23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaan

Yakin keputusanmu murni tanpa bias?

Manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan pikiran-pikiran tersebut, manusia menentukan keputusannya sehari-hari. Namun, tanpa kita sadari, sebagai makhluk rasional, ternyata keputusan dan segala hal yang kita percayai terpengaruhi oleh satu faktor psikis: bias kognitif.

Terkadang, kita dapat melihat bias dalam keputusan kita dengan jelas, dan terkadang, bias tersebut kita tak sadari. Kenapa begitu? Perhatian manusia terbatas dan kita cenderung berpikir heuristis atau mengambil "jalan pintas" dari logika umum untuk mengambil keputusan. Tanpa kita sadari, "jalan pintas" tersebut menuju pada bias kognitif.

Jadi, apakah kamu yakin keputusan dan kepercayaanmu adalah murni dari dirimu sendiri? Jika belum yakin, inilah beberapa jenis bias kognitif yang memengaruhi pengambilan keputusan sehari-hari!

1. Efek Dunning-Kruger

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi efek Dunning-Krueger (wikimedia.org)

Dicetuskan oleh psikolog Amerika David Dunning dan Justin Krueger pada 1999, efek Dunning-Krueger adalah salah satu bias kognitif yang paling sering terlihat sehari-hari. Dan, bukan tidak mungkin kamu atau lawan bicaramu adalah salah satunya.

Efek Dunning-Kruger berarti mereka yang tidak mengerti satu topik cenderung lebih vokal dan merasa lebih superior daripada lawan bicaranya karena merasa topik tersebut mudah dimengerti. Sementara, individu yang sebenarnya mengerti satu topik tertentu, cenderung kurang vokal dan merasa inferior karena merasa masih banyak yang harus diketahui.

Istilahnya, "tong kosong, nyaring bunyinya"! Efek Dunning-Krueger terjadi karena ilusi superioritas dan kemampuan seseorang menilai kekurangan diri sendiri. Oleh karena itu, individu dengan efek Dunning-Kruger tak mampu menilai kompetensinya secara objektif.

2. Bias konfirmasi

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias konfirmasi (nst.com.my)

Dua orang mendengarkan satu cerita yang sama, dan mereka dapat kembali dengan pemikiran yang berbeda. Tidak jarang, masing-masing orang akan mendukung atau mendekati mereka yang setuju dengannya. Mereka yang tidak setuju atau punya fakta sebaliknya? Dijauhi bahkan diblokir! Padahal, bisa jadi penjelasan mereka lebih akurat.

Pernah bertemu orang seperti itu? Inilah yang disebut "Bias Konfirmasi". Kenapa begitu? Salah satu alasannya adalah untuk membatasi masukan psikis untuk membuat keputusan. Selain itu, bias konfirmasi bak "melindungi harga diri" dengan meyakinkan diri kalau kepercayaan merekalah yang paling akurat.

3. Bias hindsight

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias hindsight (nirandfar.com)

Kecenderungan melihat satu kejadian random sebagai sesuatu yang dapat diprediksi dapat disebut sebagai bias hindsight. Pernah merasa tahu jawaban satu soal justru saat satu ujian sudah berakhir? Atau, merasa tahu siapa yang menang dari satu pertandingan? Itulah yang disebut bias hindsight. Kata-kata yang paling sering keluar,

"Tuh, kan, Aku bilang juga apa!"

Bias hindsight terjadi karena berbagai alasan seperti salah mengingat prediksi sebelumnya, kecenderungan melihat peristiwa sebagai hal yang tak terelakkan, dan menganggap kalai kita bisa meramal peristiwa tertentu. Hasilnya, kamu dapat membuat keputusan yang justru merugikan diri sendiri, seperti judi atau bertaruh!

4. Bias self-serving

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias self-serving (nytimes.com)

"Wah, kok nilai ujianku jelek?! Pasti dosennya ada benci nih!"

Lalu, saat ujianmu bagus di mata pelajaran dan dosen yang sama, kamu malah meninggikan usahamu sendiri? Selamat, kamu telah terkena bias self-serving. Sesuai namanya, kamu menyalahkan orang lain saat mendapat masalah, dan meninggikan diri saat berhasil.

Bias ini sebenarnya memiliki sisi positif, yaitu bisa membuatmu lebih percaya diri pada kekuatan dan kerja kerasmu. Namun, jika digunakan ke arah yang salah, bias self-serving malah membuatmu dibenci orang lain karena terus menyalahkan mereka dan tidak introspeksi diri!

