zaire/Kongo memiliki tingkat kematian kasus (CFR) paling tinggi, yaitu 9,8–11 persen.

Baca Juga: WHO Tetapkan Cacar Monyet Sebagai Darurat Kesehatan Global

3. Cacar monyet bukan dari monyet?

Sejarah Singkat Munculnya Cacar Monyetilustrasi prairie dog atau anjing padang rumput (pixabay.com/Lolame)

Untuk pertama kalinya, cacar monyet terdeteksi pada manusia, di Amerika Serikat (AS) pada Mei 2003. Saat itu, kasus cacar monyet terdeteksi di tubuh seorang balita perempuan berusia 3 tahun di Milwaukee, Wisconsin. Bukan dari monyet, balita tersebut terkena cacar monyet akibat digigit seekor anjing padang rumput (Cynomys).

Sebelumnya pada April 2003, pengimpor hewan di Texas mendatangkan tikus berkantung gambia (Cricetomys gambianus) dari Ghana. Tikus berkantung tersebut kemudian dikandangkan dalam satu tempat bersama anjing padang rumput, dan hal ini diduga menjadi penyebab penularan MPV ke anjing padang rumput.

Balita tersebut kemudian dibawa ke rumah sakit setelah mengalami demam, mata bengkak, dan ruam merah di sekujur tubuhnya. Setelah dites, hasilnya baik sang balita dan anjing padang rumput tersebut mengidap MPV. Para pasien yang dites pun mengalami gejala sama, termasuk sakit kepala, panas dingin, nyeri otot, dan batuk.

Sejak saat itu hingga 20 Juni 2003, sebanyak 71 orang terinfeksi MPV di AS Barat Tengah (Midwest), dengan kasus terbanyak di Wisconsin. Setelah kejadian tersebut, impor tikus berkantung gambia dilarang oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan BPOM AS (FDA).

4. Wabah cacar monyet mendunia

Pada 2018, kasus cacar monyet tercatat untuk pertama kalinya di Eropa, tepatnya di Inggris. Pasiennya adalah seorang warga negara Nigeria, yang terinfeksi MPV di Nigeria sebelum pergi ke Inggris. Kemudian, tiga kasus lainnya berasal di Blackpool dan Inggris sebelah barat daya setelah kembali dari Nigeria.

Lalu, pada Mei 2021, sebanyak tiga kasus dari satu keluarga yang sama dilaporkan di Wales, dan menurut rekam perjalanannya, mereka sempat melancong ke Nigeria.

Setahun kemudian, Inggris kembali melaporkan kasus cacar monyet, dan sejak saat itu kasus cacar monyet menyebar ke lebih dari 70 negara di seluruh benua, kecuali Antarktika.

5. Cacar monyet menjadi darurat kesehatan global

Pada 25 Juni 2022, WHO bersama International Health Regulations (IHR) Emergency Committee awalnya menyatakan bahwa cacar monyet tidak perlu dijadikan darurat kesehatan global. Namun, kurang dari sebulan setelahnya, WHO dan IHR Emergency Committee mengumumkan cacar monyet menjadi darurat kesehatan global.

Selain lebih dari 16.000 kasus saat ini, Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, menjelaskan bahwa ada lima faktor yang memengaruhi keputusan WHO menjadikan cacar monyet sebagai darurat kesehatan global, yaitu:

  • Informasi dan data dari negara terdampak: Penyebaran cacar monyet begitu masif.
  • Memenuhi tiga standar penetapan darurat kesehatan global dari IHR:
    • Kejadian luar biasa.
    • Memicu risiko kesehatan masyarakat ke negara bagian lain melalui penyebaran penyakit skala internasional.
    • Membutuhkan respons internasional yang terkoordinasi.
  • Saran dari IHR: Belum mencapai kesepakatan.
  • Bukti ilmiah: Minim dan membuat dunia tidak siap.
  • Risiko terhadap kesehatan manusia, penyebaran ke seluruh dunia, dan mengganggu kegiatan internasional.

"Untuk seluruh alasan ini, saya menyatakan wabah global cacar monyet sebagai darurat kesehatan internasional," tulis Dr. Tedros lewat Twitter pada 23 Juli 2022.

Sejarah Singkat Munculnya Cacar Monyetilustrasi cacar monyet (who.int)

Membicarakan wabah tersebut pada Rabu (20/7/2022), Dr. Tedros mengatakan bahwa cacar monyet sebagian besar terjadi pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Hal serupa digaungkan oleh Dr. Tedros pada 23 Juli, dan peringatan juga ditujukan kepada orang-orang yang memiliki pasangan lebih dari satu.

"Ini berarti cacar monyet adalah wabah yang bisa dihentikan dengan strategi yang tepat kepada kelompok yang tepat juga," ujar Dr. Tedros.

IHR sendiri terpecah mengenai status cacar monyet. Sementara beberapa mendukung status tersebut, tetapi beberapa khawatir status ini akan menimbulkan stigma dan diskriminasi terhadap kelompok laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki dan kepanikan hingga meningkatkan permintaan vaksin yang tidak perlu.

Menjawab kekhawatiran IHR, Dr. Tedros menegaskan bahwa stigma dan diskriminasi "sama bahayanya dengan virus". Oleh karena itu, WHO meminta bantuan organisasi masyarakat dunia (terutama yang berpengalaman menangani HIV/AIDS) untuk membantu memerangi stigma dan diskriminasi negatif tersebut.

"Dengan sarana yang kita miliki saat ini, kita bisa menghentikan penularan dan mengendalikan wabah ini," papar Dr. Tedros.

Itu dia sejarah singkat cacar monyet yang telah dirangkum oleh IDN Times, semoga bermanfaat.

Baca Juga: Kasus Singkawang Bukan Cacar Monyet, Kemenkes Buka Fakta Ini

Topik:

  • Nurulia
  • Retno Rahayu

Berita Terkini Lainnya