Bagaimana Kehidupan Selama Wabah Yustinianus?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Wabah hitam (Black Death) dianggap sebagai salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah, karena membunuh jutaan orang di Abad Pertengahan, dan menghancurkan fondasi sosial dan ekonomi Eropa selama beberapa dekade.
Penyakit pes ini disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis. Menurut CDC, bentuk penularan yang paling umum adalah melalui gigitan kutu dari hewan pengerat yang terinfeksi, meskipun kutu manusia dan kutu tubuh juga dapat membawa infeksi.
Tanda infeksi yang paling jelas adalah pembengkakan kelenjar getah bening (buboes), tetapi pasien juga akan mengalami demam tinggi, menggigil, muntah, diare, dan nyeri yang mengerikan. Dikutip laporan Bandolier, wabah pes secara historis membunuh 50-70 persen dari mereka yang terinfeksi. Berikut adalah fakta Wabah Yustinianus yang pernah melanda peradaban di masa lalu.
1. Ada tiga wabah utama yang disebabkan Yersinia pestis
Black Death sering dikaitkan dengan Abad Pertengahan. Itu karena wabah pes terbesar terjadi antara 1347 sampai 1352, yang dibawa ke Eropa dari Asia melalui pelabuhan komersial dan jalur perdagangan. Pada periode ini juga muncul topeng yang di pakai dokter wabah dan menjadi ciri khas yang sulit dilupakan. Wabah ini diperkirakan menewaskan lebih dari 25 juta orang di Eropa saja, lapor Britannica.
Selama beberapa abad berikutnya, wabah datang kembali dalam tingkat keparahan yang ringan di sana-sini, sampai pandemi besar lainnya pecah pada 1800-an. Kali ini dimulai di Cina, menyebar melalui opium dan jalur perdagangan yang akhirnya mencapai Australia. Selama wabah inilah ilmuwan Alexandre Yersin mengidentifikasi Yersinia pestis sebagai penyebab di balik penyakit tersebut.
Namun, jauh sebelum wabah hitam abad ke-14 menghancurkan Eropa, ada pandemi lain, yang sekarang dianggap sebagai pandemi pertama yang terdokumentasi dalam sejarah. Pandemi ini dikenal sebagai wabah Yustinianus dari 541-544, dan baru-baru ini sejarawan mengaitkannya sebagai wabah pes.
Para sejarawan mengetahui wabah ini dimulai di dekat Mesir pada tahun 540 dan menyebar melalui kapal-kapal yang menempuh rute perdagangan. Setahun kemudian, wabah ini tiba di Istanbul dan ke jantung Kekaisaran Bizantium.
2. Wabah Yustinianus sangatlah mematikan
Wabah ini akhirnya dikenal sebagai wabah Yustinianus dalam pemerintahan Yustinianus I, kaisar Romawi yang memerintah Konstantinopel. Wabah Yustinianus menyebar melalui Kekaisaran Bizantium dengan sangat cepat. Pada musim semi tahun 542, Konstantinopel kehilangan 5.000 penduduknya dalam setiap harinya. Wabah pes membunuh sepertiga penduduk Konstantinopel.
Wabah pes juga mengamuk di Eropa, Timur Tengah, dan Asia selama bertahun-tahun. Diperkirakan jumlah korban tewas mencapai 100 juta antara tahun 542 dan 546. Meskipun laporan sejarah menunjukkan bahwa wabah menghilang dari Kekaisaran Bizantium, tetapi wabah itu kembali lagi ke Konstantinopel pada tahun 573, 600, 698, dan 747, tulis laman JMVH.
Pada abad ketujuh, wabah telah mencapai Irlandia dan Inggris, dan dikenal sebagai "Wabah Besar 664." Pada pertengahan abad kedelapan, wabah Yustinianus telah lenyap secara misterius seperti kemunculannya. Wabah besar berikutnya tidak akan muncul sampai Black Death melanda Eropa pada abad ke-14.