5. Bias optimisme dan pesimisme

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi pesimis dan optimis (entrepreneur.com)

Pernah merasa benar-benar akan berhasil melakukan sesuatu saat hati sedang gembira, dan merasa akan gagal saat sedang sedih atau merasa pesimis? Inilah yang disebut dengan bias optimisme dan pesimisme.

Sesuai namanya, optimisme berarti membesarkan potensi positif satu kejadian saat senang, dan pesimisme berarti membesarkan potensi negatif suatu kejadian saat dirundung kesedihan. Bahaya dari bias kognitif ini adalah perasaan dapat memengaruhi pengambilan keputusan, sehingga lebih berisiko.

6. Sunk cost fallacy

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi sunk cost fallacy (welcometothejungle.com)

Pernah merasa terpaksa menghabiskan makanan yang tidak enak karena sudah "telanjur bayar"? Atau, menonton film jelek sampai habis karena sudah "telanjur beli tiket"? Itulah yang disebut sunk cost fallacy dan tanpa sadar kita sering melakukannya. Kata "telanjur" umum dengan konsel sunk cost fallacy.

Sunk cost mengacu pada hal yang sudah keburu kita berikan dan kita malah tidak mendapatkan apa-apa. Namun, manusia benci pada kata "kalah" atau "rugi", jadi kita malah terus bertahan dengan keinginan "mendapatkan untung". Istilahnya, "sudah basah, langsung nyebur saja".

Umum terjadi di dunia bisnis, sering kali sunk cost fallacy menuju ke jurang kerugian dan saat sadar, semua sudah terlambat. Kunci dari membongkar sunk cost fallacy adalah menyadari kalau hal yang dilakukan tidak ada untungnya dan lebih baik berhenti sebelum rugi lebih jauh!

7. Bias negatif

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias negatif (latch.ie)

Kamu sedang bertengkar dengan pasangan. Lalu, kamu hanya berfokus pada kejelekannya, dibandingkan momen indah yang kalian lalui, dan minta putus? Atau, kamu mendapatkan rapor bagus, namun satu mata pelajaran yang jelek membuatmu terus kepikiran? Itulah bias negatif!

Saat membuat keputusan, sudah pasti kita akan menimbang hasil positif dan negatifnya, kan? Tetapi, di kebanyakan kasus, kita sudah keburu takut pada skenario negatif. Sebagai contoh, pikiran akan kehilangan uang saat investasi jauh lebih besar dibandingkan pikiran akan mendapatkan keuntungannya.

Nah, bias negatif berlaku saat kita melihat aspek negatif lebih penting dibandingkan aspek positif. Terkadang, bias negatif mengganggu kinerja dan menghasilkan keputusan yang bikin menyesal di kemudian hari.

8. Bias declinism

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias declinism (adeecodedlife.com)

"Anak-anak zaman sekarang kurang ajar. Kalau dulu kayak gitu, mungkin aku sudah diusir!"

Iya, tidak jarang kita akan membandingkan teruknya adab di masa kini dibandingkan masa lalu. Pokoknya saat kamu berkeluh kesah, sepertinya masa lalu lebih baik daripada masa kini! Inilah yang disebut bias declinism.

Kenapa bisa begitu? Kemungkinan besar karena manusia pada dasarnya tidak suka perubahan. Namun, saat dunia dan segala tatanannya berubah, kita mau tidak mau harus beradaptasi. Beberapa mungkin malas secara kognitif, dan berusaha untuk menghindari perubahan proses decision making. Hasilnya? "Terjebak di masa lalu"!

9. Bias bumerang

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan KeputusaanShutterstock.com/Ruslan_127

Biasanya, seseorang akan menelaah kembali keyakinannya setelah mendapatkan sanggahan dan fakta baru. Namun, tidak sedikit yang malah semakin berteguh pada keyakinannya saat ditantang. Inilah yang disebut bias bumerang!

Mekanisme bias bumerang mirip dengan declinism, yaitu bahwa seorang individu tidak suka dengan perubahan. Ditambah lagi, karena seseorang menganggap idenya sah, ia pun bersikeras! Tetapi, bias bumerang cenderung mudah ditangani bila ada fakta atau data yang jauh lebih kuat sehingga mereka melepaskan keyakinan tersebut.

10. Heuristis ketersediaan informasi

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi heuristis availability (advanced-hindsight.com)

Beberapa kasus begal yang terjadi belakangan membuatmu takut ke mana-mana? Itulah cara kerja heuristis ketersediaan (availability) informasi, yaitu saat kamu mengambil keputusan dari hal-hal yang baru merasuk ke dalam pikiran.

