Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia II

Dipaksa mandiri hingga mendapat diskriminasi 

Perkiraan jumlah korban selama Perang Dunia II sangat bervariasi, tetapi National WWII Museum mengatakan bahwa perang tersebut merenggut sekitar 15.000.000 tentara dan lebih dari 45.000.000 warga sipil (meskipun beberapa perkiraan menyebutkan jumlah kematian warga sipil di China saja lebih dari 50.000.000 orang). Tapi tidak semua tentang perang itu buruk. Perang Dunia II juga merupakan masa kemajuan, baik secara teknologi maupun sosial.

Sebelum tahun 1940-an, wanita hanya menghabiskan waktunya untuk mengurus rumah tangga, terdegradasi berdasarkan gender bahwa seorang wanita hanya harus menjadi istri dan ibu. Namun selama Perang Dunia II, banyak peluang baru terbuka bagi perempuan. Inilah bagaimana rasanya menjadi wanita di masa perang, sekitar tahun 1944.

1. Banyak wanita menikah muda sebelum suami mereka dikirim untuk berperang 

Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia IIqz.com

Sebagian besar tentara muda yang bertempur selama Perang Dunia II tidak bergabung secara sukarela, tetapi mereka "dipanggil". Hal ini juga menjadi kekhawatiran bagi wanita muda - mereka takut jika kekasih mereka akan diminta untuk ikut berperang. Menurut National WWII Museum, selama masa perang, banyak pasangan muda yang memutuskan untuk menikah lebih cepat. Pernikahan tergesa-gesa itu dimaksudkan untuk memperkuat hubungan mereka. 

Pada tahun 1942, ada 1,8 juta pernikahan - yang meningkat sebanyak 83 persen dari dekade sebelumnya. Lebih dari dua pertiga pernikahan ini terjadi antara seorang wanita dan pria yang baru mendaftar perang. Seorang rektor bahkan menulis sebuah buklet berjudul "Pernikahan Adalah Bisnis yang Serius."

2. Perang Dunia II menciptakan hak kebebasan wanita

https://www.youtube.com/embed/bU2tt1h53jM

Sebelum sebagian besar penduduk laki-laki meninggalkan negara untuk berperang ke luar negeri, perempuan terjebak dalam peran gender - mereka tetap mengurus rumah, memasak makanan, membesarkan anak, itu saja. Tetapi dengan banyaknya tenaga kerja laki-laki yang absen, perusahaan-perusahaan AS kekurangan tenaga kerja. Menurut National WWII Museum, Jerman enggan melibatkan perempuan dalam perang - mereka tetap menjadikan perempuan sesuai kodratnya untuk memiliki bayi dengan tentara Nazi. 

Sementara itu di Amerika, Perang Dunia II menjadi era Rosie the Riveter. Mungkin namanya asing, tapi kamu pasti mengenal wajahnya. Wanita yang mengenakan bandana polkadot merah sambil memamerkan otot lengannya, Rosie adalah poster untuk wanita pekerja selama tahun 1940-an.

Selama Perang Dunia II, sekitar 6 juta wanita memasuki dunia kerja, menjadi tukang listrik, tukang las, insinyur, masinis, dan pekerjaan lain yang biasanya diperuntukkan bagi pria. Faktanya, mungkin tanpa Perang Dunia II, wanita masih terjebak di rumah selama beberapa dekade setelah 40-an dan 50-an. 

3. Perang Dunia II memberi kesempatan kaum wanita untuk melatih kemampuan diri

Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia IIthevintagenews.com

Sebelum Perang Dunia II, wanita enggan atau tidak bisa memperbaiki barang-barang yang rusak. Terutama karena kaum pria sudah mencap wanita selama berabad-abad bahwa mereka tidak mampu memperbaiki barang-barang yang rusak. Tetapi, History mengatakan bahwa saat kaum lelaki pergi berperang, segalanya berubah. Wanita bukan hanya belajar berdagang, mereka juga belajar memperbaiki barang-barang di sekitar rumah yang rusak. 

Banyak orang yang beranggapan bahwa feminisme lahir pada tahun 1960-an, tetapi feminisme sebenarnya dimulai selama Perang Dunia II, yang memberikan dorongan besar bagi banyak wanita yang berani menggunakan senjata selama masa-masa perang.

Baca Juga: 6 Hal yang Menjadi Pemicu Utama Meletusnya Perang Dunia II, Apa Saja?

4. Wanita melakukan pekerjaan di militer

Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia IIaol.com

Wanita di Amerika tidak direkrut, tetapi mereka didorong untuk bergabung dalam upaya perang. Menurut History, ada motto "bebaskan seorang pria untuk bertarung" yang dimaksudkan untuk mengajak wanita masuk ke angkatan bersenjata. 