3. Kehidupan selama wabah Yustinianus adalah malapetaka
Editor’s picks
Wabah Yustinianus yang menewaskan begitu banyak orang, akhirnya mempengaruhi pertanian dan rantai makanan. Menurut Procopius seperti dikutip PassportHealth, wabah itu memusnahkan sebagian besar komunitas pertanian, mengakibatkan kehancuran ekonomi dan kelaparan.
Berkurangnya petani, membuat semua harga bahan pangan melonjak tajam. Itu sebabnya, wabah Yustinianus sangat melemahkan Kekaisaran Bizantium. Kekuatan tentara semakin lemah, mereka bahkan tidak mampu menghentikan serangan dari kekuatan luar, dan penduduknya menderita karena kelaparan, penyakit, dan kemiskinan.
Saat itu, kremasi bukanlah pilihan yang umum, jadi banyak mayat yang menumpuk di jalanan. Untuk membersihkannya, parit digali di luar kota dan orang yang sudah meninggal ditumpuk dan dibiarkan membusuk. Di tempat-tempat berpenduduk, mayat ditempatkan di dalam gedung, menara, dan gereja atau dibawa ke pantai dan dibuang ke laut.
Baca Juga: Berkaca Wabah Monkeypox, Epidemiolog: Endemik Tidak Boleh Jadi Tujuan
4. Perawatan medis yang kuno membuat wabah semakin buruk
Kedokteran pada abad keenam, tidaklah secanggih sekarang. Dokter pada saat itu mengikuti ajaran Galen dari Pergamus, seorang dokter Yunani yang percaya bahwa penyakit disebabkan oleh ketidakseimbangan antara empat cairan dalam tubuh (darah, dahak, empedu kuning, dan empedu hitam) dan unsur-unsur alam (tanah, udara, api, dan air). Akibatnya, perawatannya tidak efektif.
Selama wabah Yustinianus, dokter mengandalkan perawatan yang direkomendasikan Galen, seperti ramuan herbal dan mengeluarkan darah dari tubuh. Dokter juga menusuk bubo untuk mengeluarkan infeksi setelah beberapa pasien sembuh dengan cara ini, seperti yang dilansir Psychiatry of Pandemics.
Korban yang terserang wabah ini biasanya merawat diri mereka sendiri di rumah, dengan mandi air dingin hingga menggunakan bedak dan jimat yang "diberkati". Membakar zat berbau manis atau minum susu Stabia yang dianggap sebagai obat mujarab dan direkomendasikan untuk beberapa penyakit kala itu, termasuk wabah.
Kekaisaran Bizantium adalah salah satu kekaisaran paling awal yang mendirikan rawat inap bagi masyarakat, mereka akan diberikan makanan yang layak, air bersih, dan kenyamanan spiritual, sebagaimana yang ditulis dalam buku The Oxford Handbook of Late Antiquity.
5. Wabah Yustinianus mengakibatkan konsekuensi yang besar bagi kelangsungan hidup
Wabah yang melanda Kekaisaran Bizantium memiliki konsekuensi yang sangat mengerikan bagi Konstantinopel. Setelah bangunan dan menara yang dipenuhi dengan mayat, kota itu membangun kuburan massal di Galatia, yang segera diisi dengan lebih dari 70.000 mayat. Tidak hanya penyakit dan infeksi lebih lanjut yang lahir dari ini, tetapi sejarawan menggambarkan bagaimana aroma kematian menyebar ke kota selama berbulan-bulan, tulis Medievalists.
Empat tahun kemudian, ketika wabah Yustinianus muncul kembali, roti menjadi makanan yang langka. Itu berlangsung selama tiga bulan dan menyebabkan kerusuhan. Kemudian pada tahun 552, wabah datang kembali dan kali ini menyerang hewan, membunuh ribuan anjing dan kucing, serta tikus dan reptil.
Wabah itu masih ada sampai sekarang dan kasusnya masih dilaporkan di banyak negara di dunia. Namun, bakteri Yersinia pestis dapat diobati dengan antibiotik biasa, sehingga risiko kematian saat ini sangat kecil dibandingkan ratusan tahun yang lalu.
Baca Juga: 10 Fakta Ini Sebut Wabah Zombie Mustahil Ada Menurut Sains
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.