Contoh lain, seorang perokok yang tidak pernah kehilangan seseorang karena penyakit yang berhubungan dengan rokok mungkin menganggap enteng dampak rokok. Sementara, jika kamu memiliki saudara atau orang terkasih yang meninggal karena penyakit tertentu, maka kamu menganggap penyakit tersebut lebih umum.

Pada dasarnya, heuristis ketersediaan informasi adalah "jalan pintas" mental yang dirancang untuk mempermudah pikiran kita saat memperkirakan risiko dari satu kejadian. Namun, kekurangan dari heuristis ketersediaan informasi adalah sering kali pemikiran mengarah ke perkiraan yang salah dan keputusan yang buruk.

11. Fundamental attribution error

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi fundamental attribution error (dtainnovation.com)

Kesalahan atribusi mendasar atau fundamental attribution error dapat disebabkan dari kebiasaan kita menyalahkan orang lain dan ingin menang sendiri (self-serving), dan informasi yang baru terbesit dalam pikiran (availability).

Contoh, kamu melihat temanmu mendapatkan nilai jelek. Sontak, kamu berpikir kalau teman sekelasmu itu "bodoh". Padahal, tanpa sepengetahuanmu, ia harus bekerja paruh waktu, sehingga tak konsentrasi belajar. Eh, begitu kamu yang dapat nilai jelek, kamu berpikir bahwa ada faktor lain yang menyebabkanmu begitu.

Dengan kata lain, bias ini membuatmu menuduh pribadi seseorang secara berlebihan tanpa mengindahkan faktor eksternal dan situasi yang memengaruhinya. Namun, begitu hal yang sama berlaku padamu, kamu merasa itu hal yang normal dan ada faktor lain. Tidak adil, kan? Jadi, saling mengerti saja!

Baca Juga: Seperti Apa Isi Kepala Para Anticovid dan Fans Teori Konspirasi?

12. Bias preferensi kelompok

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias kelompok (bates-communications.com)

Bias self-serving dan fundamental attribution menunjukkan bahwa ada aspek "ketidakadilan" dalam diri manusia saat menilai diri sendiri. Hal tersebut sebenarnya juga berlaku bila kita melindungi orang yang setuju dengan kita. Inilah yang disebut bias kelompok, saat kamu lebih mendukung anggota kelompok daripada orang lain.

Uniknya, mereka yang masuk ke dalam bias kelompok menganggap diri mereka "netral", tidak memihak, dan adil. Padahal, ini sudah termasuk bias! Biasanya, bias ini dapat terlihat dalam konflik antar keluarga. Pastinya, tidak mungkin anggota keluarga membela orang lain, bukan?

13. Efek Barnum

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi efek Barnum dan fortune cookie (inews.co.uk)

Manusia dasarnya memang sulit untuk menerima perubahan. Karenanya, pikiran kita dipaksa bekerja keras untuk menerima informasi baru, sehingga timbul celah pemahaman yang kita isi dengan hal-hal yang secara intuitif kita anggap masuk akal.

Hasilnya, individu akan menafsirkan satu informasi umum secara personal dan menerima yang "mengena" di hati namun membuang yang tidak masuk akal. Padahal, informasi tersebut bersifat ambigu dan bisa berlaku untuk siapa saja! Inilah yang disebut dengan efek Barnum.

Sebagai contoh, saat membaca horoskop atau ramalan lainnya, meskipun "ramalan" yang tertera sebenarnya terdengar umum, kamu merasa kalau hal tersebut memang ditujukan untukmu! Disebut juga "Efek Forer", bias ini membuatmu mencerna informasi secara personal yang sebenarnya berlaku untuk masyarakat luas selain kamu.

14. Bias jangkar

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias jangkar dan harga (changecatalyst.nl)

Saat sedang belanja, kamu merasa harga Rp100 ribu itu mahal. Tetapi, ketika barang yang sama didiskon dari Rp200 ribu ke Rp100 ribu, terkesan murah! Sering terjadi, kamu sudah terbius bias jangkar, yaitu saat kamu terpengaruh oleh informasi yang pertama kali kamu lihat dan informasi tersebut jadi tolok ukur selanjutnya.

Penyebabnya pun tidak pasti. Konon, sumber informasi dan keadaan hati seseorang bisa memengaruhi bias jangkar. Namun, bias jangkar berisiko mengaburkan pertimbangan faktor lain yang tidak kalah penting saat mengambil keputusan.