Sekitar 70 persen wanita melakukan pekerjaan seperti mengetik, mengarsipkan, dan menyortir surat. Ada juga yang menjadi penerjemah Intelijen Angkatan Laut, pengemudi truk, insinyur atau operator radio - mereka mengisi posisi sesuai kebutuhan. Bahkan ada batalion serba hitam perempuan yang ditugaskan untuk memproses surat dalam jumlah yang sangat banyak.

5. Untuk kali pertama, wanita menjadi pilot militer

https://www.youtube.com/embed/Je1p0yYmysM

Pilot wanita bukanlah gagasan baru selama Perang Dunia II - Amelia Earhart contohnya, ia terkenal sebelum serangan Jepang di Pearl Harbor. Banyak perempuan memiliki izin pilot, hanya saja tidak diizinkan bergabung dengan Angkatan Udara. Setelah Amerika memasuki perang, militer merekrut pilot pria untuk berperang dalam pertempuran udara. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan pilot non-pria untuk melakukan beberapa tugas seperti mengangkut pesawat dari satu tempat ke tempat lain. Lalu, terciptalah Pilot Layanan Angkatan Udara Wanita, atau Women Air Force Service Pilots (WASP).

Dilansir dari History, untuk pertama kalinya, wanita menerbangkan pesawat militer - mereka menerbangkan pesawat baru dari pabrik ke pangkalan Angkatan Udara, menerbangkan pesawat kargo, bahkan terkadang berpartisipasi dalam misi target dan simulasi pemberondongan. Tapi secara resmi, mereka bukan anggota militer. Sebagai "pegawai layanan sipil", mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan penghargaan atau tunjangan militer, dan butuh waktu yang sangat lama sebelum mereka mendapatkan pengakuan resmi. Pada tahun 2010, WASP akhirnya diberikan status militer, dan mereka juga dianugerahi Medali Emas Kongres. Sudah terlambat 65 tahun, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. 

6. Wanita menjadi perawat di zona perang

https://www.youtube.com/embed/CyJmek20QSA

Sebelumnya, wanita biasanya ditempatkan pada pekerjaan yang "aman" sementara pria ditempatkan pada posisi yang lebih berbahaya. Tetapi tidak semua pekerjaan wanita itu aman, perawat perang adalah salah satu contohnya. Selama Perang Dunia II, tenaga medis profesional sangat dibutuhkan.

Prajurit yang terluka selama perang harus ditangani dengan cepat atau nyawa mereka tidak akan selamat. Jadi perawat perang harus berada di garis depan. Dikutip dari History, perawat tempur harus menanggung beban yang sama seperti cuaca dingin atau panas, dan mereka juga berada dalam bahaya. Di dekat garis depan, mereka bisa tertembak dari serangan udara atau serangan artileri. 

Wanita juga bertugas sebagai perawat penerbangan - perawat yang terlatih khusus dan memahami secara spesifik cara merawat pasien di dataran tinggi. Perawat penerbangan biasanya bekerja di pesawat tanpa tanda (pesawat tersebut berfungsi ganda sebagai pengangkut pasokan militer), yang berarti mereka rentan terhadap serangan. Jadi, wanita Perang Dunia II sangat patriotik dan juga berani. 

7. Ketidaksetaraan gaji antara pekerja wanita dan pria selama Perang Dunia II

Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia IItelegraph.co.uk

Seorang bos tidak memberikan kompensasi kepada pekerja perempuan seperti halnya mereka memberikan kompensasi kepada pekerja laki-laki. Pada tahun 1940-an, gaji perempuan dan laki-laki tidak sama meskipun pekerjaan mereka sama. Para pemberi kerja memandang pekerja perempuan sebagai tenaga kerja yang murah. 

Menurut Striking Women, ada upaya setengah hati di Inggris untuk menjamin upah yang sama bagi perempuan selama Perang Dunia II, dan bos diminta untuk menggaji wanita sama dengan laki-laki dengan pekerjaan yang sama. Pada tahun 1944, pria yang memiliki keterampilan akan digaji sekitar 55 US dolar seminggu, sementara wanita hanya memperoleh 31 US dolar, atau sekitar 56 persen dari apa yang diperoleh pria. 

8. Industri pesat di California membuat kaum wanita berbondong-bondong melamar pekerjaan

Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia IIlibcom.org

Industri selama masa perang berkembang pesat di Pantai Pasifik. Pekerja dibutuhkan di California, dan banyak wanita membuat keputusan berani untuk bekerja. Menurut Smithsonian, hampir 10 persen dari pengeluaran pemerintah federal selama Perang Dunia II dihabiskan di California, dan peluang tersebut menarik banyak orang dari seluruh negeri, terutama dari negara bagian yang kurang beruntung secara ekonomi.

Faktanya, migrasi ke California selama Perang Dunia II adalah migrasi massal terbesar dalam sejarah di dalam perbatasan negara. Biasanya, wanita ini adalah wanita dari komunitas pertanian. Namun sayangnya, wanita berbakat dan pekerja keras sekalipun tidak dapat mengatasi misogini sistemik yang ada di tempat kerja. Dan ketika perang berakhir, banyak dari mereka yang dipecat dari pekerjaannya sehingga rekan pria mereka dapat memperoleh pekerjaannya kembali. Beberapa wanita kembali ke negara bagian asalnya, sementara yang lain memiliki peluang baru di California. 

9. Pernikahan meningkat, begitu pula perceraian

Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia IIreddit.com

Sebelum tahun 1940-an, perceraian merupakan sebuah skandal. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh American Journal of Sociology pada tahun 1990, veteran Perang Dunia II lebih cenderung bercerai setelah perang daripada non-veteran. Tidak ada yang tahu pasti mengapa tingkat perceraian begitu tinggi untuk para veteran, tetapi agaknya hal itu berkaitan dengan jarak dan kurangnya komunikasi antara suami-istri. 

Satu-satunya komunikasi adalah melalui surat atau telegram. Surat membutuhkan waktu yang lama untuk sampai, jadi tidak ada yang tahu pasti keadaan di medan perang. Selalu ada kemungkinan bahwa keluarga atau istri membaca surat terakhir dari suaminya. Itu sebabnya banyak istri yang stres dalam pernikahannya. 

10. Kaum pria merasa terancam dengan kehadiran wanita pekerja

Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia IIhistoryinphotos.blogspot.co.uk

Kehadiran peran wanita dalam sebuah pekerjaan di masa Perang Dunia II tidak selalu disetujui banyak pihak. Menurut National WWII Museum, pekerja wanita tidak disambut dengan baik di tempat kerja. Faktanya, wanita yang mahir dalam pekerjaannya bisa mengancam karier kaum pria, dan dianggap bahwa mereka telah melanggar batas ruang kerja yang hanya diperuntukkan bagi pria. 

Dan untuk membalasnya, beberapa pria sering kali melakukan pelecehan verbal dan penolakan,  atau tidak memiliki rasa hormat pada kaum wanita. Untuk mencegahnya, para bos akan memisahkan pria dari wanita, dan tentu saja, membayar wanita lebih rendah.

11. Inggris merekrut wanita selama Perang Dunia II

Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia IIexpress.co.uk

Amerika Serikat tidak pernah memiliki tradisi merekrut wanita, tetapi itu tidak berlaku di negara lain. Dilansir BBC, pada musim semi 1941 Inggris mewajibkan semua wanita berusia antara 18 dan 60 tahun untuk mendaftar. Selama beberapa tahun pertama, militer hanya tertarik pada wanita usia 20 sampai 30 tahun, tetapi pada pertengahan 1943 sekitar 90 persen dari semua wanita yang belum menikah di Inggris dan 80 persen wanita menikah dipekerjakan di militer dan pekerjaan terkait. Dan wanita di Inggris menunjukkan kinerja yang mengagumkan dalam pekerjaan mereka. 

12. Di zona konflik, perempuan sering menjadi korban kekerasan seksual

Begini Nasib Wanita Selama Era Perang Dunia IIdw.com

Sejak awal, kekerasan terhadap perempuan menjadi salah satu dampak mengerikan dari perang. Tetapi, saat ini ada undang-undang internasional yang melarang tindakan merugikan terhadap warga sipil selama masa perang, dan itu tidak boleh dilakukan lagi oleh tentara. Tapi bukan berarti itu tidak terjadi lagi. 

Menurut Cambridge Core, sekitar 1,4 hingga 1,9 juta wanita Jerman menjadi korban kekerasan seksual selama Perang Dunia II, sebagian besar dilakukan oleh tentara Rusia. Sekitar 10 persen dari wanita tersebut melakukan bunuh diri akibat kekerasan seksual yang mereka terima. Dan bukan Rusia saja, tentara AS, Prancis, dan Jerman juga melakukannya, serta membenarkannya sebagai perlawanan untuk "musuh wanita". Secara konsensual, perempuan masih harus menanggung konsekuensi yang mengerikan. 

Begitulah 12 fakta menjadi seorang wanita selama masa Perang Dunia II. Ternyata, wanita adalah makhluk yang pintar dalam menghadapi berbagai bentuk situasi, ya. Meskipun nyatanya, perlakuan tidak adil masih mereka rasakan. 

Baca Juga: 7 Senjata Super yang Diciptakan saat Perang Dunia II, Mengerikan!

Amelia Solekha Photo Verified Writer Amelia Solekha

Write to communicate. https://linktr.ee/ameliasolekha

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Agustin Fatimah

Berita Terkini Lainnya