15. Efek misinformasi

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias misinformasi dan kecelakaan mobil (favpng.com)

Ingatan manusia adalah hal yang rapuh karena dapat dipengaruhi faktor sekecil apa pun. Efek misinformasi adalah kecenderungan saat ingatan dipengaruhi berbagai hal yang terjadi setelah satu kejadian. Entah satu kejadian tercampur dengan memori lama, atau kejadian baru tersebut digunakan untuk "melengkapi" memori lama!

Sebagai contoh, kita menjadi saksi sebuah kecelakaan lalu lintas. Namun, memori kita dapat tercampur dengan input dari memori lama atau lingkungan. Hasilnya, saat menceritakannya kembali, ada beberapa detail yang ditambahkan atau dilebih-lebihkan.

Ringannya, efek misinformasi bisa membuatmu salah menceritakan kejadian di masa lampau, dan beratnya, kamu bisa menuduh seseorang tanpa sebab karena ingatanmu kabur! Sebagai contoh, kesaksian saksi mata di pengadilan tidak boleh dipengaruhi efek misinformasi karena dapat memengaruhi putusan.

16. Efek false consensus

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi false consensus (uxmag.com)

Kamu berpikir kalau preferensi pribadimu juga disukai banyak orang atau kamu berpikir banyak orang yang mengikuti preferensimu? Ini dapat disebut false consensus. Bahayanya, bias ini dapat membuat seseorang salah menilai opininya dan mengesampingkan opini orang lain yang sebenarnya penting saat decision making.

Kenapa bisa begitu? False consensus dapat terjadi karena orang terdekat, dari teman hingga keluarga, sering kali memiliki pandangan yang sama dengan kita. Hal tersebut membuat kita berpikir kalau mayoritas orang - di luar dari mereka yang dekat dengan kita - juga berpikiran yang sama. Begitu bertemu yang berbeda, kita anggap mereka aneh!

17. Efek halo

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi efek halo (uxdesign.cc)

Efek halo adalah bias yang didasari dari kesan pertama yang memengaruhi penilaian terhadap seseorang secara keseluruhan. Sebagai contoh, pemimpin yang terlihat percaya diri dikira pemimpin yang baik. Padahal, belum tentu dan masih ada faktor lainnya!

Salah satu faktor yang memengaruhi efek halo adalah kecenderungan kita untuk membenarkan diri. Karena kesan awal positif, kamu pun mencari bukti lain untuk membenarkan penilaianmu demi menghindari disonansi kognitif yang menyebabkan kontradiksi pada penilaianmu.

Bisa dibilang, bias halo cenderung memandang fisik dan amat terlihat di dunia nyata. Contoh lainnya, pelamar dengan penampilan menarik lebih disukai karena terkesan cocok untuk satu posisi. Faktor ini dapat mengenyahkan kandidat lain yang sebenarnya lebih kompeten!

18. Efek bandwagon

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi efek bandwagon (kampalaexpress.com)

Sering dengar istilah "jumping on the bandwagon"? Nah, efek bandwagon adalah bias dalam pengambilan keputusan karena kamu terpengaruh tren. Disebut juga "mentalitas kelompok", kamu dapat meninggalkan keyakinanmu untuk ikut dengan khalayak ramai. Masalahnya, tidak semua bandwagon itu benar.

Sebagai contoh, rasisme adalah hal yang salah dalam berbagai skenario. Namun, karena mayoritas melakukannya, maka anggota mayoritas yang tidak melakukannya malah terlihat aneh, sehingga ia mau tak mau harus ikut. Semakin besar bandwagon-nya, semakin sulit untuk ditanggulangi.

Dalam dunia bisnis, efek bandwagon bisa membahayakan produktivitas. Karena mayoritas kelompok menganggap satu produk sudah sempurna, maka kelemahan produk terselubungi. Hasilnya, berbagai keluhan di masa depan. Sementara, di dunia politik, efek bandwagon penting untuk bisa menang!

19. Bias suportif

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanpixabay.com/lograstudio

Saat sudah mengambil keputusan, kamu cenderung berusaha untuk melihat kelebihannya dibandingkan risiko kegagalannya? Malah, kamu akan mencoba menjelekkan opsi yang tidak pilih agar mengukuhkan keputusanmu? Inilah yang dinamakan bias suportif.

Dengan bias suportif, kita jadi lebih lega saat mengambil suatu keputusan dan tidak merasa bersalah jika keputusan tersebut ternyata salah. Biasanya, hal ini disebabkan karena distorsi memori, sehingga pilihan yang kita ambil di masa ini terkesan lebih baik dibandingkan masa lalu.

20. Faktor bandel

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi pekerja yang arogan (zestfor.com)

"Nice guys finish last"

Pernah dengar istilah itu? Sementara faktor ini masih diragukan sebagai bias kognitif, banyak orang yang memandang individu yang bandel atau berperilaku arogan sebagai pribadi yang intelektual dan menarik. Malah, individu yang berperilaku baik disangka terlalu "lunak" dan tidak kompeten.

Sebagai contoh, ada dua jenis ulasan film yang beredar di internet yang terkesan kasar dan baik. Mayoritas orang melihat ulasan kasar lebih kredibel dan kritis dibandingkan dengan ulasan berpesan sama namun diperhalus. Dengan kata lain, banyak orang yang menganggap "kebaikan" tersebut palsu!

21. Efek burung unta

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi burung unta memasukkan kepalanya ke tanah (sciencefocus.com)

Meskipun ternyata hoaks, burung unta lumrah digambarkan membenamkan kepalanya ke dalam tanah jika bahaya datang. Sesuai dengan perilaku tersebut, bias burung unta membuat seseorang mengabaikan data negatif terhadap keputusannya. Hal ini umum terjadi, apalagi bila keputusan yang kita ambil ternyata salah.

Contoh, kamu sedang diet dan merasa makanmu tak beres. Tetapi, kamu terlalu takut untuk naik ke timbangan. Padahal, memonitor perkembangan diet itu penting untuk keberhasilan program, kan? Bias burung unta ada justru karena perasaan "ada sesuatu yang salah".

Cara untuk memitigasinya adalah dengan menyadari kalau kesalahan yang kamu buat selama menjalani keputusan adalah hal yang lumrah. Selain itu, belajarlah untuk mengampuni diri sendiri dan bangkit dari keterpurukan! Semakin lama kamu "membenamkan kepalamu", semakin sulit dikeluarkan, lho!

22. Efek kebaruan informasi

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias recency (babypigs.com)

Efek kebaruan informasi atau recency bias adalah kecenderungan mempertimbangkan masukan baru dibandingkan masukan lama. Recency bias berkaitan erat dengan cognitive ease atau keinginan mendapatkan informasi kognitif yang mudah, dibandingkan yang butuh pemikiran dan analisis keras.

Sebagai contoh, saat memilih barang, kita cenderung berpikir kalau yang terbaru sudah pasti yang bagus. Padahal, belum tentu dan bisa saja barang baru tidak jauh beda dengan yang lama. Pada dasarnya, recency bias terjadi karena individu ingin mengurangi beban kognitif untuk aktivitas yang dianggap sebagai prioritas.

Kunci dari recency bias adalah pemikiran kritis berdasarkan fakta. Jadi, recency bias dapat dihindari dengan melakukan serangkaian latihan, diskusi dengan anggota kelompok, menganalisis fakta dan data sebelum membuat keputusan, mengikuti standar prosedur, dan bersiap untuk skenario dadakan.

23. Bias nihil risiko

23 Bias Kognitif yang Pengaruhi Proses Pengambilan Keputusaanilustrasi bias nihil risiko (adcocksolutions.com)

Saat satu pusat perbelanjaan tengah menggelar cuci gudang, pasti orang-orang berduyun-duyun membeli berbagai barang, sebagai contoh, selusin tisu toilet. Apakah mereka sebetulnya butuh sebanyak itu? Tidak juga! Namun, mereka berpikir "Daripada kehabisan, lebih baik dibeli"!

Inilah bias nihil risiko, di mana kamu tidak keberatan mengorbankan sedikit untuk risiko minim hingga nihil. Namun, kelemahan dari bias ini adalah, kamu jadi tidak mengindahkan kemungkinan lain. Sebagai contoh, mereka dengan bias nihil risiko mungkin lebih memilih mengurangi risiko 5 ke 0 persen, dibandingkan 50 ke 25 persen. Padahal, lebih besar!

Hal ini dikarenakan manusia benci pada kerugian dan ingin hal yang pasti. Beberapa orang menganggap mengeliminasi kerugian lebih baik daripada kenaikan keuntungan dengan risiko besar karena tidak pasti.

Itulah beberapa bias kognitif yang dapat memengaruhimu saat mengambil keputusan sehari-hari. Karena pikiran kita sering kali mengambil "jalan pintas" saat decision making, hasilnya adalah berbagai bias kognitif tersebut.

Beberapa bias dapat berguna, dan beberapa bias seharusnya dihindari. Bagaimana? Apakah keputusanmu dipengaruhi bias-bias tersebut? Jangan terlalu bias, ya!

Baca Juga: Mencengangkan, Ini 7 Teori Konspirasi yang Ternyata Benar

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono

Berita Terkini Lainnya